CHAPTER 2

556 124 12
                                    


~Π~

Suara sendok dan garpu yang beradu-berbunyi nyaring di ruangan berplafon tinggi tersebut. Di meja makan luas dengan perkakas perak, duduk 4 orang keluarga kecil yang sedang menikmati hidangan malam mereka dengan khidmat.

Mulyawan duduk di kepala meja, Helni di samping kanan dan putra sulungnya di kiri. Sementara Mara, anak bungsunya seperti biasa mengambil posisi duduk di samping Hendry yang memang sudah di desaign seperti itu.
  
Sudah hampir 5 bulan keluarga kecil itu bersama. Tidak ada yang berubah dari hubungan ke-empatnya. Ibu Mara masih sangat harmonis dengan ayah tirinya, seolah mereka berdua memiliki dunia sendiri. Di lain sisi, Hendry sibuk dengan kuliahnya. Dia berniat untuk cepat-cepat menamatkan S1 yang ia kenyam di Universitas Negeri paling ternama di Indonesia. Sedang, Mara sebentar lagi akan melakukan Ujian Nasional. Semuanya memiliki kesibukannya masing-masing.

"Ada yang ingin ayah bicarakan," Mulyawan membuka suara. Semua langsung berhenti sejenak dan mendengarkan dengan seksama-ucapan yang setara dengan titah-dari sang kepala keluarga tersebut.

"Ayah dan Ibu sudah memutuskan dimana Mara akan melanjutkan SMP kelak."

Mara yang mendengar namanya disebut mulai menajamkan pendengaran.

"Kami berdua sudah putuskan bahwa kamu akan kami daftarkan di salah satu swasta favorit yang menjadi kandidat kami. Kami juga sudah menetapkan dimana SMA kamu setelah lulus dari SMP serta Universitas yang akan kamu masuki nanti."

Mara kini menatap kedua orang tuanya. Baik Mulyawan dan Helni saling melempar pandang sambil tersenyum.

"Kamu akan masuk Bussiness School dan kelak kamu akan membantu kakak kamu, Hendry di perusahaan Ayah."

Prang...

Perkakas makan yang dipegang Hendry seketika terjatuh di atas piring. Menimbulkan suara yang cukup nyaring.

Semua kaget, begitu pun Mara. Dia baru saja terkejut dengan kata-kata ayahnya dan kini ia dikagetkan dengan mimik wajah pria di sampingnya yang tak kalah shock dengannya.

Dari samping Mara bisa melihat ekspresi garang yang tertahan di wajah pria itu.

Bussiness school? Mengelola perusahaan?

Itu adalah hal baru baginya. Tidak pernah terpikir olehnya memiliki cita-cita seperti itu. Dan lagi! kelak ia akan dipersiapkan untuk membantu Hendry mengurus perusahaan Mulyawan?

Tunggu... Dengan Hendry?

Mara seketika langsung teringat sesuatu. Sepertinya kini pertanyaannya terjawab sudah.

Pada akhirnya orang tuanya menginginkannya untuk menjadi sempurna seperti Hendry. Mereka ingin dirinya untuk memiliki pencapaian sama seperti apa yang telah diraih Hendry. Kesuksesan Hendry kelak adalah patokan kesuksesannya juga.

Itu berarti dia harus menempuh perjalanan seperti yang pernah Hendry tempuh untuk bisa berada di titik ini.

Dan tandanya Hendry akan semakin membencinya karena ia memiliki privilage yang sama untuk ikut andil dalam perusahaan ayahnya nanti.

Tapi bukan itu yang menjadi masalah utamanya! Melainkan hal lain. Hal yang lebih personal untuk diri Mara.

Yaitu, kebebasan untuk memiliki sebuah cita-cita. Karena masa depan dan kesuksesannya sudah ditentukan oleh orang tua nya.

"Aku juga ingin mengatakan sesuatu pada kalian," umum Hendry tiba-tiba. Dia mengumpulkan keberanian.

Semua tertuju padanya kini.

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Where stories live. Discover now