35. Dessert

2.5K 371 85
                                    

Part ini mengandung spoiler sesuatu gaes...

Jika saja Radi mau menemui Nadir malam ini, mungkin gadis itu tidak akan ikut ke acara yang diadakan saudaranya di restoran ini

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Jika saja Radi mau menemui Nadir malam ini, mungkin gadis itu tidak akan ikut ke acara yang diadakan saudaranya di restoran ini. 

Acara makan malam keluarga dalam rangka membahas pernikahan Angga, saudara Nadir.

"Aduh!" 

Jejak kaki Nadir yang tiba-tiba berhenti membuat seseorang di belakang ikut menabrak tubuh gadis itu. 

"Maju dong, Dir. Bikin macet aja!"

Nadir berbalik, lalu menarik tubuh di belakangnya. "Lo duluan deh, Rin!"

"Kenapa sih?"

"Apanya yang kenapa?" tanya balik Nadir.

"Aneh lo!"

Nadir menggigit bibirnya, ia memilih berjalan paling akhir dari rombongan karena ia menyadari sesuatu di dalam restoran. Opsi yang terbaik menurut Nadir adalah kabur, namun gagal karena satu tangan merangkulnya.

"Heh bocah! Mata gue salah liat ya? Kok gue kaya kenal itu orang," kata Deo sambil menunjuk punggung seseorang.

"Mana?" balas Nadir pura-pura tidak tahu.

Nadir menghela napas saat perhatian Deo teralihkan karena kelakuan saudara mereka yang lain.

"Lo reservasi dimana Bang? Di atas?" 

"Di bawah, lo suka encok kan kalo ke atas," jawab Angga, si pemilik acara.

"Enak aja lo, fitnah!"

Deo ngakak. "Anjir belum kawin aja lo udah encok, Ton."

Di tengah keriuhan itu, semakin Nadir menyadari siapa di depan mereka, semakin ia ingin pergi. 

"Pak Rafi!"

Terlambat. Arah panggilan itu menjadi pusat perhatian seluruh keluarga Nadir, apalagi setelah menolehnya seorang pria ke arah mereka. 

"Lah, itu... " ucap Ibu Nadir sambil menoleh ke anak gadisnya.

Nadir menciut setelah ditatap tajam oleh Ibunya yang seakan berkata 'Liat tuh kelakuan pacarmu'.

Deo melepas rangkulan pada adiknya. "Kurang ajar!" desisnya tajam. 

Angga, orang yang mengajak mereka makan malam keluarga ini menjadi canggung. "Kenapa ya? Kok pada tegang?" tanyanya bingung. "Yaudah, itu kok tempat duduknya," lanjutnya sambil berjalan ke arah tempat yang sudah ia reservasi, yang sialnya bersampingan dengan meja orang yang memanggil Pak Rafi.

Setelah menetralkan ekspresi kagetnya, Nadir menghela napas. Mengusir kecemasan yang sedari tadi bersarang di raut wajahnya.

Merasa diperhatikan, Nadir menoleh ke sampingnya. Tubagus menatapnya datar, seakan menyampaikan ucapan 'apa Abang bilang.'

Sir-ius? [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora