📍 INTERLUDE: Sudut Tersembunyi

35 6 40
                                    

TIDAK AKAN ADA KEJAHATAN YANG SELAMANYA TERTUTUPI. BANGKAI YANG DISEMBUNYIKAN, PASTI AKAN TERCIUM BAUNYA.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"Perkiraan penyebab kematiannya karena korban kehilangan banyak darah dari tusukan di perutnya ini," ujar seorang lelaki berjas putih yang kini sedang jongkok di sebelah tubuh Fikay.

"Buat lebih jelasnya, kita periksa di lab saja." Perempuan yang juga berjas putih di samping lelaki yang sedang berbicara itu hanya mengangguk-angguk saja mendengar ucapan rekannya.

"Lalu, bagaimana dengan barang buktinya. Apakah ada sesuatu yang mungkin saja ditinggalkan oleh pelaku, Dokter Artha?" Seorang lelaki yang berusia kisaran kepala dua, tampak mendekati dua dokter yang tengah memeriksa mayat Fikay.

"Tidak, Briptu Fero. Kami sudah mengecek sekitar dan tidak ada tanda-tanda pelaku meninggalkan jejak. Ini sudah dipastikan, kan, kalau tempat ini tidak disentuh oleh siapapun?" tanya Artha memastikan.

"Para guru dan staf sekolah ini sudah memastikan tidak ada yang merusak TKP. Katanya, mereka terus menjaga TKP sampai kita datang." Artha pun mengangguk-angguk mendengar penjelasan Fero.

"Sepertinya si pelaku cukup cerdas menyembunyikan kejahatannya. Benar-benar tak terlihat tanda ataupun jejaknya di sekitar sini."

"Tapi, tidak akan ada kejahatan yang selamanya tertutupi. Bangkai yang disembunyikan, pasti akan tercium baunya," sangkal gadis berjas putih yang ada di samping Dokter Artha itu, Dokter Citra.

"Iya, aku tau. Dan hal ini juga cukup membuktikan kalau korban ini dibunuh, bukan bunuh diri." Pernyataan dari rekannya itu sontak membuat Citra mengerutkan dahinya dengan heran.

"Kau ini bagaimana, sih? Sudah tentu dia dibunuh!" Artha pun menggeleng-gelengkan kepalanya lelah. Citra ini merupakan juniornya, tetapi gadis itu dari dulu sampai saat ini sama sekali tidak ada keinginan untuk berbicara sopan kepada seniornya, yang tak lain dan tak bukan adalah Artha sendiri. Artha sebenarnya tidak masalah dengan hal itu. Hanya saja, di keadaan genting seperti ini, lelaki itu kesal juga dengan kelakuan juniornya yang selalu mengajaknya debat.

"Dokter Citra, bisa saja, kan, korban ini bunuh diri, seandainya ada pisau di sini. Hanya saja, kenyataannya tidak ada pisau maupun benda tajam di sini. Makanya aku bilang, hal ini membuktikan kalau korban dibunuh, bukan bunuh diri," ujar Dokter Artha lembut dengan senyum yang dipaksakan.

"Makanya tadi aku bilang kalau dia sudah tentu dibunuh! Benar, kan?" Oke, untuk kesekian kalinya, Artha harus mengalah. Semakin dia meladeni juniornya ini, maka hal itu tak akan ada habisnya. Yang ada, ia pasti terlihat kekanakan karena tidak mau kalah dengan gadis di depannya ini.

Saat mengalihkan perhatiannya dari Citra, Artha melihat sesuatu yang cukup menarik di matanya. Sontak ia langsung berdiri dan menghampiri Fero yang saat ini tengah berbincang dengan rekannya.

"Briptu Fero." Merasa terpanggil, lelaki bernama Fero itu pun menoleh dengan tatapan bertanya. Tanpa mengucapkan banyak kata, Artha langsung memandang sesuatu yang menarik perhatiannya tadi dan memajukan dagunya, seolah ingin menunjukkan hal itu pada Fero. Lelaki berpangkat Brigadir Polisi Satu itu pun paham dengan apa yang dimaksud oleh Artha.

"Aku tau. Nanti kami akan mengurusnya. Tapi, aku tetap berterimakasih karena kau sudah memberi tau." Dokter ganteng itu pun tersenyum manis. Sangat manis, yang membuat Citra terpana sesaat tanpa Artha sadari.

Revenge After MOSWhere stories live. Discover now