📍 [(³log243)²] Trapped

27 7 27
                                    

PENYESALAN MEMANG SELALU DATANG DI BELAKANG.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

Argh ... kepalaku rasanya pusing sekali saat mulai merasakan cahaya lagi setelah sedari tadi hanya melihat kegelapan.

Sesaat perasaan bingung mulai menerpa, mengapa diriku bisa berada di tempat ini? Aku berusaha mengaduk-aduk memori yang ada di otak untuk mengetahui hal apa yang telah terjadi sebelumnya hingga aku berada di sini sekarang. Namun, sial, aku tak berhasil mengingatnya.

Bahkan, tangan dan kakiku sudah dalam keadaan terikat dengan tali yang sepertinya berbahan kasar, sehingga saat menggerakkan kaki dan tanganku, rasanya sakit sekali. Bahkan mulutku pun dibekap dengan sapu tangan. Jujur, aku merasa kesal sebab sejak tadi kepalaku rasanya sangat pusing. Terutama di bagian belakang.

Tunggu dulu ... tiba-tiba sebuah memori langsung menyeruak tanpa permisi.

Pikiranku tanpa diperintah mulai menyelami kejadian waktu lalu sebelum aku duduk di sini seperti orang yang melas dengan keadaan tubuh yang tidak kalah melas-nya. Semua tayangan pada saat itu terus-menerus menerjang pikiranku dan ... voila. Aku dapat menyimpulkan apa yang membuatku berada di bangunan menyeramkan ini.

Sial, aku langsung teringat. Saat itu, hanya aku dan Ghina yang berada di rumah ini. Ya, sepertinya ini adalah salah satu ruangan di rumah kosong yang baru saja kumasuki tadi. Jika hanya aku dan Ghina yang berada di rumah ini, apakah berarti ... Ghina menjebakku?

Benar-benar sial. Pikiranku menjadi negatif dan terus berprasangka buruk pada Ghina. Seketika itu pula, aku langsung teringat dengan kematian Nandini dan Fikay. Apa arti semua ini? Mengapa ia menjebakku? Atau jangan-jangan ... Ghina sendiri adalah dalang dari semua kejadian ini?

Ah, aku tidak perlu memikirkan hal itu. Yang terpenting, bagaimana caranya aku bisa keluar dari sini. Sial, sepertinya tasku diambil oleh orang yang telah menjebakku. Aku sama sekali tak bisa membuka tali yang terikat di tangan dan kaki. Benar-benar buntu rasanya. Aku tak tau apa yang harus kulakukan untuk kabur dari sini.

Di saat mulai menyerah dan pasrah dengan kematian yang semakin mendekat, entah mengapa netraku mengarah pada sesuatu di belakang saat tanganku tadi tidak sengaja tergores oleh benda tajam.

Spontan, kugesekkan tali ini pada benda tajam di belakang. Entahlah, aku tak tahu benda apa itu. Yang pasti benda itu sangat membantuku untuk segera melepaskan diri sebelum orang tersebut datang. Aku tak tau di mana orang itu saat ini, tapi aku tak peduli karena melepaskan tali jauh lebih penting.

Tali ini sepertinya memiliki bahan yang cukup tebal. Sulit sekali untuk melepaskannya. Bahkan tanganku yang mulus ini terpaksa harus terluka. Tidak! Aku tidak boleh menyerah. Meskipun darah mulai menetes dari tanganku, aku tak boleh menyerah.

Tap ....

Tap ....

Tap ....

Mampus, aku mulai mendengar suara langkah kaki yang sontak menghentikan aktivitas menggesekkan tali ini pada benda tajam di belakangku. Apakah itu suara langkah orang yang menjebakku? Sial, sial, sial. Kenapa tali ini rasanya sulit sekali untuk diputus. Argh ... tali ini benar-benar membuatku frustasi setengah mati.

Ayolah, cepat. Aku masih ingin hidup. Aku tidak mau tewas dengan mengenaskan. Bodoh amat dengan tujuanku untuk menemui si peneror secara langsung, karena aku masih ingin hidup. Semua alat perlindungan diriku pun diambil. Bagaimana aku bisa bertahan? Kabur memang satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri.

Lama-lama kepalaku rasanya semakin pusing. Apa mungkin karena banyak darah yang keluar dari tanganku? Ahhh ... badanku rasanya remuk semua. Untuk bergerak saja benar-benar lemah.

Brak ....

Mataku terbelalak saat pintu ruangan ini terbuka. Ditambah lagi, ketika melihat sosok gadis yang sangat kukenali mulai berjalan mendekat dengan pisau di tangannya.

Sial, aku tidak ingin tewas dengan mengenaskan.

“Kau sudah bangun, Fel?” Setelah bertanya seperti itu, Ghina tersenyum miring. Sangat berbeda dengan Ghina yang kukenal selama ini. Mengapa ia terlihat kejam? Sebenarnya, aku ingin menolak kenyataan bahwa Ghina yang melakukan ini semua. Namun, sikapnya barusan membuatku 100% yakin, dia yang meneror aku, Nandini, dan Fikay. Bahkan, mungkin saja dia yang membunuh dua sahabatku yang malang itu.

Aku ingin berbicara, tetapi mulutku dibekap oleh sapu tangan sialan ini. Entah sudah berapa kali aku ngomong ‘sial', karena nasibku benar-benar sial saat ini.

“Maaf, kalau aku tidak memberimu kesempatan berbicara. Karena, ini saatnya aku ingin berbicara padamu. Semuanya akan kuungkapkan padamu tanpa terkecuali. Supaya kau bisa sedikit merasa lega sebelum ....” Perlahan ia mendekat padaku. Tentu saja, aku berusaha mundur. Namun, sia-sia karena Ghina dengan cekat menahan bahuku. “... kau menjemput kematianmu.”

Salivaku tercekat saat mendengar ucapan Ghina barusan.

Mendadak aku menyesal karena telah membuang surat-surat teror yang pernah kudapatkan itu. Andai aku tidak menganggap remeh surat tersebut dan menyerahkannya pada polisi, pasti kelakuan Ghina bisa lebih cepat terendus. Aku pun menyesal karena telah menuruti kemauan Ghina untuk tidak meminta pihak polisi mengawasi kami.

Ya, penyesalan memang selalu datang di belakang.

💭💭💭

Ada yang pernah nebak atau pernah ngira kalau Ghina pelakunya? Huahhh asli, aku nulis ini tuh deg-degan rasanya 😭 Buat motif kenapa Ghina tega membunuh sahabatnya sendiri, ada di next chapter. Tungguin, yaaa.

As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Have a nice day.

©Surabaya, 1 Februari 2021

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

©Surabaya, 1 Februari 2021

Revenge After MOSWhere stories live. Discover now