27. Menghindar

2.2K 82 2
                                    

Pukul empat sore Shalima dan Bagas sampai di kediaman mereka. Bocah itu segera berlari masuk karena tak tahan panas. Mulutnya terus mengoceh ingin mandi dan berendam.

Shalima mengikuti dari belakang sembari terngiang-ngiang dengan pembicaraan bersama Brian tadi. Satu persatu fakta mulai terkuak. Rasanya Shalima tak sanggup mendengar penuturan Brian. Semua memiliki kaitan erat dengan Rahul. Bahkan dirinya ikut terseret.

"Ummi! Lihat Bu Narsih!" pekik Bagas.

Lamunan Shalima buyar. Ia mencari orang yang dimaksud oleh sang anak. Ketika melihat penampilan berbeda dari asisten rumah tangganya, mata Shalima melebar.

"Masyaallah, Ibu!" Shalima berlari kecil menghampiri wanita bertubuh dua kali lebih besar dan tinggi darinya. "Ibu cantik banget. Masyaallah, alhamdulillah. Ibu pakai jilbab nggak bilang-bilang, ih!"

Bi Narsih tersenyum malu sembari menutup wajah. Ada rasa geli juga tatkala melihat majikannya tak bisa berkata-kata. Kilatan bahagia tampak menghiasi mata Shalima. Ia benar-benar bahagia dengan perubahan dadakan ini.

"Bibi mau hijrah, Non. Bantu bibi buat menjadi muslimah kayak Non Shalima, Non Aleea dan Non Rima. Kesabaran Non Shalima sama sikap Den Rahul bikin Bibi tergugah. Ternyata seorang muslimah itu harus kayak Non Shalima," ujar Bi Narsih.

Shalima mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Tanpa ragu ia memeluk wanita paruh baya itu. Rasa haru membuncah di dalam dada.

Hidayah akan hadir di hati mereka tanpa disangka-sangka. Allah sendiri yang memilih dan memilah. Tak perlu menunggu kapan hidayah tiba, manusia sendirilah yang harus menumbuhkannya di dalam dada.

Rasa ingin berhijrah tentu akan dihajar oleh rasa malas dan ragu. Akan tetapi tekad kuat akan selalu membantu. Shalima bahagia sekali melihat orang-orang di sekitarnya mulai menata diri. Kini, dirinya tak berproses sendirian. Ada mereka yang mengikuti dari belakang.

"Nanti kita belajar sama-sama ya, Bu? Kita salat berjamaah, baca alquran sama-sama, dan juga pergi ke pengajian!" kata Shalima antusias.

Ditepuknya bahu Bi Narsih karena gemas. Sejenak wanita itu lupa pada pembicaraannya dengan Brian. Shalima tertawa dan memeluknya sekali lagi. Bi Narsih tidak hanya sekedar asisten rumah tangga. Ia telah menjadi ibu pengganti bagi Shalima.

***

"Ummi! Kok, bengong terus dari tadi? Makanannya jangan dimainin. Nanti pusing. Masa sudah dibuatin Bu Narsih nggak dimakan. Tadi Ummi sendiri yang mau kentang goreng, kan?" Bagas menatap heran.

Selepas salat Magrib, tiba-tiba Shalima ingin memakan kentang yang digoreng dengan potongan tebal. Lalu, Bi Narsih membuatkannya secepat kilat. Sekarang jangankan dimakan, kentang malang tersebut malah hancur tak berbentuk.

Shalima sibuk melamun sambil menusuk-nusuk kentang dengan garpu. Teguran anaknya tak dihiraukan sama sekali.

Rahul mengalihkan pandangan sejenak dari laptop. Mereka tengah berada di ruang tengah. Bagas minta ditemani menonton televisi. Namun, sejak tadi hanya benda itu yang berbunyi. Shalima sibuk termenung, Rahul juga memiliki kegiatan sendiri.

"Ummi!" panggil Bagas lebih kencang.

"Iya?" Shalima terkejut. "Kenapa, Nak?"

Bagas tak menjawab. Ia kesal tak mendapatkan respons dari Shalima. Pipinya menggembung dengan mata menyipit. Tanda dirinya sedang amat sebal dicueki oleh sang ibu.

"Maaf, Ummi melamun, ya? Kenapa, Sayang? Bagas mau apa?" Shalima gelagapan.

"Bagas nanya, kenapa makanannya Ummi mainin terus? Kasian kentangnya udah hancur kayak bubur."

Sandiwara Shalima [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang