Dyba hanya diam sambil menatap Sam yang mengambil salah satu sweater di lemari baju. Dyba mengangkat kedua tangannya saat Sam mengulurkan sweater itu. Sam tersenyum kecil, ia memasangkan sweater rajut berwarna merah itu ke tubuh istrinya.

Sam menaikkan alisnya saat Dyba masih mengulurkan tangannya padahal sweater itu sudah terpasang di tubuhnya. "Apa sayang?"

Bibir itu maju lagi. "Gendong."

Sam terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menggendong tubuh itu di depan tubuhnya dan Dyba langsung melingkarkan tangan dan kakinya di tubuh Sam. Sam mengambil kunci mobil dan dompetnya di dekat lemari. Ia berjalan ke depan dan tidak lupa menutup pintu rumahnya.

"Ini mau dipangku gitu?"

"Heem."

Tangan Sam berada di atas kepala Dyba-- untuk melindungi kepala Dyba-- saat mereka akan memasuki mobil. "Mau sate apa? Sate Madura atau sate Padang?"

"Madura aja, aku lagi pengen yang ada kecap-kecapnya gitu."

Sam mengangguk, ia mulai mengendarai mobilnya keluar komplek perumahan. Satu tangannya berada di pinggang Dyba dan mengelus-elus pinggang itu karena Dyba mengeluh kalau pinggangnya sakit.

Sam mendesah kecewa saat tempat sate langganannya sudah tutup. Dyba mengangkat kepalanya dari leher Sam saat mendengar desahan kecewa Sam, ia menatap sekitar dan melihat warung sate itu tutup. "Yah, ya udah yang lain aja deh Sam. Tapi, tetep sate Madura ya."

"Iya sayang." Mendengar jawaban itu akhirnya Dyba meletakkan kepalanya lagi di leher Sam, menghirup wangi tubuh suaminya dan sesekali mengigit leher itu dengan gemas.

Sam tersenyum saat melihat gerobak sate yang terparkir di pinggir jalan. Sam meminggirkan mobilnya di dekat gerobak sate. "Mau beli berapa sayang?"

"Mau 100 tusuk, gak usah pakai lontong."

Mata Sam mengerjap, tangannya tetap berada di punggung Dyba. "Beneran di makan ya?"

"Iya."

"Ya udah kamu turun dulu, aku kan mau pesen keluar dulu."

"Gak mau, aku ikut!"

"Oke, aku ngalah." Akhirnya Sam keluar dari mobil dengan Dyba tetap berada di gendongannya.

"Pak, satenya 100 tusuk ya."

Sam tersenyum saat melihat binar kebahagiaan di wajah bapak penjual sate yang Sam perkirakan mungkin usianya sudah lima puluh tahunan.

"Duduk dulu, mas." Sam tersenyum sambil mengangguk, ia duduk di kursi plastik itu dengan Dyba di pangkuannya.

"Sate apa mas? Ayam atau kambing?"

"Hei, mau sate apa?" tanya Sam.

Dyba mengangkat kepalanya, ia menatap bapak penjual sate itu. "Mau ayam aja, Pak."

"Oke, neng."

Dyba menggoyang-goyangkan kakinya, ia menatap sekitar. Jalanannya sepi dan banyak pohon rindang di sekitarnya. Dyba melingkarkan tangannya dengan erat di leher Sam. "Sam, dingin tau."

Sam berdecak. "Kan aku udah bilang, kamu di rumah aja."

"Gak enak, entar aku digangguin mbak kunti."

"Astaghfirullah ngomongnya, kamu lagi hamil."

"Sam ...." bisik Dyba.

"Apa lagi sayang?"

"Kayaknya aku ngidam deh."

Sam menunduk, menatap mata itu. "Apa?"

"Emm ...."

Sam mengecup pipi yang mulai chubby itu. "Apa? Bilang aja sayang."

"Satenya di bungkus satu-satu ya."

"Ha? Gimana?"

"Satu tusuk sate dibungkus pakai satu kertas nasi." Mata Sam mengerjap, otaknya seketika nge-blank.

Melihat respon Sam itu membuat Dyba berdecak. "Ih, ini pasti kamu masih gak ngeh. Maksud aku tuh jadi nanti ada seratus bungkus."

"Seriusan?" tanya Sam dengan nada tak percaya. Dan Dyba mengangguk dengan semangat untuk menjawab itu.

Sam menggaruk tengkuknya. "Pak ...."

"Iya, mas?"

Sam menatap tidak enak kepada bapak yang sedang membakar pesanan satenya. "Emm ... satenya dibungkus satu persatu ya. Maksudnya satu tusuk sate dibungkus pakai satu kertas nasi."

Bapak itu terkekeh. "Itu si eneng lagi ngidam ya?"

"Iya, Pak."

Bapak itu mengangguk, ia mulai mengambil kertas nasi dan mulai membungkus satu persatu tusuk sate. "Gak usah gak enak gitu bilangnya, gak papa kok. Saya juga biasa dapat orang hamil. Kadang-kadang ada yang bakar satenya sendiri, ada yang makan mentahan sate aja, aneh-aneh ngidamnya mas."

"Ini dia baru ngidam pertama kali, pak."

"Oalah, sehat-sehat terus deh untuk bumilnya."

Baru saja Sam akan menjawab, tetapi suara Dyba sudah mendahuluinya. "Makasih doanya pak!"

Dyba berdiri dari pangkuan Sam, ia berjalan mendekati bapak penjual sate itu. "Pak, Dy boleh makan satu satenya gak? Baunya enak, Dy jadi laper."

Bapak itu tersenyum lebar, ia mengambilkan satu tusuk sate itu kepada Dyba. "Di makan neng, makannya sambil duduk ya."

Dyba menepuk-nepuk tangannya, binar matanya bahagia. Ia mengambil sate itu kemudian berjalan ke Sam sambil meniup-niup satenya. Tanpa aba-aba Dyba dengan keras mendudukkan dirinya ke pangkuan Sam.

Sam memekik. "Sayang, penghasil susu kental manis aku masih berguna! Entar kalau kamu rusakin, kamu gak bisa rasain ini lagi."

***

Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁´◡'❁)

Jangan lupa vote and comment
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment cerita ku ♡♡

23 Desember 2020

DySam (After Marriage)  [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang