3

107 8 15
                                    

Korn menikmati kopinya, menunggu Win menyelesaikan jam kerja saat seorang pria paruh baya masuk ke kafe menuju counter, bicara pada Win lalu duduk tak jauh dari tempatnya berada.

Tak lama kemudian Win menyajikan minuman padanya dan duduk didepan pria itu.

"Ada perlu apa paman sampai ingin bertemu denganku disini?"

"Win, paman berniat melamar ibumu, namun sebelum itu paman ingin mempertemukan keluarga paman dengan kalian, jadi paman mengundangmu dan ibumu untuk makan malam bersama akhir pekan ini."

"Apa paman sudah bicara dengan ibu?"

Paman itu mengangguk, "Ya, paman sudah bicara dengan ibumu."

"Apa ibu juga mengatakan hal tentangku?"

Paman tersenyum, "Ya, paman sudah tahu tentangmu. Ibumu bilang, bagimu ibumu juga adalah ayahmu jadi kau tak membutuhkan ayah yang lain. Paman tidak akan memaksa, paman tidak akan membuatmu tidak nyaman. Kau bisa memperlakukan paman dan keluarga paman seperti biasa. Dan paman harap meski hanya sekali saja, kita bisa berkumpul bersama."

Win mengangguk, "Baiklah paman. Saya hanya berharap paman dan keluarga paman bisa terus memperlakukan ibu saya dengan baik."

"Tentu saja, kau tak perlu khawatir, paman pasti menjaga ibumu dengan baik."

Win tersenyum, "Terimakasih paman."

"Paman juga mengucapkan terimakasih, kau sudah mempercayai paman." Paman itu membalas senyuman Win.

Paman itu berbincang dengan Win untuk beberapa saat lalu menyelesaikan kopinya, sebelum akhirnya berpamitan.

Win tengah membereskan gelas di meja saat Korn berceletuk.

"Begitu mudah menerima paman itu, bahkan tak keberatan menyerahkan ibunya, tapi kenapa begitu sulit menerimaku?"

Win melotot padanya, "Betapa bagusnya sopan santunmu menguping pembicaraan orang."

"Telingaku cukup normal untuk mendengar dengan jarak sedekat ini. Kalianlah yang bicara seolah pake toa."

"Sialan!"

"Win, mungkin kau perlu cek tht."

"Kenapa?"

"Apa kau mendengarnya?" Korn berjalan mendekati Win.

Win mendorong Korn. "Tak ada yang bisa ku dengar, dan menjauhlah dariku Korn!"

"Dengan jarak kita sedekat ini kau bahkan masih tak bisa mendengar degup jantungku untukmu." Korn kembali ke kursinya.

"Brengsek! Kau membuatku ingin muntah!" Tak lagi ingin menanggapi Korn, Win segera meninggalkannya.

Selesai Win kerja, Korn  memaksa mengantar Win belanja keperluan renangnya di toko perlengkapan olahraga dalam sebuah mall. Di perjalanan suara notifikasi dari ponselnya berbunyi dan tak kunjung berhenti, hal ini sangat mengganggunya karena lalu lintas yang padat mengharuskannya fokus pada kemudinya. Korn mengambil ponsel dari kantongnya, melihatnya sekilas lalu melemparnya pada Win.

"Win, simpan nomermu."

"Tak ada."

Korn menoleh padanya, "Apa maksudmu tak ada?"

"Aku tak menggunakan ponsel, kalaupun ada aku tak akan membaginya denganmu."

"Huhh...Kau serius? Bagaimana kau berhubungan dengan orang lain?" Korn terkejut mendengar jawaban Win. Ia sangat heran bagaimana mungkin saat orang kebanyakan bergantung bahkan kecanduan dengan gadgetnya tapi masih ada orang yang tak menggunakannya.

Remahan CrackersWhere stories live. Discover now