Cerita 34

5.1K 322 0
                                    

Hidup memang tidak pernah dapat di tebak, beberapa minggu lalu Ara merasa baik-baik saja dengan hari-hari kuliah yang mungkin bagi sebagian orang terasa monoton

Ara bahkan tidak peduli pada hampir sebagian besar orang di kampusnya termasuk juga Kalliandra. namun ada sedikit perasaan kecewa dan tidak terima saat hari ini Andra kembali bersikap aneh

Kemarin pria itu mengajar seperti orang kesetanan, lebih banyak marah-marah dan ia sama sekali tidak memberikan petunjuk soal ujian. Dan Ara sadar, Kalliandra juga sedang dalam upaya menjauhinya

Seharusnya Ara senang, tapi sebagian hatinya justru berteriak protes.

Lalu hari ini, ujian dimana Andra ditunjuk sebagai pengawas entah apa maksudnya, ujian telah berjalan hampir sepuluh menit tapi Ara belum mendapatkan kertas jawaban

Hanya dia seorang, seharusnya karna Ara duduk dibarisan depan maka mudah baginya dapat kertas. Entah kenapa ia merasa Andra sengaja melakukan ini

"pak, kertas saya mana"? protes Ara dengan suara cukup keras, ini ujian semester dan kalau memang Andra sengaja, sungguh dia adalah dosen kejam.

"sebentar, lagi diambil" Andra menjawab tenang sembari fokus memandang layar laptop di depannya

Arka menatap miris pada Ara. Maka atas nama persahabatan, Arka mengangkat tangannya tinggi sambil memanggil Andra di depan sana. Walau ia tau Andra sedang dalam mode kurang bersahabat.

"kenapa Arka"?

"ujian udah jalan hampir sepuluh menit pak, soal ada banyak dan waktu sepuluh menit Ara terbuang sia-sia." kata Arka membela. Lalu dapat Andra tangkap Nadia turut mengangguk di kursinya

"saya bilang kertasnya lagi diambil, kalau gak sabar silahkan kamu keluar" kata Andra begitu dingin, sedingin tatapan lurusnya pada Ara

"bapak gak berhak nyuruh saya keluar, saya cuma minta apa yang saya butuhkan untuk ujian. Kalau kayak gini saya juga bisa melapor dan membawa nama bapak sebagai alasan kalau nanti ujian saya gak selesai" Ara membalas dengan berani, membalas sama tajam serta dinginnya dengan tatapan yang Andra layangkan

Andra menyadari perubahan besar disini, Araminta sudah semakin berani melawannya ternyata. Pintu terbuka menampilkan salah satu senior yang tadi Andra suruh untuk mengambil kertas tambahan

"itu kertasnya" Andra hanya meletakkannya dipinggir mejanya bukan membawakannya pada Ara

Dengan kesal dan suara gesekkan kursi yang sengaja Ara perbesarkan ia mengambil kertas dengan cepat lalu mulai mengerjakan soalnya dengan buru-buru

Andra tidak profesional, dia menggabungkan masalah pribadi dan masalah kerjanya di satu tempat yang sama.

****

Laki-laki itu, pernah datang kerumah meminta izin serius dengan kamu

Ara mengingat kembali perkataan Dewa kemarin, banyak hal yang Dewa katakan dan minim jawaban yang bisa Ara lontarkan

Kalian pacaran?

Ara sudah menduga Dewa pasti akan tau soal Andra, tapi Ara jelas menjawab jujur bahwa ia dan Kalliandra hanya sebatas dosen-mahasiswa

Saya belum nyerah Ra, aku masih mau berjuang buat kita

Ara menjambak rambutnya sendiri, dari dulu ia memang tau bahwa Dewa bukan tipe manusia yang mudah menyerah. Tapi kenapa itu justru membuatnya takut?

"lo berantem sama pak andra"? Ara menoleh pada Arka yang sudah menghabiskan satu porsi nasi goreng

"mana berani gue berantem sama dosen" Arka menatap sinis, apakah selama ini Ara yang berani melawan Andra diantara semua mahasiswa lain disebut tidak berani?

"gak usah sok bego, ntar tambah bodoh" kalau orang lain yang menghadapi judesnya Arka tiap hari mereka pasti sudah sakit hati, tapi Ara tidak karna ia mengerti. Nadia tidak karna mereka hampir sama.

"apa jangan-jangan pak Andra marah sama lo karna lebih milih dewa"? iya, Madia tau soal Dewa. dan Ara juga sudah cerita kalau malam itu ia memilih pergi bersama Dewa

"dewa siapa? Zeus? krishna"? tanya Arka mengangkat sebelah alisnya

"Dewa siwa" jawab Ara lalu terkekeh, Nadia dan Arka memandang heran. Maklum saja mereka tidak mengerti dengan humor Ara yang rendah

"sinting"

"stres"

Lagian udah tau masih nanya

Ara mengabaikan, Ara harusnya mencegah Andra untuk tidak bertindak lebih jauh, apalagi Dewa juga bilang kalau Andra sudah datang dua kali. Bukan demi Dewa tapi demi dirinya sendiri

Ara tidak tau apa dia suka pada Kalliandra atau tidak. Ia sendiri pun masih menebak-nebak. Tapi sungguh hingga sampai saat ini Ara merasa biasa saja. Bukan juga berusaha denial tapi memang belum ada yang Ara rasakan.

Atau mungkin belum

Apa karna Andra memiliki selisih usia jauh dengannya maka Ara pun jadi sukar membuka hati?

***

Andra tidak ada di ruangannya, atau dimana pun tempat yang telah Ara datangi. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, Ara membuang waktunya sia-sia karna telah repot-repot mengelilingi kampus hanya untuk bertemu Kalliandra. Padahal bisa saja Ara mengirim pesan menanyakan dimana keberadaan pria itu

Tapi Ara tidak berani, ia takut diabaikan. Tapi kalau tidak sekarang mau kapan lagi? Ara siap bicaranya sekarang, maka dengan keberanian setengah-setengah Ara mengetik pesan untuk Kalliandra

Kali(aja)andra : maaf pak, bapak ada waktu gak? Ada yang mau saya bicarakan. Penting

Namun sayang, hingga Ara tiba di kostnya satu jam kemudian, Andra tidak juga menanggapi pesannya

Khawatir sekaligus kesal bercampur. apa Andra marah padanya? tapi kenapa harus marah? toh Dewa juga bukan siapa-siapa selain saudara tiri. kalau pun ada apa-apa bukannya Ara harusnya senang karna itu bisa membuat Andra menjauhinya?

Ara kesal, ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Bukan kah ini yang ia harapkan dari dulu? setelah berkali-kali meminta Andra menjauhinya? lalu kenapa sekarang ia tidak tenang? ini tidak benar. Ara merasa ini tidak seharusnya terjadi

Ponsel yang tergeletak di sampingnya bergetar, dengan cepat Ara membuka disusul kecewa setelahnya karna itu adalah pesan dari Dewa

Dewa : sebelum saya pulang ke bandung. Bisa kita ketemu besok?

STRUMFREI✓Where stories live. Discover now