CHAPTER 5

489 120 19
                                    


~Π~

Musim Semi, New York,
United States 2018. 

Kring...

Kring....kring...

Suara Weker terus berdering,  membangunkan seseorang yang sedang bergelung di dalam selimut hangat. Matanya setia terpejam, enggan terbuka. Padahal tubuhnya masih sangat lelah dengan aktivitas kemarin tetapi sekarang ia harus bangun lagi untuk menyambut pagi ini.

Mara memaksakan tubuhnya untuk terbangun. Berjalan menuju kamar mandi yang hanya terpaut 2 langkah dari tempat tidur. Sekujur tubuhnya terasa ngilu.

Gadis itu mengusap embun yang menutup cermin. Menampakkan pantulan wajahnya

Mara terdiam sembari bertumpu pada wastafel. Menatap tampilan dirinya sejenak.

Ada sebuah lingkaran hitam tercetak jelas di bawah mata. Wajahnya kian menirus dan tubuhnya semakin kurus. Ia juga memangkas pendek rambutnya sampai bahu dikarenakan menganggu aktivitas.

Gadis itu mengikat rambut pendeknya. Mengambil sikat gigi dan memulai aktivitas pagi dengan membersihkan diri.

3 bulan telah berlalu semenjak dirinya  menginjakkan kaki di Negeri Paman Sam tersebut. Mara mengejar impiannya dan meninggalkan segalanya. Sebuah keputusan yang cukup nekat. Selama 3 bulan itu pula hidupnya benar-benar berubah. Berubah seutuhnya. Mulai dari penampilan, lifestyle hingga kesehatan. Sekarang tidak ada lagi yang akan memperhatikan kondisinya selain dirinya sendiri.

Mara sepenuhnya bergantung kepada dirinya saja. Gadis itu menggadaikan segalanya.
Mulai dari berbohong kepada kedua orangtua sampai repot-repot kabur ke Negeri Orang bermodal Keberanian.

Uang tabungan yang selama ini ia simpan semuanya habis digunakan untuk membiayai perkuliahannya yang tidak murah. Sementara, perhiasan-perhiasan miliknya ia jual untuk bisa berteduh di dalam sepetak kamar apartement di daerah paling pinggir kota untuk beberapa bulan kedepan. Oleh karena itu dia harus bekerja serabutan pagi dan malam demi untuk menutupi biaya hidup.

Pagi-pagi sekali dirinya sudah bangun untuk mengantar surat kabar, lalu pergi kuliah, setelah itu bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran keluarga dan sorenya bekerja sebagai pelayan Cafe hingga malam hari.  Sedangkan sabtu-minggu ia pergunakan untuk mengambil Job sebagai Babysitter. Tidak ada satu hari pun yang ia biarkan kosong ataupun terlewat sia-sia. Setiap kesempatan ia gunakan untuk menghasilkan pundi-pundi uang agar bisa bertahan hidup.

Harga sebuah kebebasan memang tidak pernah bisa dibayar murah.

Hidupnya dulu tidak mudah dan kini tidak akan lebih mudah. Bahkan dia sempat shock berat selama beberapa minggu karena semua tekanan hidup ini. Dia harus mencari uang sendiri, merawat dirinya sendiri, bertanggung jawab akan dirinya sendiri yang dibarengi dengan misi mengejar cita-cita.

Masa transisi itu membuat mentalnya sempat down untuk sesaat, tetapi seburuk apapun jalan di depan ia tidak akan menyesal. Tidak boleh menyesal. Karena ini adalah pilihannya. Itulah yang memotivasinya selama ini.

Mara kini sudah siap. Ia memakai mantel dan sebuah Boot yang membungkus kaki, rambutnya juga sudah di kuncir rapih. Gadis itu hendak bergegas pergi, namun langkahnya terhenti.

Ia sempat terdiam di ambang pintu untuk melihat sekali lagi kamar yang selama 3 bulan ini ia tinggali. Ruangan bercat putih berukuran 3 x 4 itu dilengkapi dengan sebuah balkon kecil, kamar mandi, kamar tidur merangkap dapur serta sebuah lukisan-lukisan artistik miliknya  yang sengaja ia pajang di dinding kamar sebagai penyemangat.

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Where stories live. Discover now