30. Sadar

1.4K 131 11
                                    

Pagi yang cerah itu tidak membuat hati seorang wanita paruh baya yang sedang duduk di samping ranjang tersebut tenang. Sebab sampai malam hari ini Rendy belum juga membuka matanya. Dokter zira memberitahunya bahwa Rendy memerlukan istirahat yang cukup.

Bi ijah menggenggam tangan Rendy yang terasa dingin itu. Mencoba memberikan Rendy sebuah kehangatan. Dalam diam bi ijah memandangi wajah Rendy yang pucat pasi. Bibir yang biasanya selalu mengoceh banyak hal padanya kini tertutup rapat. Mata yang selalu memandangnya hangat sekarang terpejam erat.

"Aden mau bibi buatin puding mangga? Ayo bangun biar bibi buatin puding mangganya walaupun bukan nyonya yang buat, bibi bakalan buatin nggak kalah enak sama buatan nyonya." Ya, Rendy sangat suka puding mangga. Dulu, dulu sekali Dira selalu membuatkan Rendy puding mangga. Rendy adalah pencinta mangga dengan segala olahannya.

"Habis aden pulang dari rumah sakit bibi bakalan langsung buatin puding mangga buat aden. Jadi, aden cepet sembuh ya."

Bi ijah mengelus rambut Rendy yang terasa lepek itu. Selalu saja dirinya ingin memberikan Rendy sebuah kehangatan. Andai dirinya punya keberanian untuk menyadarkan kedua orang tua Rendy tapi sayang ia tidak mempunyai keberanian yang besar.

Bi ijah hanya takut dirinya di pecat karena terlalu ikut campur urusan keluarga mereka. Bi ijah tidak mau jauh dari Rendy, anak yang selama ini ia rawat dengan sepenuh hati.

Bahkan bi ijah yang tau semua tentang Rendy dari Rendy yang memiliki alergi udang atau sejenis seafood, Rendy yang takut akan gelapnya gudang dan sekarang tentang penyakit yang bersarang ditubuh pemuda itu.

Perlahan tapi pasti mata indah dengan bulu mata lentik itu akhirnya terbuka. Rendy mengerjapkan matanya agar pandangannya terlihat jelas. Rendy juga dapat merasakan sebuah tangan yang menggenggam erat jari jemarinya.

Rendy tersenyum dibalik masker oksigen yang ia kenakan. Setidaknya disaat seperti ini masih ada yang peduli akan dirinya. Masih ada orang yang menyayangi nya disaat satu persatu orang yang ia percaya pergi dan mengecewakannya.

Wanita paruh baya itu belum menyadari bahwa Rendy sudah sadar. Sebab sekarang yang menjadi fokusnya hanyalah tangan Rendy. Pemuda itu sengaja tidak menggerakkan tangannya.

"Apa aden mau di bikinin puding sekarang? Mungkin dengan mencium aroma puding mangga den Rendy bangun." Gumamnya. Rendy yang mendengar gumaman bi ijah tersenyum tipis. Wanita itu masih mengingat makanan kesukaannya.

Rendy menggerakkan jarinya dan bi ijah yang merasakan itu sontak saja langsung melihat kearah wajah Rendy yang sekarang menampilkan senyum termanis nya.

"Bibi masih ingat?" Tanya Rendy dengan suara yang pelan dan serak.

"Aden udah bangun? Alhamdulillah akhirnya aden sadar. Aden mau apa? Mau minum? Atau mau makan? Ke kamar mandi? Atau mau  jalan jalan sama bibi kita naik helikoper den."

Rendy terkekeh ringan mendengar nya. Sudah penyebutan nya salah meuni pede pisan lagi. Ada ada aja masa Rendy yang baru sadar mau di ajak jalan jalan pake helikopter yang ada dirinya muntah. Menganeh memang.

"Helikopter bi." Rendy membenarkan.

"Ah iya itu maksud bibi den biasalah mulu bibi tuh suka sembelit." Rasanya Rendy ingin menangis saja. Baru sadar udah di bikin pusing. Bebelit sama sembelit memang tidak jauh beda ya.

"oiya bi Kok Rendy ada di sini?"

"Aden nggak inget?" Rendy menggeleng pelan.

"Aden pingsan di gudang karena pergi ke tempat yang apa ya pokoknya ga bagus buat di datengin gitu." Rendy mencoba mengingat ingat.

Sampai akhirnya dirinya ingat Rendy kembali membuat mereka kecewa.

"Bi--" Ada jeda di ucapan Rendy kali ini. Merasa tidak yakin akan kalimat yang akan ia ucapakan.

"Iya den? Aden butuh sesuatu?"

"Apa mama papa jenguk Rendy disini? Ah nggak itu nggak mungkin. Emm apa mereka nanyain kabar aku atau mereka tau aku disini?" Wanita paruh baya yang mendapatkan pertanyaan itu hanya mampu terdiam. Ia tidak mungkin bohong bukan? Tetapi jika ia jujur itu juga akan menyakiti Rendy.

"Nggak usah di jawab Rendy udah tau jawaban nya bi."

Bodoh! Bodoh! Kenapa lo harus nanya sedangkan lo tau ren, mereka nggak akan peduli. Rendy merutuki pertanyaan nya sendiri merasa bodoh karena berharap mereka akan menjenguknya, menanyakan kabar saja tidak.

Entah harus bereaksi seperti apa karena yang wanita itu rasakan sekarang adalah kesedihan. Ia sedih melihat Rendy yang selalu terlihat baik baik saja. Walaupun Rendy selalu tersenyum tapi bi ijah tau itu adalah senyum palsu.

"Jangan tinggalin Rendy bi, Rendy cuma punya bibi. Mereka semua ninggalin Rendy." Sayangnya kalimat itu tidak dapat Rendy suara kan.

***

Saat ini Rendy berada di taman rumah sakit, ia berjalan sendiri disini. Bi ijah sedang pulang mengambil pakaian nya. Pandangan menerawang keatas sana lebih tepatnya memandangi pohon yang sangat rindang.

Udara yang sejuk dapat membuat Rendy merasa tenang dan nyaman. Saking fokusnya pada pohon rindang itu Rendy tidak menyadari bahwa seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Apa kabar?" Tak ada jawaban Rendy masih fokus pada pohon di depan nya.

Puk!

Lelaki tersebut menepuk kecil pundak Rendy tetapi masih tidak ada reaksi apa apa. Dirinya jadi merinding ia takut Rendy ketempelan hantu penunggu taman ini Ia memegangi pundaknya, bulu kuduk nya merinding.

Puk!

Mencoba sekali lagi menepuk pundak Rendy tetapi tetap sama, pemuda itu tidak menoleh sama sekali, merasa terganggu pun tidak.

"Wah beneran kerasukan apa ya? Ya kali kerasukan."

Puk!!

Lelaki tersebut menepuk pundak Rendy sangat kencang sehingga Rendy yang kaget langsung mengalihkan pandangan nya ke samping.

Rendy memandang lelaki di depan nya dengan intens sedangkan tersangka cengegesan tidak jelas.

"Hehe maap, salah lo gua panggil, gua tepuk ga nyaut ga nengok juga!"

"Gue nggak ngerasa ada yang nepuk sama yang ngomong, gue kira ga ada orang." Gumamnya.

Kenapa gue nggak ngerasa apa-apa? Batin Rendy bingung, Rendy itu termasuk orang yang peka akan sentuhan.

"Ga usah di pikirin" Ujar lelaki itu.

"Gimana kabar lo?"

"Baik, baik banget saking baiknya gue sampe di rawat." Lelaki itu malah tertawa seakan menikmati lelucon aneh Rendy.

"Btw kenapa lo bisa di rawat?"

"Gapapa, bentar deh lo tuh siapa?" Lelaki tersebut langsung melotot horor. Remaja di depan nya ini melupakan nya, kenapa tadi seakan bocah di depan nya ini kenal?

"Bagas, lo pasti kenal kan?" Rendy menggeleng dengan raut wajah polos.

"Gue Bagas lawan balap lo dulu. Motor gue pernah jadi bahan taruhan dan lo balikin motor gue."

"Gatau ga inget." Bagas menghela nafas kasar. Apa Rendy amnesia dadakan?

"Langsung ke inti aja, gue mau ngasih lo ini." Bagas menyerahkan flashdisk berwarna putih itu pada Rendy.

Alis Rendy berkerut pertanda bahwa ia kebingungan. Datang tiba-tiba dan memberikan dirinya flashdisk

"Ini flashdisk buat apa?"

"Nanti lo liat sendiri aja, gue pergi dulu." Rendy mengangguk.

"Ngapain dia ngasih flashdisk?" Bingung Rendy.

***

Maaf baru bisa up🙏

Bsk pgi up lagi dahhh

I'M OKEWhere stories live. Discover now