📍 [4(sin30°) × ²log32] Terkejut

54 7 46
                                    

DAN KEDUA MATAKU MEMBULAT SAAT MELIHAT SESUATU DI POJOK RUANGAN INI.

~~~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"Kamu kenapa, Fel?" Aku masih saja terbungkam setelah membaca isi kertas yang kutemukan tadi. Meski mendengar pertanyaan Fikay, aku masih tetap diam. Terkejut, tentu saja. Bahkan, bibirku rasanya bergetar.

Dalam diam, kusodorkan kertas yang kutemukan tadi ke arah Fikay dan Ghina. Setelah mata mereka berdua menjelajahi isi kertas itu, reaksi Ghina dan Fikay tak jauh beda dengan reaksiku. Terkejut.

Dear, Revina Nandini.

Di antara kau dan ketiga temanmu yang tidak memiliki hati itu, hanya dirimu yang masih belum mendapatkan surat. Ya, surat dariku.

Tentu kau penasaran, kan, kenapa hanya dirimu yang tidak mendapatkan surat itu? Kau justru semakin ketakutan, kan, karena hanya dirimu yang belum kukirim surat ini? Yeah, jangan bohong padaku, Revina. Aku bisa melihat dari raut wajahmu yang penuh dengan kecemasan itu, meski kau berusaha untuk menutupinya pada siapapun, termasuk pada ketiga sahabatmu itu. Akan tetapi, aku bisa menangkapnya.

Dan itu memang sengaja kulakukan.

Mengapa aku melakukan hal itu? Jika kau penasaran, bisa mengunjungi alamat yang kulampirkan di bawah ini. Kau pasti ingin tahu, kan, siapa aku? Dan mengapa aku mengirim surat dan pesan-pesan seperti ini pada ketiga temanmu?

Yeah, aku tunggu kehadiranmu.

Ah, satu lagi. Jangan coba-coba untuk mengajak sahabat-sahabatmu yang tak tahu diri itu. Satu pun, jangan kau ajak. Hanya kau seorang. Sendirian.

Jika kau tetap nekat membawa sahabatmu, kau tak akan pernah menemukan jawabannya.

Tertanda.

Dari aku, untukmu.

"A-apa ini?" Spontan Ghina terbata-bata seusai membaca surat itu. Tulisannya pun buruk sekali, sama seperti surat yang aku dan Ghina dapatkan waktu itu.

"Apa ini surat teror dari orang yang sama?" tanya Fikay dengan dahi yang mulai mengerut. Jujur, pikiranku buntu saat ini.

Di tengah pikiran yang mulai tak karuan itu, tiba-tiba aku merasakan ada hawa dingin menyusup tengkuk. Fikay dan Ghina masih saja asyik menyelami isi surat itu. Sedangkan aku, mulai merasakan hal aneh. Hingga ... sebuah tepukan mendarat di pundakku. Spontan aku menoleh ke belakang.

"Eh, kalian kok masih di luar? Ayo masuk!" Astaga, ada apa denganku ini? Kenapa mendadak diriku menjadi parno? Untung saja tadi aku tidak berteriak.

Kami bertiga pun berjalan masuk ke rumah Nandini. Setelah dipersilakan duduk, Tante Tyas—mama Nandini—mulai beranjak masuk. Sedangkan kami bertiga, masih saja terdiam. Saat Tante Tyas datang membawakan tiga buah gelas berembun yang berisi es teh, di saat itulah, sebuah pertanyaan terlontar dari bibirku.

"Tante, Nandini masih belum pulang, ya?"

Raut wajah Tante Tyas sontak meredup saat mendengar pertanyaanku. Rasa bersalah langsung saja mulai menyusup batinku, sial.

"Belum, Nak. Tante berniat akan buat laporan ke kantor polisi malam nanti kalau dia masih belum pulang. Tapi, semoga saja Nandini cepat pulang," harap mama Nandini sambil menundukkan kepala. Kami pun spontan ikut menunduk. Namun, itu hanya sekejap, sebab aku langsung mengangkat kepalaku lagi.

Revenge After MOSजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें