📍 [√([log100 × 12]² + 10²)] Berontak

20 4 0
                                    

SAY GOODBYE TO THE WORLD.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"J—jadi ... Alicia itu adikmu?" Saat ini, sapu tangan yang membekap mulutku mulai dilepas Ghina. Katanya, dia ingin memberiku kesempatan untuk berbicara.

Aku benar-benar tak menyangka bahwa gadis yang selama ini menjadi target utamaku dalam melakukan eksekusi adalah adik dari Ghina.

Sebab, yang aku tau dari Ghina adalah orang tua gadis itu yang berpisah karena dia hanya tinggal bersama papanya dan dia sering merasa kesepian. Makanya saat bersahabat dengan aku, Nandini, juga Fikay, dia terlihat happy. Sebab, Ghina pernah mengungkapkan bahwa dirinya merasa senang dan tidak merasa kesepian lagi saat bersama kami. Tidak pernah terlintas di pikiranku bahwa Ghina memiliki adik. Sama sekali tidak.

Plot twist yang sangat twist. Bahkan, sampai sekarang aku masih merasa syok menerima semua keadaan ini.

Pantas saja aku merasa ada yang aneh pada Alicia. Masih ingat, kan, dulu saat Alicia sering menatap ke arahku dengan pandangan aneh? Terlebih lagi saat dia usai ku-eksekusi. Sepertinya aku terlalu gede rasa dan mengira tatapan itu untukku, sebab tatapan aneh yang pernah Alicia tunjukkan waktu itu sepertinya ditujukan untuk Ghina. Seperti tatapan penuh dendam.

Jadi, tak salah, kan, kalau aku sempat mengira Alicia adalah dalang di balik semua kejadian ini?

Apalagi, Ghina sempat bercerita, kalau hubungan adik-kakak mereka mulai merenggang sejak orangtuanya berpisah. Alicia sendiri terlihat membenci Ghina karena tak mau tinggal dengannya. Dan Alicia semakin membenci Ghina saat tau kakaknya ini bersahabat denganku.

Tak hanya Alicia, Ghina pun sering menunjukkan reaksi aneh jika berhubungan dengan eksekusi pada Alicia. Ia selalu berusaha menghentikan aksi eksekusi-ku itu. Namun, sedikit pun aku tak menaruh curiga pada Ghina. Kupikir itu karena dia merasa iba saja, atau merasa takut dengan surat teror itu, sehingga dia ingin cari aman.

Dan satu lagi. Pantas aku mengenali tulisan di surat teror tersebut. Rupanya, itu adalah tulisan tangan Ghina sendiri, teman sebangkuku. Namun, sekali lagi, aku sama sekali tak menaruh curiga pada Ghina. Dan berusaha untuk tidak melakukannya.

Akan tetapi, sekarang ... semua sudah terungkap jelas. Sekarang, aku sangat menyesali seluruh perbuatanku pada Alicia selama ini. Andai Ghina sejak awal memberi tau bahwa Alicia adalah adiknya, pasti semua ini tak akan terjadi. Pasti aku tak akan melakukan eksekusi pada adiknya.

Dan pastinya juga, aku masih bisa hidup dengan tenang saat ini. Bukan terancam akan tewas dengan mengenaskan.

Mana aku tau kalau Alicia punya hubungan darah dengan Ghina? Apalagi, wajah mereka tidak terlihat terlalu mirip, sehingga aku pikir mereka adalah dua orang yang tak saling kenal.

Penyesalan memang selalu datang di belakang.

Sejujurnya, alasanku menjadikan Alicia sebagai target utama dalam melakukan eksekusi adalah karena gadis itu bisa saja mengancam posisiku. Dia tampak disenangi banyak orang, dan hal itu sama sekali tak aku suka. Setidaknya dengan aku melakukan eksekusi pada Alicia, tak ada yang berani mendekatinya. Bukankah semuanya segan padaku—kecuali Nando, Dika, dan Satya. Tentu saja.

"Kau sudah mengetahui semuanya, kan? Dan sekarang, bersiaplah untuk menerima dendam dari Alicia dan menyusul Nandini juga Fikay. Oh, ya. Jangan lupa sampaikan salamku pada mereka, ya?" Tubuhku bergetar saat mendengar ucapan Ghina.

"Jika kau bingung, mengapa aku begitu tega dengan sahabat sendiri. Hei, akan kujelaskan padamu. Bagiku, kesehatan mental Alicia jauh lebih penting daripada dirimu. Jujur, aku sudah muak dengan semua kelakuanmu. Sudah berulang kali aku bilang untuk menghentikan aksimu, tapi kau masih keras kepala. Padahal, kalau kau mau berubah, pasti saat ini kau masih hidup tenang." Setelah itu, pisau di genggamannya mulai terangkat dan terlihat akan menghunus ke arahku.

Air mataku mulai tak terbendung. Aku benar-benar takut. Sangat! Tidak ada cara bagaimana bisa kabur dari sini. Ghina masih saja memegang pundakku. Alhasil, aku berusaha untuk terlihat berontak, padahal tanganku bergerak menggesekkan tali pada benda tajam di belakang.

"Jangan banyak gerak. Diam!" Namun, aku tak mendengarkannya. Aku masih fokus berontak dan berusaha melepas tali ini. Sial, kenapa susah sekali lepasnya?

Karena terlalu fokus, aku tak sadar pisau di genggaman Ghina mulai terhunus padaku. Refleks, aku bergeser ke samping. Pisau itu meleset dan tidak mengenai dadaku. Namun, sialnya, justru mengenai pundakku.

Argh ... rasanya sakit dan perih. Belum lagi rasa perih di pergelangan tanganku ini belum hilang akibat beberapa kali tergores benda tajam di belakang saat berusaha melepaskan tali ini. Semakin lama, mataku mulai berkunang-kunang. Tidak, aku harus tetap membuka mata kalau masih ingin hidup.

Sepertinya Ghina kesal karena tusukannya meleset. Dia benar-benar liar menghunuskan pisaunya ke aku. Dan aku berhasil menghindar, meski pundakku berkali-kali terkena goresan. Tolong, ini sangat menyakitkan. Rasanya aku tak kuat menahan seluruh rasa sakit yang ada di tubuhku.

Alhasil, aku diam tak berkutik saat Ghina mengarahkan lagi pisaunya, tepat di perutku. Namun, gerakannya terhenti saat terdengar suara gebrakan. Ghina spontan menoleh ke sumber suara.

Kesempatan bagus.

Memang tenagaku lemah, tapi tak disangka, saat kuhantam leher Ghina dengan siku, mendadak saja gadis itu limbung. Berusaha memanfaatkan kesempatan, aku langsung mengesot, berusaha pergi dari sini.

Akan tetapi, usahaku gagal saat Ghina dengan cepat mencengkeram lenganku. Badanku benar-benar lemah. Ditambah lagi, Ghina telah mengunci posisiku. Saat ini posisiku telentang dan Ghina berada di atasku. Ia tampak tersenyum miring sembari mengangkat pisau.

"Say goodbye to the world."

💭💭💭

Fel bisa kabur nggak, ya? 😱

As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Have a nice day.

©Surabaya, 4 Februari 2021

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

©Surabaya, 4 Februari 2021

Revenge After MOSWhere stories live. Discover now