11. Lemah

2.1K 143 1
                                    

Weekend ini Rendy habiskan di rumah. Sekarang Rendy sedang berada di pinggir kolam renang, ia tidak berniat berenang hanya ingin menikmati sejuknya udara di pagi hari. Kaki nya masuk kedalam kolam hanya setengahnya saja.

Matanya terpejam, memikirkan kapan ia akan merasakan Kehangatan seperti dulu lagi? Kapan ia akan merasakan bermain di taman belakang? Kapan ia akan merasakan pelukan hangat mereka lagi? Dan masih banyak pertanyaan yang ingin ia ungkapkan.

Ingin sekali ia membuat mereka sadar bahwa ia juga butuh mereka, bukan butuh barang-barang mewah seperti yang mereka pikirkan.

"Ma, pa, Rendy rindu kalian yang dulu."

"Bisakah kita seperti dulu lagi?"

"Apa bisa Rendy merasakan apa itu kumpul di ruang keluarga, saat Rendy sudah dewasa seperti sekarang? Rendy harap Rendy bisa merasakan itu."

"Ma, nggak kangen main sama Rendy?"

"Pa, Rendy kangen candaan papa."

Pemuda itu mendongak menghalau air mata yang kapan saja akan menetes. Rasa nya sesak jika mengingat bahwa sekarang mereka sangat jauh dari nya.

Sibuk di kantor dengan berkas-berkas. Ah ralat bukan kantor yang berada di dalam kota yang sama. Mereka selalu jauh darinya entah itu di luar kota atau luar negri.

Seseorang yang berada di balik tembok yang tak jauh dari pemuda itu, menahan mati-matian air matanya. Rendy yang mereka kenal tegar dan banyak tingkah itu sebenernya tidak setegar yang kita lihat, pemuda itu melakukan hal tersebut hanya untuk menutupi kesedihannya saja.

Pemuda itu lebih suka membuat orang-orang di sekitarnya bahagia dari pada kebahagiaannya sendiri. itu yang dapat ia tangkap dari sifat Rendy selama ini. Pemuda itu tak segan-segan membantu orang-orang disekitarnya. Tetapi seakan takdir tak pernah berpihak padanya. Keinginannya yang sederhana itu sangat sulit untuk di wujudkan.

***

Rendy merasa getaran di ponselnya, pemuda itu mengambil ponsel di sakunya dan melihat disitu tertera nama kevin. Ada apa dia menelfon nya malam-malam, tidak biasanya. Rendy menekan tombol berwarna hijau dan terhubung.

"Rendy! lo dimana?" Tanya Kevin di sebrang sana. Tumben sekali kevin menanyakan keberadaanya, pikir Rendy.

"Kenapa?" Rendy menjawab dengan suara yang serak dan membuat kevin di sebrang sana berpikir keras.

"Suara lo kok serak."

"Tenggorokan gue lagi nggak enak, lo kenapa telepon gue."

"Ah iya, lo dimana? kita udah di tempat balapan."

"Ngapain?"

"Astaghfirullah kamu ini berdosa banget, kita disini jualan nasi uduk! Dan lo nggak ngebantuin, parah sih.

"Ngapain lo jualan nasi uduk?" Temannya itu sudah gila ya?? Kenapa mereka jualan nasi uduk di tempat balapan. kenapa tidak di pinggir jalan saja.

"Kekurangan duit gue!"

"Ya nggaklah!! lo lupa kalo sekarang balapan." Lanjut kevin diseberang sana. Mereka kesal kenapa otak Rendy jadi lola begini.

"Emang kita balapan?" Tanya Rendy polos sambil memiringkan kepalanya mencoba mengingat, memang ia bilang mau balapan ya??.
Sungguh menggemaskan jadi pengin bawa pulang.

"Rendy jangan bercanda lo, ini kita udah di sirkuit nya. lo dimana sekarang?" Rendy berpikir kerasa memang iya ya?

Setelah bergelut dengan pikirannya dan Rendy ingat sekarang ia balapan.

"Oke gue otw." Setelah mengucapkan itu Rendy memutuskan sambungannya. Membuat kevin di sebrang sana mendelik sebal, ia yang menelfon malah dimatikan dan tanpa persetujuannya pula.

***

Sesampainya di sana Rendy langsung menuju kearah sahabatnya berada. Rendy menepuk punggung kevin dan membuat nya menoleh. Dapat dilihat muka kevin yang sudah memerah ingin meledak.

"Wah muka lo merah abis make yang buat pipi-pipi itu ya?"

"Bcd!."

"Apaan bcd?"

"Bacod pake d."

"Udah sana, lo udah di tungguin."

"Slow mas bro, gue ke sana." Mereka mengangguk.

"Lo bakalan kalah kali ini!." Ucap lawan. Ya mereka sudah beberapa kali balapan dan selalu Rendy yang menang membuat lawannya itu mendelik tak suka.

"Liat aja nanti." Sahutnya.

"1... 2... 3...GO!" Perempuan berpakaian seksi melempar bendera kotak kotak berwarna hitam dan putih menandakan mulainya balapan malam ini. Banyak orang yang menyemangati Rendy, bahkan banyak dari mereka yang berteriak kesetanan.

Diawal Rendy yang memimpin balapan tetapi di pertengahan tiba-tiba pandangannya memburam dan kepalanya pun pening membuatnya tidak terlalu fokus akan balapan kali ini.

Rendy menggelengkan kepalanya berharap pening dan pandangannya yang memburam akan mereda. Dan ia bersyukur setelah beberapa menit pandangannya sudah mulai kembali walaupun tidak terlalu jelas.

Rendy langsung menancap gas saat garis finish sudah didepan mata dan Rendy berhasil lagi, lagi dan lagi.

"Jadi orang jangan sombong, di atas langit masih ada langit." Sindir Rendy membuat lawannya hampir melayangkan tinjuan, untung Rendy berhasil mengelak.

"Terima kekalahan lo. Orang pengecut yang nggak menerima kekalahan. Gue yakin, lain kali lo pasti bisa ngalahin gue, cukup lo lebih banyak berusaha. Ah iya cepetan ya takut nggak ada waktu."

Setelah mengucapkan itu dan mengambil amplop yang dipegang lawan, Rendy langsung pergi terlalu malas meladeni orang seperti itu.

***

Sesampainya di rumah Rendy langsung berjalan ke sisi ranjang. Rendy memeluk kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya di sana.

"Ma, Rendy nggak kuat, Rendy butuh kalian disini."

Inilah sisi buruk Rendy, ia akan terlihat lemah. Ia ingin berkumpul bersama disini. Dirinya ingin seperti dulu lagi tetapi mereka sulit untuk mewujudkan itu.

"Argh!" Rendy menjambak rambutnya bahkan terdapat beberapa helai rambut yang rontok saking kerasnya Rendy menjambak.

Lemah!

Kata yang cocok untuk menggambarkan dirinya. Rendy itu lemah, tidak seperti remaja di luaran sana. Seperti ini saja dirinya serasa ingin menyerah. Mungkin jika ada mereka Rendy tidak akan selemah ini. Mungkin.

Akhir-akhir ini Rendy sering sekali merasakan pening, mual, mimisan dan sebagainya. Tetapi menurutnya yang lebih dominan itu pening yang seakan tiada hari tanpa singgah dan semakin hari semakin sakit.

Rendy terus saja menjambak rambutnya, bahkan ia sampai memukul bagian kepalanya yang terasa sakit. Rendy menutup mulutnya saat sesuatu mendesak meminta dikeluarkan.

Ia langsung berjalan menuju kamar mandi dan memuntahkan semuanya di closet. Perutnya terasa sangat sakit sekarang. Setelah selesai Ia bersandar di dinding kamar mandi dan selanjutnya Rendy terduduk di lantai.

"Ma, Rendy takut. Rendy butuh mama di samping Rendy."

"Pa, apa papa nggak peduli lagi sama Rendy? Kenapa kalian selalu ninggalin Rendy sendiri disini?"

Ia tidak bodoh untuk ini, dan ia tau bahwa tubuhnya tidak sesehat dulu. Rendy takut sungguh, Ia belum siap menerimanya tapi Rendy berdoa semoga apa yang ia pikiran tidak benar.

***

I'M OKEWhere stories live. Discover now