Kebencian Adalah Pilihan

Mulai dari awal
                                    

Jung Kook mengacak rambutnya frustasi. Ingin sekali memerintah orang-orang kepercayaannya untuk mencari Joo Hyun. Namun ia tahu bahwa Joo Hyun tak menyukai hal itu. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Yeri. Berharap jika Joo Hyun akan menanggapi pesan atau telepon Yeri untuknya. Ketika Yeri datang dengan seseorang, ia pikir Joo Hyun bersamanya. Tapi justru orang lain yang tak diharap bertatap muka kepadanya. 


Kim Tae Hyung. Jung Kook membenci wajah laki-laki itu. Wajah buram yang hanya dapat Jung Kook terka seperti apa ekspresinya. Wajah yang terakhir kali ia ingat, menatapnya dengan ketakutan. Kala ia memanggil namanya. Kala ia merintih untuk meminta pertolongan. Namun berakhir ditinggal pergi. Tanpa ada peduli.


"Berani sekali dirimu menginjakkan kaki di rumahku." Begitu kesalnya Jung Kook mendapati Tae Hyung menampakkan diri di depan matanya. Sudah putuskah urat malu laki-laki itu? Lupakah ia akan keegoisannya di masa lalu? 

 "Ya, Kim Yerim! Siapa yang memperbolehkanmu membawanya masuk ke rumahku? Kenapa tidak becus kerjamu? Panggil para penjaga usir dia!"


Namun Yerim tidak bergeming membuat Jung Kook semakin berang. "Apa kau ingin di pecat?!"  


Yeri menghela nafas dengan susah payah. Matanya berkaca-kaca menahan kesabaran akan reaksi Jung Kook yang meluapkan murka. Dengan percaya diri ia melangkah mendekati Jung Kook. Mengeluarkan amplop putih dari jas formalnya ke atas meja. 


"Saya mengundurkan diri, Tuan."

"Kim Yerim!" 

"Saya juga tidak membutuhkan pesangon" Yerim tak menyukai raut wajah ketus Jung Kook. Juga dengan segala bentuk dingin nan angkuh laki-laki itu. Namun ia mengasihinya. Mencintainya dengan semestinya. Pada akhirnya, Jung Kook hanya akan menjadi stanza cinta yang akan ia pendam. Perasaan yang hanya mampu ia nikmati sendiri. Rahasianya.

"Sebagai gantinya, saya mohon. Agar anda dapat menghadapi masa lalu Anda. Mengarungi kenyataan di depan mata Anda." 


Jung Kook tercekat. Perkataan Yeri menggiring cemas di seluruh tubuhnya. Ditatapnya getir Tae Hyung yang nampak terkaku mengampu bibir untuk menahan bicara. "Apa yang kau katakan padanya? Apa yang kau katakan hingga mampu mencuci otak sekretarisku?"


Yeri menggeleng lemah. "Ini adalah murni keinginan saya." Ingin ia meminta Jung Kook tersenyum kepadanya sekali saja. Sebelum ia benar-benar pergi meninggalkannya. "Saya akan memberikan waktu untuk kalian berdua berbicara."


Kim Yerim pun pergi dari sana. Didengarnya Jung Kook menggeram sengit namun ia tak menoleh sedikitpun. Ada rasa inginnya untuk berbalik. Sebentar saja melihat wajah tampan pemuda itu. Namun takut jika rinai air matanya jatuh. 


Lagi pula, memang sudah menjadi takdirnya untuk pergi. Bertahan di samping seseorang yang kau cintai tidak semudah itu. Terlebih jika semesta memang tidak menakdirkan perasaanmu untuk berbalas. Sadar diri pula jika ia bukanlah Cinderella yang meninggalkan sepatu kaca. Kisah itu hanya indah untuk menjadi sekedar cerita. 


Sekarang hanya ada dua sosok laki-laki di ruangan megah itu. Dua laki-laki yang sama-sama terjebak oleh hening dan keresahan hati masing-masing.


Tae Hyung tersenyum pahit. Melihat wajah Jung Kook yang terlihat gagah saat menunjukkan amarah membuatnya teringat akan masa lalu mereka. Pertemuan awal yang terasa baru kemarin, padahal telah terjadi sekian tahun yang lalu. 

RemedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang