13. Apenih?

46 17 2
                                    

Jisya melompat kecil, memperbaiki ransel di pundaknya. Gadis yang memakai hoodie berwarna kuning ngejreng itu bersungut pelan, barang bawaannya banyak sekali. Ransel besar, kantongan plastik berisi bantal dan kasur mininya, juga tugas makanan ringan nya, serta beberapa Tupperware berisi makanan yang disatukan dalam kantong plastik lagi.

"Hoi hansaplast"

Gadis ini berbalik, melihat pemuda tengil brdiri di samping tersenyum mengejek dengan menepuk nepuk pelan tas bawaannya.

"Woi Aryan Kambeeeeng bantuin anjir" protes Jisya kesal, ketika pemuda itu melenggang pergi.

Aryan berlagak tuli, melewati Jisya dengan ransel jumbonya dan  dua kantong plastik besar tergelatak di tanah.

"Aryan, gue aduin ke bokap gue Lo ya!" Teriak Jisya kesal.

Namun Aryan memang tak berencana membantunya. Malah pemuda itu sudah duduk santai di samping bus bersama yang lain.

Jisya melongos, melihat pasrah dua kantongan plastik di depannya.  Mulai menyiapkan tenaga, menunduk ingin mengambil dua kantongan itu.

"Gue bantuin?"

Suara seseorang di belakangnya, membuat Jisya kaget dan refleks memekik kecil.

"Eh? Eno? AAA BOLEH LAH BOLEH BANGET"

Eno tersenyum tipis, menunduk mengambil dua kantong plastik itu. Kemudian mengajak Jisya berjalan menuju bus.

"Gak boleh senyum. Plis jangan plis. Gue butuh kerja sama Lo ya pipi sayang, jangan senyum ok?" rutuk Jisya dalam hati, ia memukul pipinya pelan sambil sesekali memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam.

"Jisya?"

"AAAA APA"

"Eh?"

Jisya meringis. Memukul kepala. Dasar malu maluin. "Kenapa No?"

"Diangkat ke mana nih? Langsung ke bagasi atau ada yang mau di taruh di bawah kaki nanti?" Jelas Eno

"Emm... Yang isinya bantal itu langsung ke bagasi. Kentongan makanan sama Tupperware ini taruh di samping bus aja, nanti diangkat naik ke bus deh" kata Jisya sambil tersenyum tipis.

Eno juga tersenyum tipis membalas. Tak sadar saling membalas tatapan selama beberapa detik sampai masing masing merasa tersengat aliran darahnya sendiri.

Jisya berdehem canggung, melihat ke sembarang arah. Lalu tanpa melihat Eno, ia mengambil kantong plastik Tupperware dari tangan pemuda itu, kemudian melenggang pergi setelah mengucap terima kasih.

Eno yang melihat kepergian gadis itu tersenyum samar. Baru tau, jika rasanya akan semenyenangkan ini bersama gadis itu, meskipun sekedar membantu barang bawaan saja.

Tapi.... Rasanya tuh....
Memang semenyenangkan ini.

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•••

"Ini?" Tanya Aryan dibalas anggukan Jisya.

Aryan pun kembali menutup resleting tas gadis itu, kemudian mengembalikannya kembali pada bagasi bus yang tepat diatas kepala.

"Lagian gak pusing lo? Main hape gitu" tanya Aryan lagi.

Jisya memakai kaca mata anti radiasi yang tadi diberikan Aryan. Gadis itu menggeleng pelan, lalu dengan cuek mulai membuka wattpad.  

Bus mulai ribut dan gaduh, nyanyian- eits. Bukan. Teriakan yang mereka namai nyanyian sudah mengalahkan suara lagu asli yang diputar.

Yena yang duduk di belakang Jisya, berdiri perlahan. Mengetuk kepala gadis itu membuat sang empunya mengaduh dan berbalik refleks.

"Apaan Ha?" Tanya Jisya garang.

Yena meringis, menunjuk Risya disebelahnya yang sudah tak terkontrol. Sangat larut dalam suasana konser bus saat ini.

"Lo gak ikut nyanyi?" Tanya Yena pada akhirnya.

Karena gadis yang memakai kaca mata bulat anti radiasi ini biasanya sangat hiperaktif. Menyanyi alias teriak kedok nyanyi juga adalah hobinya. Lagipun, suaranya sebenarnya tak kalah bagus dengan Risya. Malah semasa PLS dulu, kakak kelas dari ekskul band sempat menawarinya untuk bergabung. Hanya saja, kata Jisya. Model adalah impiannya.

Jisya mencabut earphone nya. Ia menggeleng pelan. "Gak deh, gue kemaren dapat bacaan di WP. Dahlah keren abis. Dan gue targetin, sebelum sampai di sana. Gue harus tamatin nih cerita dulu kalau gak mau kegantung" balasnya kemudian menghadap depan kembali.

"Jisya. Oi"

Baru mau memasang earphone kembali. Suara dari kursi deret sebelah dan sejajar dari kursinya membuat gadis cantik ini berbalik. Candra terlihat sedikit panik. "Makanan ada? Atau Snack? Ah bukan, biskuit lah yang wafer gitu"

Jisya menyerngit. "Laper Lo?"

Candra menggeleng sambil memukul dahinya pelan. "Ini Juan. Gak enak badan. Kata emak gue, sebelum kejadian apa apa. Suruh makan aja, jadi fokusnya ke makanan" jelas pemuda itu.

"Juan? Kenapa lo?" Tanya Jisya sambil berbalik menghadap pemuda di ujung jendela yang bersandar dengan mata tertutup.

"Cepetan nying" umpat Candra karena gadis ini malah bertanya, bukannya langsung memberikan yang diminta Candra.

Jisya menggaruk kepala tak gatal. Lalu menunduk tepat di bawah kakinya tadi. Mencari wafer apa yang kira kira cocok dengan pemuda itu.

"Nih nih" kata gadis itu sambil menyerahkan berbagai macam wafer.

Juyu yang duduk di depan kursi Candra memukul kepala. "He goblok. Nih orang sakit perut ege. Kasi minyak kayu putih aja" umpat gadis itu pada Candra.

Eno yang berada di baris paling depan, cekatan berdiri membawa minyak kayu putih.

Bertepatan dengan Candra yang ingin membuka tutup botol minyak kayu putih itu, Aryan langsung refleks menutupnya kembali.

"Bentar bentar. Jisya gak suka bau nya" kata pemuda itu dengan tangan sibuk memakaikan masker gadis cantik di sebelahnya.

Setelah terikat rapat. Pemuda itu berbalik, "Udah. Pake gih" katanya lagi.

Suasana di dalam bus berubah begitu saja. Semuanya menatap pemuda dan gadis cantik itu bergantian.

Sedangkan gadis itu, cuek saja. Juga tak sadar, jika pemuda yang masih berdiri tadi menatapnya dengan pandangan susah diartikan.

 Juga tak sadar, jika pemuda yang masih berdiri tadi menatapnya dengan pandangan susah diartikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

MarigoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang