🍒 Balada Cinta Bangsawan Andi

Comincia dall'inizio
                                    

Sebagai sesama dokter spesialis kami memang tidak terlalu sering bertemu, dia yang juga sibuk dengan spesialisnya demikian juga denganku. Sampai akhirnya direktur rumah sakit menunjuknya sebagai koordinator dokter koas. Ah, mengingat para dokter koas pasti mereka lebih muda, lebih segar dan lebih menarik dariku yang sebentar lagi akan memasungkan usia di setengah abad pertama. Tuhan, mengapa hingga usiaku lima tahun terlewat dari angka 4 sebagai kepalanya belum juga Kau pertemukan dengan jodohku. Sampai aku harus menghilangkan nama marga kebangsawananku di rumah sakit supaya mereka tidak berpikir tentang uang panai' yang akhirnya membuat semuanya mundur alon-alon.

Aku mengagumi dokter Irwan, bahkan kini aku bisa menyimpulkan bahwa aku mencintainya.

"Dokter Irwan, selamat atas terpilihnya menjadi koordinator dokter koas di rumah sakit ini." Tidak ada lagi bahan pembicaraan selain mengucapkan selamat saat dokter Ruslan mengumumkan namanya menjadi dokter koordinator itu.

"Terima kasih Dokter Yoelita, saya masih butuh bimbingan senior seperti anda."

"Waduh jangan mengatakan senior atau junior, rasanya kok saya merasa tua kalau dipanggil senior." Ucapku berbasa-basi.

"Oh maaf, maaf. Tapi saya memang masih butuh bimbingan. Mohon untuk bisa diingatkan apabila ada yang kurang pas."

"Tentu saja, sebagai tim kita memang harus bisa seperti itu bukan?" kataku ringan.

"Benar__"

"Kalau begitu, boleh kita makan siang bersama Dokter, sebagai ucapan selamat. Saya yang akan mentraktirnya." Mengapa harus aku yang mentraktir? Bukankah ini hari bahagianya dokter Irwan? Ah sudahlah, yang penting bagiku ada bahan sebagai dasar obrolan kami berdua.

"Boleh, silakan." Gayung bersambut. Dokter Irwan memang sangat ramah, bahkan senyumnya selalu mengembang kepada semua orang. Kadang aku sampai bingung untuk membedakan, senyum itu karena kesopanan atau atas dasar kekaguman.

Aku mencintainya hingga membuatku gelap mata untuk memandang rendah siapa pun yang bermaksud untuk berdekatan dengannya. Setahun berlalu dari penunjukan itu hingga tibalah periode koas, seorang sarjana kedokteran dari Jawa yang kesasar sampai di Malinau. Untuk apa dia jauh-jauh ke Malinau sementara di Jawa jauh lebih memadai peralatannya dibandingkan di sini. Dan yang membuat aku semakin geram adalah dokter koas itu sangat dekat dengan dokter Irwan. Namanya Ayyana, berjilbab dan selalu menunduk. Jika kami masih seumuran pasti aku tidak kalah cantik dari dia, kenyataan yang tidak bisa disembunyikan.

Kalau tidak cantik tidak mungkin si 'tuyul' itu bahkan sampai sekarang masih mengejarku namun aku sudah terlanjur muak dengan dirinya. Bahkan untuk menyebut namanya saja bibirku enggan mengatakan.

"Kamu tidak tahu kalau di sini peraturannya seperti itu. Jangan mentang-mentang dekat dengan dokter Irwan lalu kamu dengan mudah meminta izin untuk meninggalkan stase." Kataku saat Ayya sudah bergeser di state kesehatan mata di bawah bimbinganku secara langsung. Jelas aku tidak ingin disalahkan oleh direktur jika terjadi kealpaan seperti ini.

"Maaf dokter Yoelita, saya mendapatkan memo ini dari dokter Irwan untuk dimintakan persetujuan dokter Yoelita sebagai penanggung jawab stase mata. Jika memang tidak diizinkan juga tidak masalah. Mohon maaf untuk mapnya saya minta kembali untuk saya serahkan kepada dokter Ruslan. Karena sejatinya supervisi ini memang program pemerintah bekerja sama dengan rumah sakit daerah. Saya akan mengatakan keberatan Dokter Yoelita kepada dokter Ruslan selaku direktur rumah sakit ini." Ayya menjawab dengan sangat lugas namun karena hatiku masih dongkol terkait kedekatannya dengan dokter Irwan membuatku memilih untuk mendiamkannya sesaat.

Ditambah lagi gosip seantero rumah sakit semakin memanas saat salah seorang yang terduga teman dekat Ayya memberikan bogem mentah hingga membuat dokter Irwan terkapar di IGD. Dasar dokter koas kurang diajari tata krama. Pacaran ya pacaran saja, tambah lebih menyenangkan bagiku sehingga dia tidak dekat-dekat dengan dokter Irwan. Masalahnya adalah mengapa justru pacarnya Ayya itu membuat laki-laki yang aku cinta jatuh tak berdaya. Jika aku berada di tempat kejadian sudah pasti mukanya aku robek-robek sampai tak berbentuk.

Kumpulan CerpenDove le storie prendono vita. Scoprilo ora