08. Oort

61 23 2
                                    

Arelpun memutuskan untuk keluar dari ruangan otopsi untuk menemui kepala rumah sakit, saat ia ingin memasuki ruang kepala Arel berpapasan dengan salah seorang pengacara yang pernah ia temui di kantor Tero saat emasuki lift.

Pengacara itu sengaja menghindari kontak mata dengannya dan pergi begitu saja, Arel yang kebingungan segera memasuki ruangan kepala rumah sakit.

"Permisi pak." Sapa Arel menundukkan badan.

"Dokter Arel silahkan masuk!" Sahut dokter kepala itu.

"Pak kenapa otopsinya dihentikan, saya sudah menemukan petunjuk lo pak pada mayat itu?" Tanya arel dengan menunjukan berkas otopsinya.

"Begini Arel, pihak keluarga korban sendiri yang meminta otopsinya di hentikan kamu lihat pengacara tadi kan? Mereka mengirim pengacara itu untuk menghentikan otopsinya."

"Bagaimana bisa mereka mengirim pengacara kondang seperti dia, aku kenal pengacar itu dan aku melihat data diri korban ia berasal dari keluarga biasa-biasa saja?" Tanya Arel penuh keheranan.

"Kamu jangan menilai orang dari luar saja." Ujar kepala itu menatap mata Arel.

"Semua data diri korban ada di dokumen ini pak, apakah mereka tahu keluarga mereka meninggal bukan karena kecelakaan tapi pembunuhan, aku sendiri yang memeriksanya aku punya buktinya."

"Begini nak arel, kamukan dokter forensic yang memiliki promosi hebat di rumah sakit ini jadi jangan persulit dirimu hanya karna seorang mayat." Ujar kepala itu dengan menyilangkan jari-jarinya.

"Bapak dibayar berapa sih oleh pengacara itu?, aku tidak menyangka seorang yang aku panuti selama ini melakukan hal seperti ini." Tanya Arel memalingkan wajahnya dengan memiringkan senyumannya.

"Kamu jangan lancang ya Arel terkadang seorang harus mengukur dirinya sebelum menilai lawan bicaranya."

"Tentu, karena aku sekarang melihat penilaian rendah pada lawan bicaraku." Arel menaruh berkas itu di meja kepala rumah sakit itu kemudian pergi dari ruangan itu.

Kepala rumah sakit itu hanya bisa terdiam tanpa sepatah kata yang bisa ia jawab.

Situasi yang begitu membuatnya geram, semua orang mendengar suara yang di hasilkan dari hentakan langkah kakinya menuju ruang arsip pasien, untuk memeriksa semua data diri dari korban tersebut. Secara tidak langsung ia menemukan juga data dari pengacara kondang itu yang kemudian ia cari tahu.

Arel mengkutip alamat lengkap mulai dari kantor hingga kediman pengacara itu untuk menemuinya langsung, berharap ia bisa meminta kejelasan dari kejadian itu.

*****

Jam 2 siang di restoran Padang, sebelum menyantap hidanga tiba -tiba Tero memberikan sebuah amplop besar kepada ku.

"nihh, lihat ini!"

Dengan penasaran aku membuka amplop besar itu dan membacanya "Ohh tuhan, kamu dapat dari mana ini?" Tanyaku terkejut bukan main.

"Aku mendapatkannya dari seorang wanita yang aku temui di kantor dan ia merupakan seorang dokter forensic yang sempat akan mengotopsi jenazah ibumu." Balas Tero dengan senyuman memukaunya.

"Ohh Tero kau adalah sahabat terbaik ku." Aku begitu senang, sulit membendung tangisku.

"Iaa ia baiklah lepaskan pelukanmu aku tak bisa lagi napas!" Sesak Tero yang menepuk-nepuk pundakku.

"Ohh ya maafkan aku, terimakasi tuhan akhirnya aku menemukan titik terangnya!" Teriakku.

"Husst hustt duduklah kau!" ujar Tero yang menarik lengan baju ku. "Kau mengganggu semua orang disini"

"Heheh baiklah, bantu aku bertemu dengan wanita ini ya, Aku ingin berterimakasi sebesar mungkin."

matahari tengah malam Where stories live. Discover now