Cerita 62

4.5K 284 0
                                    

Ini pertama kali, Andra menemuinya di jam yang masih bisa dikatakan jauh dari jam pulang kantor.

Melihat Andra yang langsung menarik lengannya hingga terduduk di bangku penumpang mobilnya, Ara cuma mampu bertanya dalam hati sampai mobil melaju membelah jalan.

"Kamu kenapa sih kok panik banget"?  Andra menoleh sekilas, berhenti saat lampu berubah merah.

"Kita kerumah sakit dulu ya, papa masuk rumah sakit" Ara menoleh cepat setelah tadi memandang jalan di depannya.

"Sakit apa? Parah gak?" Mobil kembali melaju, lebih cepat dari tadi.

"Gak, cuma kecapean. Kita kesana jenguk sebentar" ada jeda, Andra memutar stir ke kanan.

"Abis itu saya harus ke surabaya"  Andra sempat marah pada Birama yang telat memberitahukan masalah salah satu klien di surabaya, Andra kelabakan karna tidak punya persiapan.

"Maaf saya baru bilang, ini memang dadakan" Ara cuma diam, Andra ke surabaya tidak papa karna alasannya pasti ya kerjaan, Ara bersyukur papa tidak parah katanya. Tapi yang mendominasi berarti Ara harus ketemu Mira dimana itu berarti ada Calista juga, sudah seperti hukum alam dimana ada Mira disana Calista berada.

"Berapa hari"? Andra mengulurkan tangan, mengusap puncak kepala Ara dengan sayang.

"Ini agak tiba-tiba, saya usahakan cepat ya? Karna saya juga gak tau bisa cepat atau ngak" Ara mengangguk lagi, kebanyakan mengangguk Ara akhir-akhir ini.

"Terus baju-baju kamu gimana?" 

"Saya tadi udah pulang ke apartemen sebentar ambil baju" 

Mobil Andra masuk ke pelantaran parkir rumah sakit, Ara merasa tangannya mulai berkeringat, jantungnya tidak karuan. Ara akui ia tidak menyesal soal apa yang ia katakan dirumah saat makan malam, tapi tetap saja Ara takut menghadapi Mira.

Melawan tidak bisa karna Mira orang tua dan merupakan mertuanya, tapi menantu mana yang tidak risih kalau mertuanya lebih membanggakan mantan pacar anaknya.?

Andra merasakan ketakutan Ara sepanjang perjalanan tadi, jujur ia khawatir dan tidak tenang meninggalkan Ara sendiri hingga waktu yang tidak bisa di tentukan. Tapi Andra tidak punya pilihan lain ia benar-benar harus ke surabaya.

Sebagai bentuk menenangkan Ara, Andra meraih tangan Ara menggenggamnya mengisi ruang kosong di sela jari Ara menyatukan dengan miliknya.

"Gak papa, kita cuma sebentar" Ara memaksakan senyum lalu menyakinkan diri, benar sekali. Mereka cuma sebentar

"kita gak bawa apa-apa nih?" Andra memencet tombol lift sebelum menjawab.

"Gak usah, papa juga sebenarnya gak mau lama-lama di rawat" memang siapa yang mau lama-lama dirumah sakit?

Andra masuk tanpa mengetuk disusul Ara dibelakangnya, tautan tangan mereka masih belum terlepas dan benar sekali dugaan Ara, ada Calista yang berdiri disamping Mira yang sedang menyuapi ibrahim, yang bersandar di kepala ranjang.

"Akhirnya dateng juga anak dan menantu kesayangan papa" Ara mengikuti gerakan Andra yang menyalimi kedua orang tuanya walau Ara harus kembali berlapang dada karna Mira bahkan tidak mau menatapnya dan tidak mau berlama-lama menyentuh kulit tangan Ara.

"Maaf pa, kita gak bawa apa-apa"  ucap Ara disertai senyum lebarnya. papa Andra memang baik, tentu lebih baik daripada Mira. Maaf saja Ara tidak mau repot-repot mengingat-ingat kebaikan Mira karna jujur memang tidak ada.

"Gak papa sayang, liat wajah kamu aja papa langsung seger" lalu tawa papa mengudara, Andra yang melihat interaksi itu tidak mampu untuk menahan senyum.

"gimana nih Ra, rasanya hidup sama kadal?" Ara tertawa sampai harus menutup mulutnya dengan tangan. Papa Andra memang luar biasa, waktu melamar Andra di bilang buaya setelah jadi suami di bilang kadal. Bagaimana Ara tidak tertawa?

"Pa?" Andra menyahut malas, papanya ini memang ada-ada saja.

"Gimana kabar kalian? baik-baik aja dong ya istri secantik ini, betah kamu dirumah." Andra mengangguk pasti, benar sekali. Karna setelah Andra hidup bersama Ara, hidup Andra seakan memasuki zona baru yang jauh lebih menyenangkan. Andra jadi tidak mau tau soal lembur.

"Papa gimana? Udah mendingan?" Tanya Andra kemudian, Ayahnya termasuk jarang sakit karena lumayan menjaga kesehatan

"Gak papa, gak usah khawatir." Ibrahim menyahut santai

"Kamu apa kabar mas?" Ara mencibir dalam hati, bahkan dirinya tidak dianggap oleh Calista, lalu kenapa Ara harus mengkhawatirkan keberadaan Calista coba?

"Baik, saya nanti mau ke surabaya"  itu bukan di tujukan untuk Calista, karna tatapan Andra beralih pada Mira dan papa secara bergantian

"Berapa hari? Ara gak dibawa?" tanya si kepala keluarga, sebenarnya Andra mau membawa Ara pergi bersamanya. Jangankan ke surabaya, kemana pun Andra akan senang hati mengajak Ara asal ia senang. Tapi untuk kali ini Andra tidak bisa

"Gak bisa, Ara kuliah dan saya gak tau disana berapa lama" papa nampak mengangguk disertai Mira yang meletakan mangkok bekas bubur di meja nakas, karna papa sudah terlihat tidak ingin makan.

"terus Ara sendiri di apartemen?kenapa gak dirumah mama aja?" Calista bersuara, padahal Ara lebih suka dia diam dan usulannya barusan membuat Ara merinding sendiri. Ia melirik Andra sembari berdoa semoga Andra tidak setuju apalagi itu usulan Calista.

"Gak usah, istri kamu kan mandiri. Udah biasa tinggal sendiri juga kan?" Mira akhirnya keluar dari diamnya, menatap Ara sekilas.

"Iya, mama benar. Lagi pula Ara gak sendiri kok nanti, ada temennya yang nemenin" Ara tidak tau soal itu, bahkan terpikirkan juga tidak.

"Nanti kamu ajak Nadia nginep ya sayang?" ide bagus! Ara berseru senang dalam hati, senyumnya semakin lebar. Menyalurkan rasa terima kasih lewat genggaman tangannya yang makin erat

"iya, daripada Ara sendiri kan?"  suara Mira terdengar lebih sinis dari sebelumnya, dan Andra sudah paham aura disini makin tidak enak, juga Ara pasti tidak nyaman.

"Kalau gitu kami pulang ya pa? saya harus siap-siap ke bandara"

"Hati-hati selama disana ndra, jaga kesehatan" pesan khas seorang ibu, Mira mengusap kepala Andra saat ia mencium tangannya dan kembali enggan bersentuhan lama dengan Ara

"Bawa vitamin C mas, kamu mau gak? kebetulan aku ada" sahut Calista lagi. Tidak sadar bahwa Andra dari tadi mengabaikannya.

"iya itu bagus, kasi aja Calista. Emang cuma kamu yang paling paham soal Andra"  Mira menambahkan, Ara tidak ingat itu sudah sindiran ke berapa sejak dirinya resmi jadi istri Andra, belum lagi senyum lebar Calista yang sudah memeriksa tasnya mencari keberadaan vitamin C

"Gak usah. Pa saya pulang"

"iya, rutin hubungin istri, diambil orang tau rasa kamu." Andra memutar bola mata, Ara sampai takjub ternyata Andra juga bisa seperti itu.

"iya pa!"sahut Andra malas, lalu mereka meninggalkan ruangan, Ara bahkan tidak mau mengeluarkan suara lagi. Di kepala Ara hanya ada diam sebagai cara untuk melindungi hatinya dari Mira.

Tidak sampai satu jam disana, Ara sampai berkeringat dingin, Bagaimana kalau harus tinggal satu atap? Ara pasti akan mati berdiri.

"Kalau Nadia gak bisa, kamu nginep di tempat Mentari aja" Andra mengusap kening Ara yang berkeringat, menyalakan ac mobil dan mengarahkan semuanya pada Ara.

"dia pasti mau kok" Nadia memang sudah lama mau berkunjung, dengan dalih penasaran bagaimana isi apartemen yang ia tinggali, padahal sebenarnya penasaran bagaimana tampak apartemen Andra yang punya aura sultan.

"iya, nanti saya suruh supir kantor buat antar jemput kalian ke kampus"

"Kamu gak mau beli vitamin C ?"  bukan soal menyindir, itu Ara serius. Dengan terpaksa Ara harus akui bahwa apa yang Calista bilang adalah benar, termasuk soal Andra yang tidak bisa berada diluar terlalu lama saat malam hari.

"Nanti sebelum naik pesawat saya peluk kamu aja, itu lebih ampuh buat saya semangat sampe balik lagi" kata Andra santai, lalu menyalakan mesin mobil dan meninggalkan rumah sakit

"Aku serius" 

"Gak, saya gak butuh" Ara memilih mengalah, baiklah kalau Andra tidak mau.

"jangan telat makan kalau udah disana" 

"siap nyonya Mahardika"

STRUMFREI✓Where stories live. Discover now