60

15.1K 1.4K 252
                                    

Tangisan Rion dari luar pintu kamar membuat gerakan Sam terhenti. Dyba tersentak, ia langsung mendorong Sam ke sofa sampingnya dan membuka pintu kamar.

Tubuh Sam menegang, ia menatap tidak percaya pisau yang ada di tangannya. Ia kemudian menatap Dyba yang sedang menggendong Rion di tengah pintu kamar. Sam mengusap kasar wajahnya, ia kalap hari ini! Melihat pisau yang ada di tangannya ia yakin, ia tengah berada di bawah emosinya sendiri.

Sam melemparkan pisau itu ke atas meja hingga menimbulkan bunyi yang membuat Dyba melihatnya sekilas. Sam menghela nafas panjang, ia memasuki kamar mandi dan menutup pintu itu dengan keras.

"Maaf ya Dy kalau gue ganggu, Rion nangis dari tadi gak bisa diem soalnya."

Dyba tersenyum tipis, ia mengangguk. "Gak papa, gue yang makasih."

Barsha menoleh ke arah kamar Dyba sebentar. "Emm, kalau gitu gue pulang dulu ya kayaknya lo sama Sam belum siap. Kalau mau titipin Rion lagi gak papa kok, gue siap."

"Iya, makasih, Sha."

Barsha meneliti wajah Dyba, rambut depan wanita itu basah. "Lo gak papa kan?"

Dyba memaksa senyumnya, ia menggeleng. "Gak papa kok. Makasih sekali lagi udah jagain Rion, maaf gue gak bisa nganterin lo ke depan."

Barsha menepuk bahu Dyba. "Santai aja, gue pulang dulu."

Dyba menutup pintu kamar dengan pelan. Dengan memeluk tubuh Rion, tubuhnya merosot di belakang pintu kamar. Dyba mencium kening Rion. "Makasih anak bunda."

Rion mendongak, tangan mungilnya naik, menyentuh pipi Dyba kemudian menepuk-nepuk pipi itu dengan pelan. "Mamama ... ngiss ...."

Dyba tersenyum, ia mengusap air mata yang sudah jatuh di pipinya. "Gak, bunda gak nangis lagi."

Dengan tubuh yang masih lemah Dyba berjalan menuju ranjang, menidurkan tubuh Rion di sampingnya dan memberikan ASI nya kepada jagoannya itu. Rion langsung berbinar, ia menyesapnya dengan semangat.

Air mata Dyba merembes, apakah sifat Sam akan keluar lagi? Sudah ada sebuah pemikiran di otaknya, tetapi ia ragu. Tapi, kalau tidak dijalankan Sam akan tetap seperti ini kepadanya.

Pintu kamar mandi yang terbuka membuat Dyba memeluk Rion dengan erat sambil memejamkan matanya. Seketika rasa takut menghampirinya, takut kalau suaminya itu masih berada di bawah kontrol emosi.

Pelukan dan hembusan nafas di telinganya membuat tubuh Dyba kaku. Tangan dan kaki Sam melingkar erat di tubuhnya, sesekali tangan lelaki itu juga mengelus tubuh Rion.

"Dy ... sumpah, maafin aku."

Dyba diam, berusaha menahan isakan yang akan keluar.

"Sayang, aku tau kamu gak tidur, maafin aku sayang. Emosi aku gak ke kontrol sayang."

Dyba membuka matanya, bukan karena ucapan Sam, tetapi karena Rion yang berhenti menghisap ASI nya. Dyba tersenyum terpaksa saat jagoannya itu menatapnya. "Apa sayang?"

"Dyba ... jangan gak peduliin aku gini."

"Emang kamu peduli sama aku? Tidak kan? Aku bilang itu sakit, emang kamu peduli?" ucap Dyba sambil tangannya bermain dengan jari-jari mungil Rion.

Sam mengepalkan tangannya, tidak boleh, ia tidak boleh dikalahkan dengan emosinya lagi. Ia mengeratkan pelukannya di tubuh Dyba, memberikan wajahnya di tengkuk Dyba. "Dy, jangan gini sama aku."

"Apa anaknya bunda? Mau main? Kita main ke rumah oma yuk!" Rion membalas ucapan Dyba itu dengan tawanya.

Dyba tersenyum, ia mencium pipi Rion dengan gemas. Ia menyikut tubuh Sam, berusaha melepaskan pelukan. "Lepas Samudera!"

DySam (After Marriage)  [Selesai]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant