28. Api yang tersulut

18 10 0
                                    

"Sebelum menutup upacara. Kita panggil ananda yang sudah berhasil membuat nama sekolah kita bangga......Juara Pertama Lomba Model atas nama Maureta Jisya Aurelia dari kelas 11 MIPA 1"

Riuh tepuk tangan memenuhi penjuru lapangan. Lengkap dengan kepala kepala yang sengaja melongok mencari keberadaan gadis bernama Maureta Jisya Aurelia di barisan MIPA 1.

Sedangkan si empunya nama tertegun lama, tidak ada sama sekali senyum terpatri di wajah cantiknya.

Bukan. Bukan tak senang.

Hanya saja. Kekhawatiran jauh lebih berkuasa.

Aryan yang sengaja berbaris di samping gadis itu, menghela napas pelan. Mengetuk pundak Jisya pelan, membuat gadis itu tersentak kemudian menatapnya.

Pemuda tampan ini tersenyum lembut, menepuk pundak gadis itu lagi. Kemudian mengayunkan kepala pelan- menyuruh untuk segera berjalan ke depan.

Gadis itu sendiri mengerjap pelan. Menarik nafas lalu menghembuskannya pelan pelan.

Memantapkan diri. Mulai mengembangkan senyum cantiknya, lalu berjalan penuh anggun menuju depan mimbar.

Diam diam Kaslam di barisan IPS dan Sinbi di bahasa meneguk ludah berat. Ingin rasanya berteriak, bahwa sahabatnya itu tak sedang baik baik.

Tapi mirisnya, tentu saja tak bisa ia lakukan.

Ketiganya tak sanggup menatap gadis berlindung topeng senyum itu di depan sana. Menundukkan pandangan adalah jalan paling baik untuk ketiganya.

•••




Koridor padat. Jisya yang hanya berjalan tanpa fokus hampir saja tenggelam di antara kerumunan orang orang yang saling berdesakan.

Tapi untungnya gadis itu langsung ditarik oleh Aryan yang sengaja berjalan di belakang gadis itu.

Pemuda ini memang sudah membayangkan akan seperti ini. Gadis yang waktu itu mengatakan bahwa ia baik baik saja, nyatanya mulai terseret ke dalam kubangan lumpur itu lagi.

Sedangkan Jisya yang ditarik tiba tiba tersentak dan refleks berbalik dengn tangan terangkat siap memukul.

"Woy Woy gue nih gue" pekik Aryan panik saat melihat Jisya.

Gadis itu menghela napas, menyentakkan tangan Aryan kesal. "Kenapa sih. Bikin kaget aja" ujarnya kesal.

Aryan mendelik, "Heh kalau bukan gue, Lo udah keinjek tuh tadi di sana. Jalan kok gak fokus. Butuh Aqua, yaudah ke kantin" pemuda ini malah balas mengomel. Lalu tanpa persetujuan menarik lengan gadis itu ke arah kantin.

"Eit Eit Eit enak aja langsung narik. Gue capek. Pengen duduk, cepetan ah" kata Jisya bertambah kesal.

Lalu tanpa kata berjalan kembali ke arah tangga menuju koridor lantai dua, meninggalkan Aryan yang masih berdiri cengo sebab ditinggalinya.

Pemuda itu mencibir kesal, "Dasar dugong. Gue tolongin juga. Lain kali sekalian gue jorokin noh anak deh. AH TAU AH MALES GUE" gerutunya lalu berbalik ikut melangkah ke arah tangga.





















"YAN... ARYAAAAN WOI CEPAT WOI DARURAT"

Aryan yang baru saja menaiki tangga mendongak bingung. Pemuda ini berbalik, tersenyum pamit pada lawan bicaranya dari anak tangga. Ia lalu menatap Juan yang memanggilnya dengan raut panik. "Kenapa?"

Juan di atas sana terlihat menghela napas berat, "LO!!! CEPETAN. JISYA TUH JISYA"

Seketika Aryan menegang. Rasa panik langsung menjalar di sekujur tubuhnya. Ia kemudian berlari di anak tangga, bahkan langkahnya menaiki dua anak tangga sekaligus.




"PERGIIIIIII"





Aryan yang sudah berada di depan pintu kelasnya tersentak. Ia tertegun melihat sahabatnya yang sudah penuh dengan air mata. Disampingnya, Yena menenangkannya takut takut.

"LO!!" Amarah pemuda tampan ini muncul seketika. Menatap pemuda yang hanya berdiri memandang liris pada Jisya.

Aryan mempercepat langkahnya. Jantung nya berdegup kencang, mempertanyakan kenapa pemuda itu harus berada disini. Kembali menyiram luka dengan alkohol.

"Jangan ikut campur Yan"

Pemuda itu berbalik. Menatap Aryan dengan mata menantang.

Aryan melotot, tersulut emosi. "Kenapa Lo datang kesini Ha?! Pergi Lo!"

"Jangan ikut campur. Ini urusan gue sama Jisya"

"Pergi. Jangan bikin gue marah."

"Kenapa?" Pemuda itu menantang. Ia menatap Jisya, menarik sudut bibir membentuk seringaian. "Kenapa gue harus pergi? Dan..... Lo tau Sya? Kenapa dulu Lo dibully dan dikatain?"

"ITU KARENA LO BODOH DAN PANTAS BUAT DIKATAIN. LO.... TERLALU NAIF SYA"

"BRENGSEK"

Para cewek menjerit.

Dan pemuda itu terdorong mundur sampai akhirnya terjatuh.

Atmosfer kelas memberat. Semua tercengang. Menatap pemuda bergaris wajah lembut itu tiba tiba berlari dan menonjok pemuda kingkong ini.

Eno melongos kesal, menunduk tepat di samping pemuda itu.

"Pergi" bisiknya tepat di telinga pemuda itu.

Hem.

Iya benar. Bukan Aryan. Tapi pemuda bernama Alveno Bagaskara yang tiba tiba tersulut emosi lantas berlari dari bangkunya menonjok pemuda ini.








•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••




MarigoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang