25. Tak Waras Semua

24 10 0
                                    

Hari Senin pagi, yang tak seperti biasanya. Jisya sudah berada di sekolah dari jam setengah enam.

Bahkan gadis ini yang biasanya berangkat bareng Aryan atau bersama ketiga sahabatnya itu. Kini berangkat sendiri diantar oleh orang tuanya. 

Tentu saja. Karena hari ini gadis itu akan mengikuti lomba modelnya. Latihan gladi bersih dan penentuan set baju dan make up-nya membuat gadis cantik ini datang ke sekolah awal sekali.

Pak satpam saja masih memakai sarung dan baju singlet saat berlari dari rumahnya di samping sekolah untuk membukakan pagar.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Sekolah sudah ramai, beberapa bahkan sudah berbaris acak menunggu upacara yang memang akan dimulai pada pukul tujuh.

Tentu saja Jisya tak ikut. Kini gadis itu bahkan sudah berdiri di tempat parkir bersama guru dan peserta lomba lain.

"JISYAAA"

Sang empunya nama berbalik. Matanya seketika membesar melihat teman kelasnya di gedung MIPA berkumpul di koridor lantai dua,  menatapnya sambil melambai riang.

Beberapa bahkan berlari dari atas turun ke bawah. Tangga sudah rusuh, menjadi koridor lantai satu juga ikutan rusuh.

Jisya menganga saat Yena, Juyu, dan Hanin sudah berada di depannya. Bersiap memeluknya, namun tak jadi karena Miss Ana tiba tiba muncul menghalangi para gadis itu dengan berdiri diantara mereka dan Jisya.

Miss Ana melotot, "Jangan. Berani. Sentuh. Jisya. Ini aja guru guru sibuk ngurus gimana supaya mobil muat dan Jisya gak kesentuh" katanya penuh ancaman serta keluhan.

"Ha?"

Para gadis itu langsung menganga tak percaya. Sedangkan Jisya yang berada di belakang Miss Ana juga mengerut alis.

Memangnya dia mengidap Androphobia?

Sentuh dikit langsung bacok. Gitu?

Atau memangnya dia kenapa? Sampai gak boleh kesentuh segala.

"Eunggg....saya emang kenapa Miss?" Tanya Jisya linglung. Yena, Juyu, dan Hanin tanpa sadar mengangguk menyetujui pertanyaan Jisya.

Miss Ana memutar bola mata malas, mendesah pelan. "Ini Jisya udah di rias. Nanti tatanannya rusak, gimana sih" kata Miss Ana jadi sebal.

Lah?

Kasihan juga sih sebenarnya. Pusing banget kayaknya karena terlalu lama berangkat. Bagaimana tidak, tatanan orang orang di dalamnya aja disusun pake repot banget. Jadinya kan lama.

"Ha Ha Ha HaHaHaHa Ok Miss Ok"

Yena yang pertama merespon. Gadis itu tertawa tak tertawa. Menatap Miss Ana tak percaya.

Melambai pada Jisya, lalu pamit pada Miss Ana. Kemudian selanjutnya beranjak pergi tak lupa menarik kedua gadis yang bersamanya tadi- yang tentu masih bengong.

Jisya di belakang Miss Ana pelan pelan mengela napas. Gini banget hidupnya.

Penuh orang orang gak waras keknya deh.

•••













"Huwaaaah Mr. Tolong ijinin saya Mr. Saya janji balik lagi kok, cuma mau nganter teman saya Mr. Plisss"

Sinbi sudah meringis sambil merengek di depan meja guru matematika nya ini.

Tapi tak ada respon berarti, Mr. Bambang bahkan sepertinya memang tak berniat merespon. Hanya duduk mengkhayal sambil mengelus dagu.

Gadis bermata bulat ini tak habis pikir, bagaimana juga jurusannya masih belajar matematika. Padahal ia sudah menetapkan jurusannya ini dalam tujuannya sejak kelas delapan SMP karena merasa tak kuat dengan matematika, fisika dan kimia.

Tapi sudahlah. Dunia ini memang kejam.

Tetap saja ia dihadapkan oleh mapel itu. Dan disinilah ia sekarang, berdiri memohon agar dibebaskan sebentar dari tugas yang harus dikerjanya di depan guru matematika nya ini sebagai sanksi nilai ulangan terendah.

"Loh Sinbi, kenapa?" Miss Lia yang baru saja masuk di ruang guru menyerngut heran melihat gadis ini terus merengek meminta ijin pada manusi- ehm.... sebenarnya lebih cocok dibilang patung sih.

Guru fisika ini menyeringai, cepat cepat menghilangkan pikiran ngaconya terhadap guru matematika itu.

Sinbi berbalik lemas, menatap Miss Lia sambil memohon. "Saya mau ketemu sama Jisya sebelum dia pergi lomba Miss" kata gadis itu dengan nada mengadu. "Tapi Mr. Bambang dari tadi gak ngomo---"

"Loh. Jisya nya baru aja pergi Sin"

"HA!?"

Terdengar pergerakan sekaligus bunyi aura aneh dari meja guru matematika itu. "Pfftttt..."

Kompak wajah wajah di ruang guru langsung berbalik ke arah meja guru matematika SMA FLAWLESS ini.

Bersamaan juga dengan raut wajahnya yang kembali datar, Mr. Bambang berdehem kencang mengembalikan raut.

Sinbi sendiri sudah jatuh terduduk di lantai. Putus asa. Apalagi ia yakin tadi tidak salah dengar, patung killer itu tadi meledeknya dengan tertawa tertahan.

Aish

Sinbi sangat kesal.

Dengan bersungut, gadis itu beranjak pergi. Memakai topi yang sedari tadi dipegangnya lalu berjalan sebal ke lapangan.

Bodo amat sama tugas sialan itu.

Bodo amat.

Aish. Biar saja ia pergi tanpa pamit.

Terserah.

Menghela napas keras, gadis bermata bundar itu menghentakkan kaki sambil tak berhenti mendumel tak jelas karena sebal.



•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


•••

MarigoldOn viuen les histories. Descobreix ara