17. Karin

1.7K 84 10
                                    

Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi menghajar jalanan beraspal hitam ibukota menjelang Subuh. Beberapa sampah botol dan plastik terbang berserakan. Bergulir ke berbagai sisi lalu menabrak pembatas jalan.

Mobil itu berbelok ke sebuah rumah sakit lalu berhenti dengan mulus di tempat parkir. Pengemudi yang ternyata adalah seorang pria berlarian di sepanjang lorong rumah sakit.

Gesekan sepatu dengan lantai menimbulkan decitan ngilu di telinga. Beberapa kepala mencoba mengintip siapa yang berlari begitu tergesa-gesa di Subuh buta seperti ini. Namun, nihil. Bayangan pria itu hilang ditelan lorong yang remang-remang.

Ketika sampai di sebuah kamar inap yang terpisah dari deretan ruangan lain, pria itu berhenti. Ia mengatur napasnya, baru masuk ke dalam tanpa salam.

Seorang wanita menyambut dengan senyuman. Bibirnya merengek manja saat mengabarkan bahwa dirinya sudah menanti begitu lama.

"Mas, lama banget. Sibuk, ya? Aku udah nunggu kamu datang dari pagi. Kamu sibuk banget sama duniamu sendiri sampai lupa sama aku."

Suara manja itu membuat garis bibir pria itu tertarik membentuk senyuman lebar. Tangannya mendarat di pucuk kepala sang kekasih dan memainkan rambut panjangnya hingga berantakan.

Lagi-lagi protes manja dilayangkan oleh bibir mungil milik wanita cantik berwajah Indo itu. Ia tak terima rambutnya berantakan, padahal sedang kesal karena kekasihnya tak langsung datang.

"Hei, maaf. Saya nggak lupa sama kamu."

"Buktinya kamu nggak datang-datang. Kalau nggak sibuk sama kerjaan, pasti sibuk sama Bagas dan istri kamu yang nggak cantik itu."

Mendengar keluhan kekasihnya, hati pria itu bagaikan dicubit. Beberapa hari ini, ia memang menghabiskan waktu bersama keluarganya. Makanya waktu bersama sang kekasih tak banyak, bahkan nyaris tak ada.

"Rahul! Kok, malah bengong? Bukannya minta maaf, ih."

"Iya, Sayang. Maafin saya, ya? Jangan bertindak bodoh lagi. Kamu bikin saya jantungan tau. Nyoba bunuh diri lagi, heh?" Rahul kembali mengecup puncak kepala wanitanya.

Ada setitik rasa bersalah saat terbayang sejahat apa ia memperlakukan Shalima. Tak pernah sekalipun sikap manisnya terlihat. Padahal wanita itu tidak bersalah. Dengan sukarela pula Shalima membiarkan rahimnya mengandung sang buah hati meski tanpa cinta sang suami.

"Salah kamu karena kemaren nggak datang. Aku ulang tahun, loh, Sayang. Itu hari penting buat aku!" rajuk Karin.

"Di kantor lagi banyak pekerjaan. Saya juga harus hadir di rapat tahunan."

"Nggak lama, kok. Aku udah bilang, kan, pengen tiup lilin bareng kamu, udah itu aja."

"Iya, maaf. Kali ini emang salah saya."

"Atau jangan-jangan, kamu lupa sama hari ulang tahun aku? Rahul, jangan bilang kamu mulai cinta sama istri kamu terus mau ninggalin aku gitu aja. Aku sengaja balik ke Indo buat kamu, Sayang."

"Kata siapa saya lupa sama kamu? Sampai kapanpun saya nggak akan ninggalin kamu. Cukup sekali aja saya ngerasain hilang arah setelah kamu tinggalin saya dulu. Jangan pergi lagi. Oke? Saya nggak akan pernah jatuh cinta sama ibunya Bagas," janji Rahul.

"Ibunya Bagas?" Mata Karin memicing. "Biasanya kamu bilang wanita itu. Kenapa sekarang berubah?"

Rahul memeluk wanita itu dengan penuh kasih sayang. Tak tahu harus menjawab apa. Dirinya saja bingung dengan kondisi hatinya. Namun, demi menyenangkan hati sang kekasih, Rahul berjanji akan menetap lebih lama di sini.

Pria itu lupa Karin pernah mencampakkan dirinya seperti sampah. Rasa cinta membutakan mata dan hatinya, membiarkan otak lupa dengan anak serta istri.

"Aku sayang sama kamu, Rahul. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Kalau kamu buang aku, aku bisa mati. Jangan pernah tinggalin aku!" pinta Karin.

Sandiwara Shalima [Tamat]Where stories live. Discover now