29. Talk

2.5K 377 70
                                    

Hembusan napas terdengar saat pria itu melewati mejanya begitu saja. Siska sedikit kesal karena semalam Radi benar-benar tidak datang ke rumahnya.

Walau kesal, tapi ia menjaga raut wajahnya agar tetap tersenyum. Mana mau dia keliatan jelek dimata Radi. Padahal, mau cantik sekalipun Radi gak peduli.

"Pak Radi," panggilnya berhasil membuat pria yang hendak keluar dari ruang guru itu menoleh.

"Ya, bu?" 

"Abis pelajaran pertama, nanti ke ruangan Pak Danang ya, katanya ada yang mau dibahas. Tadinya mau malem, cuma Pak Radinya gak dateng."

Radi tersenyum tipis. "Oh ya, saya minta maaf karena malem ada hal yang lebih penting, jadi saya gak bisa berkunjung."

Siska mengerutkan kening tidak suka. Jadi ada hal yang lebih penting darinya?

Jangan bilang itu Nadir. 

"Okay, gak apa-apa."

Setelah Radi pergi, Siska mengambil smartphone-nya. Mendengus kesal.

Tidak boleh orang lain, apalagi si anak ingusan semacam Nadir.  Hanya ia yang boleh sepenting itu bagi Radi.

===

"Siapa yang dateng, bokap ato nyokap?" Anggun menyikut Nadir sambil berbisik.

Nadir mendekat ke Anggun, "Si Deo," balasnya. "Lo siapa? Kakek lo?"

Anggun mendengus. "Gue udah kasih sih suratnya, tau tu orang dateng apa kagak. Mana mau dia peduli sama gue, kan?"

"Gue yakin, kakek lo peduli kok. Cuma caranya aja yang beda."

Anggun mengedikan kedua bahunya. "Lo yakin Bang Deo dateng?"

Nadir melirik jam tangannya. "Yakin dong. Gitu-gitu juga doi gak pernah ingkar janji."

Anggun berdecih. "Baru kali ini gue denger lo sebangga itu sama Abang lo. Biasanya lo kan durhaka."

"Durhaka, matamu!" sanggah Nadir sambil memukul wajah Anggun dengan buku.

"Anjir!" maki Anggun membuat beberapa teman di sekitar meja mereka melirik tajam.

Radi melirik dua orang yang sibuk ribut, sementara yang lain sedang mengerjakan tugas. Baru saja akan ia tegur, sebelum smartphone-nya bergetar. Menampilkan nama Pak Danang dengan perintahnya agar Radi ke ruangan kepala sekolah tersebut. 

Sekelebat perkiraan membuat Radi menjadi cemas. Apalagi mengingat ucapan Dasita tentang Siska yang mengetahui kedekatannya dengan Nadir, muridnya sendiri. Hal yang Radi cemas adalah bagaimana jika Siska mengadu hal itu pada Pak Danang yang juga berstatus sebagai ayah perempuan itu. 

Radi menyimpan smarthphone-nya kembali. Masih ada sepuluh menit lagi sebelum jam pelajarannya berakhir. 

Pria itu berdiri di depan kelas. Tubuh tinggi yang dibalut baju batik itu menjadi perhatian penghuni kelas. "Masih ada sepuluh menit lagi sebelum ganti jam pelajaran, tapi mohon maaf saya harus keluar lebih dulu karena ada keperluan. Unuk tugas, boleh diserahkan di pertemuan selanjutnya dengan catatan saya tidak menerima curhatan kalian. Baik tentang buku ketinggalan, buku kebasahan, atau buku hilang. Yang jelas, jika kalian ingin mendapatkan nilai maka harus mengumpulkan tugas tersebut di pertemuan selanjutnya."

Nadir menutup bukunya. "Gila kali, pertemuan selanjutnya kan besok. Yakali ni tugas beres besok!" bisik Nadir pada Anggun. 

"Percuma protes, guru kan selalu benar!" balas Anggun.

Radi mengambil absen dan barang-barangnya yang ada di meja guru. "Saya tutup kelas hari ini, see you tomorrow. Assalamualaikum."

Setelah Pak Radi keluar, Anggun menyikut Nadir. "Lo mah enak, bisa minta bantuan doi."

Sir-ius? [Completed]Where stories live. Discover now