Cerita 69

4.7K 246 0
                                    

Saat uring-uringan seperti sekarang, Ara bingung mau bagaimana. Dua hari ini ia bersikap biasa saja di dekat Andra, berusaha menguasai diri dari kesedihan yang amat oleh Dewa. Ara sadar Andra tidak akan nyaman dan tidak suka kalau ia tau Ara galau gara-gara Dewa

Ara tidak punya pilihan lain selain mendatangi Arka, Nadia sedang pulang ke kampung halamannya karna kakaknya akan menikah. Alhasil Nadia izin kuliah.

"Ka, gue haus" rumah Arka yang besarnya seperempat dari luas kampus ini memiliki banyak ART, hari ini Ara hanya bersama Arka dan beberapa ART karna orang tua Arka sedang bekerja dan kakak-kakaknya sedang dalam urusan masing-masing.

"Ambil sendiri" mereka sedang di meja makan, jalan sepuluh langkah bisa sampai dapur, tapi Ara malas walau untuk sekedar berdiri.

Arka mendengus lalu melepas earphone -nya, berjalan menuju dapur dan membawakan Ara segelas jus jambu.

Lihatkan? dimana lagi Ara bisa temukan teman semacam Arka begini?

"Lo kalau galau jangan ke gue mulu, ntar suami lo tau, gue dituduh selingkuhan lo lagi. Kan najis" Ara ingin sekali menggemplak mulut Arka dengan toples kue di depannya, tapi ia menahan diri.

"Andra sibuk, gue takut ganggu"  Andra bilang, ada masalah di perusahaan yang harus di selesaikan. Ia juga sudah bilang ke Ara kalau ia akan sedikit sibuk beberapa hari ini dan Ara memaklumi.

"Lagian gue kalau mau selingkuh mikir kali, gak mau gue sama lo" 

"Diem lo nyet!" Ara tertawa, lagi-lagi bersikap tidak tau diri dengan menghina pemilik rumah yang sedang ia singgahi.

"Dewa marah sama gue" Ara teringat insiden dua hari lalu, selepas meluluh-lantakan hati Ara, Dewa pergi tanpa pamit. Ucapan selamat dan terima kasih dari Dewa seakan menyerupai tombak yang diberi racun menancap pas di jantung Ara. Rasa sakitnya menjalar sampai ke seluruh tubuh, tidak ada yang tidak kena sakitnya.

"Lo udah bilang tiga kali hari ini" kemarin selepas bertemu Dewa, Ara datang sambil nangis-nangis tidak peduli wajahnya basah oleh air mata dan ingus, ia tetap curhat tanpa peduli Arka dengar atau tidak. Ara tidak pulang ke apartemen sampai sore karna tidak mau sendirian, Ara butuh tampungan cerita.

"Sekali lagi lo curhat, gue usir lo"  sabtu pagi Ara sudah meminta izin ingin nongkrong dirumah Arka, awalnya Andra melarang tapi setelah bilang kalau Ara bosan di rumah, Andra mengijinkan. Apalagi Andra juga mulai terima bahwa Ara dan Arka memang layaknya adik-kakak yang kalau bertemu seperti tom and jerry

"Muka lo bisa biasa aja ngak"? Arka berseru tajam sekalipun pandangannya fokus pada laptop berlogo apel di depannya.

"Gue kenapa? elah! ngak ngapain-ngapain aja di marahin" 

"Muka lo udah kayak orang yang abis di tagi utang berpuluh-puluh juta, tertekan sampe mau meninggal" Ara menghela nafas, ia butuh hiburan bukan bacotan Arka.

"nanad kakaknya nikah kok gak ngundang kita?" Arka bertanya acuh, diundang atau tidak sebenarnya Arka tidak ambil pusing.

"Di undang, tapi katanya nanti aja pas resepsi, karna ijab kabul cuma boleh keluarga. Untuk sekarang kita jauhan dulu sama Nanad" jawab Ara menjelaskan

Ara melamun lagi, kemarin ia mencoba menelpon Dewa melalui nomer yang Dewa pakai untuk mengiriminya chat, tapi jangankan di balas, terkirim pun tidak. Sampai sekarang, karna pria itu sudah mem-blokir nomernya. Ara menghubungi Riana di perjalanan pulang, Riana memintanya untuk tidak menghubungi Dewa lagi.  Setelah Ara pikir-pikir sepertinya ucapan Riana patut di pertimbangkan. Jika dengan berhenti mengusik dewa maka semuanya akan tenang. Ara bersedia menganggap bahwa pertemuan kemarin adalah ujungnya, ujung antara kisahnya dengan Dewa yang berakhir tragis. Dewa hanya perlu diberi waktu sebanyak yang ia mau untuk menenangkan diri memulihkan pikiran dan menyembuhkan lukanya sendiri.

STRUMFREI✓Where stories live. Discover now