📍 [8 . sin 30° × 3] Suasana Aneh

56 8 51
                                    

AKU BENCI SUASANA ANEH INI.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"Permisi." Sebuah suara membuatku menoleh ke arah pintu di sebelah kananku. Seketika itu pula, entah mengapa amarah mulai menguasai diriku.

"Ya," jawab beberapa orang yang ada di ruang tamu rumah Nandini saat ini, termasuk Fikay dan Ghina. Namun, aku hanya diam saja. Entah mengapa, ketika ada suasana duka dalam benakku, lalu aku melihat lelaki yang kini mulai duduk dengan santai di hadapanku, rasanya amarah mulai meletup-letup. Aku pun tak tahu hal apa pada dirinya yang membuat suasana hatiku menjadi ambruk seketika.

"Saya datang ke sini sebagai perwakilan dari OSIS-MPK SMA J ingin menyerahkan ini kepada tante dan sekeluarga. Semua ini dari siswa-siswi SMA J. Tidak semuanya bisa ikut datang melayat ke sini, karena saat ini masih ada kegiatan belajar mengajar. Jadi, hanya beberapa siswa saja yang diutus kepala sekolah untuk datang ke sini, yaitu saya dan teman-teman saya ini. Ah, ya, sebelumnya perkenalkan, nama saya Nando," ujar lelaki yang mengaku bernama Nando itu. Ya, dia adalah Fernando, si Fernan yang selalu merusak mood-ku. Entah mengapa, melihatnya saat ini seolah memantik percikan amarah di dalam diriku. Apalagi dia datang ketika aku dalam suasana sedih dan berduka atas meninggalnya Nandini.

Aku baru sadar, bahwa Fernan tak sendirian ke sini. Dia datang bersama beberapa pengurus OSIS-MPK yang lainnya.

"Ini memang tidak seberapa, tapi semoga bisa membantu tante. Tolong diterima, ya." Tangan putih Fernan terulur pada Tante Tyas. Dengan perlahan, tangan wanita paruh baya itu bergetar menerima pemberian Nando.

"Terima kasih banyak, ya, Nak. Ini saja sudah benar-benar membantu. Kedatangan kalian pun juga menghibur tante. Tante minta doanya, ya, supaya Nandini bisa pergi dengan tenang. Sekarang, tante sedang berusaha untuk mengikhlaskan Dini," ujar Tante Tyas disertai isak tangisnya. Fernan pun mengangguk setelah mendengar penuturan Tante Tyas.

"Iya, Tante. Sama-sama. Tante yang sabar, ya."

Aku mengarahkan pandanganku ke Ghina dan Fikay. Mereka berdua pun terdiam menatap Fernan yang berinteraksi dengan Tante Tyas. Ya, hanya Nando saja perwakilan pengurus OSIS-MPK yang berbicara pada mama Nandini itu, sedangkan beberapa pengurus yang lain pun ikut diam. Mereka tak berbicara walau hanya sepatah kata.

Kalau kami, memang sudah izin untuk melayat ke rumah Nandini. Tentu saja aku memintanya dari papaku yang tak lain dan tak bukan adalah kepala yayasan SMA J.

"Oh, ya. Tante sampai lupa dari tadi, belum menyuguhkan minuman buat kamu sama teman-temanmu. Tante buatin minuman buat kalian sekalian juga buat Nak Nando dan teman-temannya, ya." Tante Tyas yang baru saja berbicara padaku, langsung saja beranjak dari posisi duduknya. Ya, sejak tadi memang Tante Tyas tidak menyuguhkan apa-apa pada kami. Di ruang tamu ini, camilan pun tak ada. Jujur saja, sejak tadi aku merasa haus, tapi mana mungkin aku meminta minuman begitu saja pada Tante Tyas yang tengah berduka karena kehilangan anaknya?

"Nggak usah repot-repot, Tante." Aku spontan terkejut setelah mengucapkan kalimat itu. Bukan karena kalimatnya, tapi aku secara tak sengaja mengucapkan kalimat itu bersamaan dengan Fernan.

Sontak, suasana mulai menjadi terasa aneh. Tante Tyas menatap kami berdua dengan pandangan menggoda. Melihat hal itu, teman-temanku yang ada di ruang tamu ini pun ikut menatap kami dengan tatapan menggoda.

Sial, mengapa pipiku terasa panas. Argh ... bukankah aku tadi marah dengan Fernan? Mengapa aku jadi merasa malu begini, bahkan debaran jantungku rasanya mulai mengencang. Sial sial sial!

Ketika Tante Tyas sudah mulai tak terlihat, seorang lelaki bermata agak sipit mulai memudarkan tatapan menggodanya. Dapat kulihat, mulut lelaki itu mulai mendekati telinga kanan Nando.

"Please, kamu nggak usah ikutan malu kayak cewek itu. Malu-maluin tau, cewek itu nggak banget sama kamu."

Double sial. Lelaki ini benar-benar tak berbakat dalam berbisik, ya? Suaranya lumayan keras hingga aku dapat mendengar ucapannya. Ingin aku membalas ucapan lelaki bernama Satya Radimas itu, tapi aku sadar diri. Ini rumah Nandini, bukan sekolah. Apalagi di sini sedang dalam suasana berduka.

Sedangkan Fernan, ia tentu saja spontan menjauh dari Satya. Tatapannya menyiratkan bahwa dirinya kesal dengan bisikan Satya tadi.

"Emang kamu pikir aku bakal malu-malu kucing gitu setelah nggak sengaja ngomong barengan sama dia? Jadinya malah malu-maluin sendiri, ‘ntar. Kamu nggak ngomong, aku juga nggak bakal malu kayak gitu kali."

Lelaki ini ... benar-benar! Sudah kubilang, kan, kalau Fernan itu selalu merusak suasana hati dan memercik amarahku. Memangnya dia pikir aku bakal malu juga gitu. Idih, amit-amit. Dapat kurasakan, lengan kananku disenggol. Rupanya, Ghina yang melakukannya.

"Apa?" tanyaku sambil mengangkat sebelah alisku. Namun, yang ditanya justru menyengir tidak jelas, sedangkan Fikay yang ada di sebelah kanan Ghina pun ikut tersenyum tidak jelas. Setelah itu, mereka mengarahkan tatapan ke depan. Sial, ternyata mereka menggodaku lagi dengan Fernan. Dan sialnya, mengapa rasa malu itu tiba-tiba saja hadir lagi?

Oh, semesta. Aku benci suasana aneh ini.

Sedangkan di seberangku, dapat kulihat lelaki itu justru memberikan smirk yang paling tak kusuka. Haishhh ....

💭💭💭

Haiii haloo. Wkwk, Fel kayaknya falling in lop lagi sama Fernando, nih.

Kayak gitu lah kurang lebih smirknya Nando

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kayak gitu lah kurang lebih smirknya Nando. Hihi, masa Fel nggak suka dikasih senyum cem gitu? Kalo aku mah, melting duluan wkwkwk.

As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Have a nice day.

©Surabaya, 24 November 2020

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

©Surabaya, 24 November 2020

Revenge After MOSWhere stories live. Discover now