Cerita 11

7.1K 470 2
                                    

🌺🌺

Sejak kemarin, Andra memang sudah merasa tidak nyaman dengan keadaan rumah yang tiba-tiba berubah. Suasananya dan sikap ibunya

Setiap hari saat sarapan dan makan malam topik yang akan ibunya bahas adalah topik yang sama, sudah sejak beberapa hari belakangan. Maka kali ini Andra sudah jengah, ia akan sarapan di kampus di kantor atau dimana saja ia bisa makan.

"Andra, ayo sarapan" mira, perempuan yang telah melahirkan Andra terlihat sedang menata meja makan

"nanti aja ma, saya harus ke kantor" katanya meraih tangan mira. Berniat salim sebelum pergi, namun tentu tidak akan semudah itu

" Biasa juga kamu ke kantor, tiap hari malah, tapi tetap sarapan kan "? senyum hangat nampaknya tak pernah lepas dari wajah ibunya yang masih saja cantik di usia tuanya.

"iya ma, tapi kali ini beda, ada yang penting dan saya harus datang pagi-pagi" andra bohong, tapi maaf saja. Tak ada alasan yang bisa digunakan selain berbohong

"yaudah, nanti kamu makan siang sama Calista kan"? Andra tidak mengangguk, tidak juga menggeleng ia lalu pamit setelahnya

Calista

Calista lagi Calista lagi

Andra rasanya sudah mulai bosan, saat ibunya mengatakan bahwa ia akan menjodohkan dirinya dengan Calista dunia andra rasanya hampir runtuh

Jika mereka masih dalam hubungan seperti dulu, pasti Andra akan dengan senang hati mengatakan bahwa ia tidak keberatan. Namun sekarang situasinya berbeda

Calista bukan lagi Calista kekasihnya, seperti dulu.

Mereka telah selesai, Andra tidak butuh waktu lama untuk mengenangnya. Ketika Calista meminta untuk mengakhiri hubungan dan saat Andra tau alasan di balik itu, saat itu pula Andra sadar, Calista tidak pantas jadi bagian dalam hidupnya, Calista tidak pantas untuk ia jadikan istri.

Namun sampai detik ini, Andra masih belum berani menceritakan kebenarannya pada sang ibu. Mira yang memang telah dekat dengan Calista sejak lama seakan merasa bahwa mereka berdua telah sempurna untuk jadi pasangan hidup

Wajar, hubungannya dengan Calista memang cukup lama

****

"Ra, lo ngerasa gak sih pak Andra akhir-akhir ini rada beda"? Ara membuka tutup air mineralnya terlebih dahulu, meminumnya hingga tersisa setengah membiarkan Nadia menunggu dengan tidak sabar

"Ra"! tegur Nadia lagi karna Ara malah lanjut memakan baksonya

"beda gimana sih"? Sahutnya setengah hati, lagi pula kenapa bahasannya harus seputar Andra terus? Kalau pun memang harus bahas dosen kan di kampus ini banyak dosen lain bukan cuma andra.

"ya beda, dari minggu lalu sampe sekarang kalo ngajar dia udah gak sebanyak omong biasanya. nyampein materi juga datar aja. Dia juga gak pernah lagi gangguin lo" bagian itu, bukan cuma Nadia yang merasakan namun Ara juga, tapi Ara jelas bersyukur karna akhirnya pengganggu keberlangsungan kuliahnya telah lenyap

Tidak sebanyak omong biasanya? Ara menautkan alis sembari mengunyah, pak Andra itu kan memang tidak banyak omong, banyak nyinyir sih iya.

"ya bagus dong, kok malah ngerasa aneh. Seneng kan lo gue di gangguin"? Nadia mengangguk semangat tanpa ragu sedikit pun.

Andai bisa, Ara ingin sekali menukar Nadia dengan domba, tapi Ara tidak tau bagaimana caranya.

Ara mendengus, minum lagi setelah semangkok bakso telah pindah ke perutnya

"hiburan tau Ra, jarang loh ada dosen pegang mata kuliah berat tapi tiap ngajar kita masih sempet dihibur" Nadia berucap lagi

"lo enak ngomong dan nikmatin doang, lah gue? siapa yang mau peduli sama nasib gue"? Yang lain enak tinggal ketawa, tidak pernah berfikir Ara senang atau tidak dijadikan bahan lelucon, tidak ada yang pernah tanya suka tidak dia di recokin tiap hari. Tidak ada yang peduli

"udah ah, males gue ngomong sama lo" Ara berdiri meletakkan uang diatas meja

"nitip bayar yah" walau nadia cemberut ia tetap mengangguk

"mau kemana lo, tungguin gue aja napa sih" Ara bodo amat, ia hanya bergumam bahwa ia akan kembali ke kelas, menunggu Nadia makan sama saja menunggu hari gajian di tanggal tua, lama sekali.

***

Perjalan menuju kelas, Ara menangkap keberadaan Arka. Tanpa peduli teriakannya yang menggelegar serta mengagetkan orang sekitar Ara tidak peduli

Abaikan juga muka malu bercampur emosi milik Arka

" Lo ngapain teriak bego, lo mau pamer dulunya pernah tinggal di hutan"? kata Arka setelah Ara sampai di hadapannya

Kadang Ara berfikir, kenapa sih teman-temannya tidak ada yang beres? Arka si mulut cabe Nadia yang senang melihatnya di ledek Andra,.kenapa teman-temannya tidak ada yang support? Kalo seperti ini terus lama kelamaan Ara lebih baik berteman dengan singkong dan batu karang saja

Resikonya ia dianggap gila

"Lo mau kemana? gue ikut" kata Ara tanpa beban, bodo amat Arka mau kemana kek dia mau ikut

"gue mau mabar sama yanuar" Arka menjawab jengkel, namun tetap membiarkan Ara mengikuti langkahnya menuruni tangga

"bodo amat, gue tetep mau ikut, udah lama juga gak liat mata sipit yanuar"  lalu Ara tertawa akan ucapannya sendiri.

"gue yang muak liat muka lo, tiap hari ketemu lo mulu gue bosen"! Balas Arka ringan, tanpa perasaan ia mengatakan itu pada Ara. Tapi jangan khawatir, Ara tau Arka tidak serius, maka dengan sok akrab Ara merangkul bahu Arka tidak peduli sang empunya mendengus keras

"Arka mah suka gitu, begini-begini yang kemarin pilihin warna dompet buat kado nyokap lo kan gue" Ara berbangga, padahal dari sana tidak ada yang patut di banggakan sama sekali. Memang sih ara yang memilih warna dan ibunya memang suka tapi proses Ara memilih warna kemarin itu lama bung, penjaga tokonya sampai ragu apakah mereka punya uang untuk beli atau tidak

Sungguh memalukan

"ini kampus, bukan taman bunga" Ara dan Arka menoleh bersamaan. Mendapati wajah tembok Andra beberapa langkah di belakang

Masih dengan posisi Ara yang merangkul Arka

"emang kampus pak, siapa yang ngira taman bunga" Arka menjitak dahi Ara, rangkulan di bahunya otomatis terlepas

"gak usah di balas bego" bisik Arka pelan, namun Andra masih mendengar

"minggir" Arka menyingkir, memberi jalan agar Andra leluasa lewat

Ara justru diam ditempat dengan tampang songong menurut Arka, ingin sekali rasanya Arka memasang karung di kepalanya.

"jalanan kan masih luas, cari gara-gara aja" samar-samar Andra mendengar gerutuan Ara dibelakangnya

"ayo ka cepet, lelet banget lo" Andra masih mendengarnya lagi

Lalu tanpa diminta dan tanpa Andra bisa cegah. Pemikiran itu kembali muncul di kepalanya

Ada hubungan apa mereka?

STRUMFREI✓Where stories live. Discover now