CHAPTER 14

439 100 34
                                    


~Π~

"Jika bukan karena dirimu...

Aku pasti tidak akan sudi turun ke dalam air yang dingin ini."

Mata Mara terbuka, terbangun dari tidurnya. Peluh mengaliri pelipis. Ia mendudukkan diri, menyandar di kepala ranjang sambil memegangi dahi.

Lagi-lagi mimpi itu muncul lagi, namun kali ini semakin jelas. Itu adalah kenangan masa kecil yang bercampur dengan halusinasi.

Gadis itu melirik ke Nakas disamping, dimana terpajang Bola Musik kesayangannya dan sebuah Vas Bunga berisi Hydrangea Merah Muda-pemberian Ratna-yang mulai melayu serta Ponsel miliknya.

Ia meraih Ponsel tersebut. Mengecek waktu yang ternyata baru memasuki tengah malam. Dia tidur terlalu awal tadi dan sekarang kantuknya telah hilang.

Mara merasakan tenggorokkannya yang kering. Ia pun turun dari tempat tidur. Berjalan ke arah pintu menuju Kitchen Room, berniat mengambil segelas air.

Saat dirinya hendak melewati Living Room, dia dikagetkan dengan pemandangan Hendry yang sedang tertidur pulas di depan Laptop dengan kepala terkulai di atas meja, dikelilingi oleh tumpukkan berkas.

Mara sempat ragu untuk berjalan mendekat. Ia takut jika kalau Pria itu terbangun karena kehadirannya. Hendry pasti akan sangat tidak menyukainya. Pikir Mara merasa bimbang.

Sebenarnya ini bukan kali pertama ia mendapati Pria itu tertidur disana. Tapi ini adalah yang pertama ia memberanikan diri untuk menghampirinya.

Walau hubungan mereka tidaklah baik, tapi tetap saja Mara merasa simpati jika dihadapkan pada moment seperti ini.

Gadis itu masuk kembali ke dalam kamar dan keluar sambil membawa selimut. Dengan perlahan sekali ia berjalan mendekat, lalu menyampirkan selimut tersebut menutupi tubuh Hendry yang sedang tertidur pulas.

Setelah Pria itu memutuskan untuk menetap di Penthouse, semua pekerjaan kantor pun turut serta ia bawa bersamanya. Hendry adalah tipe Pemimpin yang tidak bisa melimpahkan seluruh urusan kepada bawahannya, disamping karena ia terlalu perfeksionis, pria itu juga tidak percaya kepada orang lain seratus persen. Hal itu lah yang membuat beban pekerjaannya menjadi dua kali lipat dari orang lain, karena ia selalu mengecek kembali satu-persatu dokumen yang dikerjakan oleh para bawahannya. Dia tidak mau jika ada satu pun yang luput dari Matanya. Apapun itu.

Semuanya paham dan sadar, bahwa Hendry adalah aset terbesar di dalam Keluarga Besar Tjo Soekotjo. Bisa dibilang, Pria itulah 'Jantung' dari Soekotjo Group. He is The Core. Dan kelak di masa depan, dialah yang akan memimpin seluruh Perusahaan milik Keluarga Besar, menggantikan posisi Mulyawan saat ini.

Mara yakin bahwa banyak dari sanak keluarga yang iri dengan Hendry dan ingin menggeser kedudukkannya, tapi semua itu tetaplah sia-sia karena biar bagaimana pun hampir seluruh Saham dan aset Soekotjo Group telah dibeli oleh Mulyawan dan di kelola olehnya yang mana membuat posisinya semakin kuat dan tak tergeserkan di dalam Keluarga Besar. Dan pada akhirnya suatu saat nanti, semua kepemilikkan milik Mulyawan akan jatuh ke tangan Hendry, membuat Sang Putera Mahkota otomatis Naik Takhta menjadi Raja.

Kelak, saat hari itu tiba..

Mara yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di antara Keluarga itu. Dan itu adalah hari yang sangat ia nanti-nantikan. Lagipula, eksistensinya juga tak begitu penting, ada atau tidak ada dirinya pun tidak akan merubah apa-apa, pikirnya menarik kesimpulan.

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Where stories live. Discover now