18. Eureka

34 7 0
                                    

"Tidak bisakah kalian mempercepat sedikit laju kapal ini?" Pintanya ketus duduk menyilangkan kaki di atas kapal pesiarnya yang sedang melaju ke arah mentari tenggelam.
"Baik pak." Balas bodyguard dengan dada bidang itu.

Sembari melihatnya sayap oranye mentari di ufuk barat, lelaki berkaca mata hitam itu, mengangkat tangan kanannya untuk menghentikan laju kapal pesiarnya itu. Ia ingin lebih memandangi pijaran sinar itu.
"Permisi pak Rudolph, anda mendapatkan surat dari seseorang. Sepertinya surat ini harus anda lihat pak." Balas tunduk anak buahnya itu.
"Berani sekali dia mengganggu ketenanganku." Bentaknya melepaskan kaca mata hitam super mewah itu sambil mengambil sepucuk surat itu.

Membaca itu Rudolph seketika murka, meneriaki awak kapal untuk putar haluan kembali ke kantornya, untuk menyelidiki dalang dari surat itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Membaca itu Rudolph seketika murka, meneriaki awak kapal untuk putar haluan kembali ke kantornya, untuk menyelidiki dalang dari surat itu.

*****

Pergantian hari disusuli pergerakan jarum jam yang hendak menujukan angka dua siang, aku dan rekan timku mengadakan rapat untuk menangkap gerbong-gerbong narkoba. Tak sengaja terdengar olehku bunyi percikan api yang tidakku ketahui asalnya.

Keanehan itu membuatku semakin bertanya-tanya sehingga aku memutuskan untuk menghentikan rapat untuk sementara waktu, dengan menancapkan kaki ketika berlari aku mendengarkan setiap pantulan bunyi. Sampai saat bunyi itu menuntunku ke gudang kantor tempat pengontrol arus listrik gedung.

Ruangan itu sangat tertutup rapat, tidak ada yang boleh memasukinya kecuali tenaga ahli. "Pantas saja aku tidak bisa melihat sumber percikan itu, ruangannya begitu tertutup."

Bunyi percikan itu semakin besar sehingga mengharuskanku memasuki ruangan tersebut, saat aku hendak membuka pintunya aku melihat arus listrik berkekuatan tinggi berputar-putar mengelilingi ruangan itu. Listrik itu terjadi karena putusnya dari salah satu kabel penghubung.

Ruangan baja itu seakan memiliki kekuatan jutaan volt, tanpa pikir panjang aku mematikan saklar raksasa itu yang tenaganya untuk satu gedung dan menelepon petugas PLN setempat.

Karena pistol yang tergantung di celanaku sedetik setelah aku mematikan saklar itu, listrik itu menyambarku disusuli pemadaman satu gedung.

Hanya ada teriakan dan kepanikan yang ku dengar saat padamnya listrik, diiringi langkah kaki menuju ke tempatku. Mereka terkejut melihatku yang tergeletak jatuh di ruangan besi itu, hanya sampai melihat raut wajah kejut mereka aku tidak mengetahui apa-apa lagi.

*****

"Tidak salah tindakanku, memang dia pelakunya." Senyum sinis Arel melihat kepanikan kepala rumah sakit karena ancaman Rudolph yang akan menghentikan donasinya.

Di kala itu Arel langsung mengabari Kaltus, tapi Kaltus tidak mengangkat telepon darinya. Sehingga Arel pergi mengunjungi kantor Kaltus, untuk memberi tahunya sesuatu.

Sesampainya Arel di sana, ia melihat semua orang terlihat panik diiringi suara keras sirene ambulan. Arel terus menghubungi Kaltus tapi tidak ada jawaban, Arel memutuskan untuk masuk dan bertanya pada salah satu anggota kopasus lainya.
"Permisi, ada Bapak Katulistiwanya gak mas? Saya ingin bertemu dengannya."
"Bapak Katulistiwa baru saja mengalami kecelakaan di ruang pengontrol listrik gedung, dia tersambar muatannya. Baru saja ambulan tadi membawanya ke rumah sakit."
"Apa? Kalu gitu makasi mas informasinya, saya pergi dulu." Jawab Arel tergesa-gesa berlari menuju rumah sakit.

*****

Seluruh rasa takut ia lewati, semua keraguan ia abaikan. Tero begitu gugup mempersiapkan diri untuk memberikan buket bunga untuk wanita yang ia kagumi selama ini di depan cermin kamarnya.

Berbagai mimik wajah ia coba di depan cermin, tapi tetap saja itu tidak membantunya. Rasa gugup yang begitu mengganggu Tero menyudahi itu semua dan pergi menemui Arel.

Di tengah perjalanan menuju kantor Arel, Tero sangat gugup sambil memegang buket bunga itu. Kemudian Tero melihat Arel yang tengah berlari kepanikan. Tero menghentikan laju mobilnya meninggalkan bunga itu di dalam mobil dan berlari menghampiri Arel di trotoar pejalan kaki.

Dari belakang Tero memegang tangan Arel untuk menghentikan lajunya. Arel yang terlihat sangat kepanikan melihat ke arah Tero, Arel menumpahkan seluruh bulir bening dari matanya di hadapan tero.

Tero yang kebingungan memeluk Arel untuk menenangkannya,
"Apa yang terjadi?" Tanya Tero khawatir.
"Tero kita harus menyusuli kaltus, ia mengalami kecelakaan saat di kantor. Sekarang dia sedang di rumah sakit." Tangis Arel menarik-narik tangan Tero.

Melihat tangisan Arel itu, Tero membawa tangan Arel untuk segera menaiki mobilnya. Di atas mobil Tero mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi setelah mendengar kabar buruk mengenai teman baiknya.

Selain itu Tero hanya bisa tertegun diam melihat buket bunga yang ada di kursi penumpang bagian belakang dan melihat tangisan Arel begitu cemas akan kondisi Kaltus.
" Ini hapuslah air matamu dengan ini." Ujar Tero menyondorkan sapu tangan miliknya saat mengemudi.
"Terimakasi Tero, bisakah kamu mempercepat mobilnya?" Pinta Arel yang ingin cepat-cepat menemui Kaltus.
"Baiklah."

matahari tengah malam Where stories live. Discover now