29 : Tragedi Di Taman

1.6K 88 4
                                    

Pagi yang mendung, Kanaya yang masih terbaring diranjang pun mulai mengerjapkan matanya, dia merasa perutnya menjadi berat.

Owh, ternyata ada Alfino yang sedang tidur dan menjafikan perut Kanaya sebagai bantal. Sungguh tidak punya ahlak dan sopan santun.

"By, bangun! Dah pagi nih," panggil Kanaya, namun Alfino belum sama sekali bergerak apalagi membuka mata. Apa lelaki itu mati?

"Ini orang ya! Alfino! Bangun!" teriak Kanaya menggelegar, suaranya pun sampai bisa didengar sampe kepenjuru rumah sakit.

"Morning kiss dong," lirih Alfino dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Nggak ada kiss-kissan, bangun! Mandi! Habis itu kita pulang! Aku udah nggak betah lama-lama disini," jelas Kanaya sambil mengguncang-ngguncangkan tubuh Alfino.

Pada akhirnya, Alfino pun menuruti semua perintah Kanaya, dia hari ini juga harus sekolah, dan menyampaikan surat izin milik Kanaya ke kepala sekolah.

Setelah semua sudah siap, barang-barang sudah dikemasi, dan dokter juga sudah membolehkan Kanaya pulang, itu juga karna desakan dari Alfino.

Kini mereka sudah berada diperjalanan, masih pukul 6, jadi jalanan masih begitu sepi, hanya ada beberapa tukang becak, ojol, bajai, angkot yang mengantar jemput siswa siswi kesekolah dan para ibu-ibu yang hendak kepasar bayang.

"Al, aku mau Duren," celetuk Kanaya. Alfino pun membelalakkan mata, bisa-bisanya Kanaya ingin membeli Duren, mencium baunya saja dia pasti langsung muntah.

"Kamu nggak inget ya? Minggu lalu mama pernah beli Duren dan kamu nggak doyan, udahlah jangan ngadi-ngadi, mendingan kita sekarang pulang, kamu istirahat dan aku kesekolah," tegas Alfino yang dibalas anggukan malas dari Kanaya.

.
.
.
.
.
.

Kini tinggallah berdua dirumah, Kanaya dan bibi, Kanaya yang sedari tadi menonton televisi pun mulai bosan dengan aktivitasnya.

"Lo kenapa ngebosenin banget sih tel? Kenapa acara-acara yang lo tampilan itu nggak bermutu? Kenapa hah?" tanya Kanaya kepada televisi yang ia tonton, sudah seperti orang gila bikan?

Bi Rini yang melihat kekonyolan Kanaya hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala, nyonya mudanya itu memanglah lucu.

"Buk, Kanaya ke taman ya," pamit Kanaya sambil mencium tangan bi Sumi.

"Tapi non, den Alfino kan..."

"Panggil Kanaya aja ya Buk, Kanaya nggak mau ibu panggil Kanaya non, Kanaya nggak suka dipanggil non," tegas Kanaya sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.

Bi Rini yang mendengar Kanaya memanggilnya dengan sebutan Ibu pun menjadi terharu, Kanaya sudah mengingatkan dia dengan anaknya yang dikampung.

"Kamu itu seperti anak bibi, bibi jadi keinget sama dia," ujar bi Rini sambil tersenyum dan memegangi pundak Kanaya.

Kanaya menyerngitkan dahinya, ternyata bi Rini mempunyai anak, tapi kenapa anaknya tidak diajak kemari saja? Pikir Kanaya.

"Yaudah yuk ke sofa, ibu ceritain semuanya sama Kanaya ya," ajak Kanaya sambip menggandeng tangan bi Rini menuju sofa.

"Bibi itu punya anak namanya Shinta, dia itu cantik, baik, pintar, sopan, dan rendah hati seperti kamu, dia sekarang tinggal dikampung sama neneknya, dia udah nggak sekolah, sebenernya tahun ini dia lulus, tapi bibi nggak ada biaya buat masukin dia ke jenjang SMA, bibi nggak mau bawa Shinta kesini, sebenernya tuan dan nyonya mengizinkan, tapi den Alfino belum, jadi bibi nggak berani," jelas bi Rini, Kanaya hanya mengangukkan kepalanya.

Dear Alfino (END) Where stories live. Discover now