📍 [5(sin30°+cos60°)] Ada yang Merasa Bersalah? ✓

72 10 31
                                    

TIDAK ADA YANG MERASA BERSALAH?

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"Tinggal kelas ini yang belum. Ayo masuk." Langsung saja kami tim kedisiplinan MOS berjalan ke kelas terakhir yang belum kami geledah. Gugus Prunus apetala (ceri) yang merupakan gugus kesembilan.

Brak!

Suara pintu yang dibuka kasar sontak membuat para peserta MOS serta pengurus gugus Prunus apetala terdiam. Mereka semua memandang kami takut-takut. Yeah, mungkin hanya peserta MOS ini saja yang takut sedangkan pengurus gugus ini hanya pura-pura ketakutan—dan kuyakini, pasti sebentar lagi mereka akan menangis setelah kami bentak-bentak. Sebab, kami para pengurus MOS memiliki rencana untuk membuat drama selama seminggu. Tentu saja aku setuju. Melihat wajah lugu mereka yang ketakutan dapat memberikan kesenangan tersendiri untukku.

Namun, jangan pikir aku murni mengikuti skenario itu, karena aku akan memberikan sedikit improvisasi pada drama ini. Lihat saja nanti.

"Ada yang membawa barang di luar ketentuan?" teriak Nandini yang suaranya memang sangat menggelegar. Namun, semua masih terdiam.

"Kalau ada yang membawa barang di luar ketentuan, silakan maju!" lanjut Fikay dengan suara cempreng sambil membawa kameranya.

"Tidak ada yang merasa bersalah?" Itu adalah suara Ghina yang biasanya kalem kini menjadi terdengar sadis.

"Yang hari ini merasa bersalah, sekali lagi, silakan maju." Kali ini suara si Fernan yang sok-sokan menggunakan nada mengintimidasi.

Beberapa dari mereka pun mulai maju. Pastinya dengan wajah yang menunduk malu. Tentu saja, siapa yang tidak malu jika ketahuan bersalah? Kecuali jika orang tersebut hatinya sangat keras.

"Sudah? Tidak ada yang merasa bersalah lagi?" Yang bersuara kali ini adalah Dean.

"Baiklah, karena tidak ada yang maju lagi, silakan kalian yang tidak maju keluarkan semua barang kalian yang ada di tas. Semua tanpa terkecuali," lanjut Dean. Para peserta MOS pun menurut pada titah lelaki itu. Setelah mereka mengeluarkan barang-barang sesuai perintah Dean, beberapa dari kami berkeliling untuk menggeledah tas mereka. Memangnya kami akan percaya begitu saja kalau mereka sudah mengeluarkan semua barang yang ada di tas sesuai perintah?

"Ini apa?!" Sontak semua pandangan mengarah padaku dan gadis itu. Sedangkan dia yang ada di hadapanku saat ini hanya menunduk.

"Ini apa? Ditanya kok diam saja."

"P—pensil, Kak," lirihnya.

"Kamu tahu, kan, pensil yang harus dibawa itu berapa?"

"Iya, Kak." Gadis itu masih saja menunduk.

“Berapa?!” bentakku lagi yang membuat tubuh gadis tersebut tampak gemetar.

“S—satu, Kak,” jawabnya dengan ragu.

“Terus, kenapa malah bawa dua? Nggak baca tata tertibnya, ya? Atau nggak peduli sama tata tertibnya?” Hening, adik kelas yang ada di hadapanku ini masih bergeming.

"Tunggu apa lagi? Maju!" teriakku pada gadis itu.

"Tadi ditanya ada yang merasa bersalah atau tidak kok malah nggak maju." Kali ini Fikay yang mencibir.

"Wah, ada sisir, nih. Ada bedak juga. Mau buka salon di sini, ya?" Dari arah lain, terdengar suara Nandini yang menggelegar. Sedangkan gadis yang dibentak Nandini tampak menunduk.

Revenge After MOSWhere stories live. Discover now