BAB 26

14.3K 2K 196
                                    

Kopi atau susunya masih ada? Oh sudah habis?

Bikin sana lagi geh..

~ Happy reading ~

===================

"Kita bertemu lagi, Laura. Sayang sekali, kita selalu bertemu dalam situasi yang tidak menyenangkan." Suara Naomi berhembus merdu, tetapi berefek seperti gas beracun. Mematikan lawan bicaranya.

Ia berdiri tepat di depanku dengan permukaan wajah sedingin es. Aku menengadah dan menantang tatapannya.

"Jadi kamu yang membayar Roman untuk membunuhku? Mengapa tidak kamu lakukan sendiri, Naomi? Kamu tidak berani menghadapiku sendiri?"

"Aku tidak mau mengotori tanganku dengan pekerjaan busuk ini." Kata Naomi seraya membuka kedua sarung tangan hitamnya. Lantas, tahu-tahu ia menampar pipi kananku dengan sangat keras. "Ini karena kamu sudah berani menggoda Alexander."

Aku tertawa kecil, meski pipiku sekarang terasa panas dan pedih. Mungkin juga sudut bibirku ada yang sobek karena aku merasakan sedikit perih di sana.

Belum selesai dengan pipi kananku, Naomi melayangkan tamparan keras pada pipi kiriku.

"Ini karena kamu sudah berani tidur dengannya, Jalang."

Aku hanya memberinya seringai dengan mulut terkunci. Sekujur wajahku sekarang terasa panas dan pedih seperti baru saja menabrak baja.

Ketika Naomi hendak mendaratkan tamparan lagi, tiba-tiba Roman memegang pergelangan tangan Naomi.

"Mengapa aku tidak boleh menamparnya? Bukankah kamu juga tidak peduli apakah dia hidup atau mati, Roman?" Hardik Naomi dengan wajah memerah. Roman hanya menggeleng, lantas ia melepaskan tangan Naomi dan mengedikkan kedua bahunya.

"Jangan dekat-dekat dengannya." Kata Roman datar.

Aku tertawa kecil sendiri melihat kelakuan Roman. Tentu saja ia tidak ingin wajahku babak belur, karena hargaku akan turun dan uangnya langsung berkurang.

Dasar bangsat haus uang.

"Kamu tidak tahu, Naomi. Betapa busuknya Roman." Ujarku tenang. Roman mendengus seraya menjauh dan menyalakan rokoknya, sementara Naomi maju mendekatiku. Ia membungkuk hingga wajahnya berada tepat di depanku. Tangan kananya terulur dan merenggut rambutku dengan kuat hingga membuatku meringis menahan sakit.

"Aku sudah sangat membencimu saat pertama kali melihatmu bersama Alexander di ruang loker itu. Dan semakin membencimu, karena gara-gara kamu, Alexander meninggalkanku begitu saja saat kami tengah makan malam di Restaurant de Fleurs. Kamu sudah mengganggu semua rencanaku, Wanita Sialan! Akulah yang seharusnya dilamar dan dinikahi Alexander, bukan kamu. Wanita miskin sepertimu tidak pantas mendapat harta Alexander yang berlimpah."

Di tengah tarikan tangan Naomi pada rambutku, aku tertawa kecil.

"Faktanya, Alexander tergila-gila padaku bukan kamu, Naomi."

"Kamu memang busuk, Laura. Aku sudah mencium rencanamu untuk menggoda Alexander. Oh ya aku lupa, tentu saja kamu punya darah penggoda yang mengalir dalam dirimu. Bukankah ibumu juga seorang pekerja seks, Laura?"

Kalimat terakhir Naomi seketika mengundang emosi paling primitif dalam diriku. Tanpa berpikir panjang aku langsung menandukkan kepalaku ke arahnya.

"Jangan sebut mamaku dalam lidah kotormu!" Aku berteriak keras padanya.

Kontan tubuh Naomi terhuyung mundur dengan jeritan panjang menyakitkan, membawa kedua tangannya membekap wajah cantiknya yang tampak kesakitan.

Tanpa membuang waktu, aku mengeluarkan kedua tanganku yang sudah terbebas dari ikatan. Sekuat tenaga, aku menggesekkan pisaku dalam sekali tebas untuk segera membebaskan tali sintetis yang mengikat kedua kakiku.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang