"Belva sini," suara Bunda Zara membuyarkan lamunan Belva.

"Gue Belva," ia mengulurkan sebelah tangannya tanda perkenalkan.

"Udah tau dari Bunda," ujar gadis itu tanpa menerima uluran tangan Belva.

"Kalian ngobrol aja dulu, Bunda tinggal kebelakang." pamit Bunda Zara berjalan menuju arah dapur.

Hening tak ada yang membuka suara, suasana menjadi akward. "Lo tadi yang ada di Cafe bareng Fagal ya?"

Belva menganggukan kepalanya, "Iya."

"Sorry, pasti kalian ga nyaman," ucapnya.

"Engak kok, santai aja." Belva memberikan senyumnya agar meyakinkan.

"Btw, nama lo?" tanya Belva pasalnya ia tak tau harus memanggil bagaimana.

"Gue El-"

"Belva tolong bangunin Fagal bentar lagi makan malam siap!" teriakan Bunda menghentikan ucapan gadis  dihadapan Belva.

"Sebentar gue bangunin Fagal," pamit Belva tapi tiba-tiba tangannya ditahan oleh gadis ini.

"Biar gue aja, lo bantu Bunda Zara." ujar gadis ini membuat Belva mengerutkan dahinya.

"Lo tau kamarnya?" tanya Belva.

"Tau kok," tampa menunggu balasan Belva gadis itu berlari menuju tangga kamar Fagal.

"Ga sopan." gumam Belva. Walaupun terlihat sepantara tapi kelakuannya membuat Belva muak padalhan baru hari ini ia kenal.

Fagal menggeliat dalam tidurnya karna suara pintu yang terus-terusan di ketuk.

Tok tok tok

"Berisik!" ketus Fagal menutupi telinganya dengan bantal. Pintu terus-menerus diketuk membuat Fagal mau tak mau membuka pintu.

"Belva!" geram Fagal ia menduga itu pasti perbuatan Belva, siapa lagi jika bukan anak itu.

"Lo bisa diem enggak si!" sentak Fagal langsung saat membuka pintu.

Gadis itu sedikit mundur terkejut dengan pintu yang tiba-tiba terbuka dan Fagal yang langsung berteriak. "Maaf,"  ujarnya.

Fagal sedikit terkejut saat melihat wajah gadis itu, wajah yang membuat nya harus mengalami hal-hal yang harusnya tak ia alami.

"Ngapain lo?" tanya Fagal to the poin.

"Di panggil Bunda makan malam,"

Fagal langsung membalikkan badannya kembali menutup pintu kamar sebelum tangan kecil itu menahannya.

"Makan dulu," pintanya.

"Ga usah sok perduli!" ucap Fagal dengan penekanan di setiap katanya. "Jangan pernah dateng lagi kesini seenak babu lo, lo bukan siapa-siapa disini."

Fagal menutup pintunya ia terkejut saat melihat jari-jari tangan itu berada di sela pintu, ia kembali membuka pintu tersebut dengan cepat.

"LO GILA!" maki Fagal bahkan ia melihat kuku jari tersebut sudah memerah bahkan ada yang memar keunguan hampir hitam.

Buru-buru ia menarik jari-jari tersebut mengecek satu persatu sedangkan sang empu meringis menahan nyeri, ia terkejut dengan kenekatan cwek di depannya ini sampai mengorbankan jari tangannya.

"Tunggu disini."  ucap Fagal langsung mengambil es untuk menghilangkan rasa nyerinya.

Fagal memasukan beberapa es batu lalu menggulung nya dengan kain, ia menekan perlahan jari yang mulai berubah menjadi keunguan tersebut.


"Gila," ujar Fagal trus trusan menekan es pada memar gadis didepannya.

Gadis itu meringis, "Sakit,"

Fagal yang tak tega kembali melunak ia memberikan kain berisi es tersebut lalu beralih mengambil krim antibiotik kemudian mengoleskannya dan menutup lukanya dengan plester.

"Makasih dan maaf." lirih gadis tersebut.

Fagal langsung bangkit tak memperdulikan gadis yang masi dikamarnya, "Keluar." tekan Fagal.

"Engak Gal." gadis itu tetap kukuh.

"Terserah!" Fagal berbalik mengambil bekas es dan kain yang tadi ia gunakan ia membuang es yang mencair pada wastafel kamar mandi.

Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Fagal menatap kaca di depannya memperlihatkan seseorang yang memeluknya dari belakang.

"Benar-benar gila!" batin Fagal.

Dengan smirknya ia membalikkan tubuhnya mengunci pergerakan gadis yang tadi memeluknya, ia menatap mata coklat tersebut lekat ia melihat pancaran kesenangan dari mata tersebut.

Fagal memajukan wajahnya semakin dekat perlahan tapi pasti, ia menyeringai tatapannya turun pada satu tempat yang sangat, "hm!"

Semakin dekat dan dekat bahkan Fagal bisa merasakan hembusan nafas gadis didepannya, dan-

"ASTAGFIRULLAH!"

-o0o-

TBC







Fagal Stef MorganWhere stories live. Discover now