BAB 9

17.9K 2.3K 70
                                    

~ Hai! Happy reading ~


================================


Pria paruh baya itu memperkenalkan dirinya sebagai Dokter Graham. Dia menjelaskan bahwa ia bersama dengan timnya adalah psikiater yang menangani mama sejak proses persidangan. Pengadilan memang memutuskan kondisi mental mama menjadi tidak stabil dan tidak bisa melanjutkan proses persidangan. Mama diharuskan dirawat di sebuah rumah sakit jiwa.

Sedangkan aku dititipkan di sebuah panti asuhan milik Nyonya Alma.

Sejak peristiwa di apartemen Sylvia, mama seperti kehilangan dirinya. Mama sudah tidak mengenaliku lagi, begitu juga denganku. Melihat mama seperti melihat jiwa lain yang terjebak di dalam tubuh mama.

Ia akan berteriak-teriak panik atau menangis tak terkendali setiap melihatku, hingga perawat-perawat di sana melarangku untuk dekat-dekat dengan mama. Padahal aku begitu merindukan kehadiran mama, untuk menutup luka karena kehilangan Sylvia.

Aku hanya diizinkan menengok, tetapi hanya bisa menatap mama dari kejauhan. Hal itu sangat menyakitkan. Aku menginginkan mamaku kembali.

Tidak seperti biasanya, siang itu Nyonya Alma sendiri yang menemaniku mengunjungi mama di rumah sakit untuk bertemu Dokter Graham. Kami duduk di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas dengan meja dan beberapa kursi sederhana. Dokter Graham hadir bersama beberapa orang di sana, tetapi aku tidak terlalu memperhatikan, karena aku fokus dengan Dokter Graham.

Aku merasa ada hal penting yang akan ia sampaikan padaku. Sangat penting hingga Nyonya Alma merasa harus menemaniku di sini.

Setelah memberiku pertanyaan basa-basi, wajahnya berubah sangat serius.

"Sebenarnya, saya tidak berkompeten menyampaikan ini. Tetapi, karena saya yang selama ini merawat ibu kamu, jadi saya harus bertanya padamu." Bola mata coklatnya menatapku prihatin, memanggil sisi kewaspadaanku. "Apakah kamu tahu kalau ibumu sakit berat, Laura?"

Aku menggeleng dan memandang cemas padanya. Mama tidak pernah mengatakan apapun padaku.

Dokter Graham melanjutkan ucapannya. Seperti pembacaan eksekusi mematikan, suara Dokter Graham membuat tubuhku semakin lama semakin dingin.

"Ada sel kanker yang tumbuh pada rahimnya, Laura. Mungkin selama ini ibumu tidak terlalu memikirkan__________."

Mamaku tidak boleh pergi!

Tidak! Aku tidak mau sendirian!

Kepalaku menggeleng kuat. Aku tak mau mendengarnya lagi. Hatiku sakit. Sangat sakit.

Pantas saja sebelum Sylvia menghilang, beberapa kali ia mengatakan kalau dirinya ataupun mama tidak selamanya bisa menjagaku. Apakah Sylvia sudah tahu kalau mama sakit?

Dadaku menggelegak oleh amarah, kebencian juga kesedihan yang teramat sangat. Semua teraduk di dalam sana.

Semua gara-gara dia! Pasti dia! Dia!

"Ada yang ingin kamu sampaikan, Laura?" Suara lembut Dokter Graham menyadarkanku. Aku menengadah.

"Dia yang membuat mamaku sakit!" Sahutku lantang, sarat kebencian.

"Dia? Dia siapa?" Tanya Dokter Graham masih sama lembutnya.

"Suaminya!" Balasku dengan nada tinggi.

"Suaminya? Apa yang dilakukan suami ibumu?"

"Dia sudah memaksa mama melakukan aborsi. Berkali-kali!" Aku semakin kalap. Dokter Graham terkejut mendengar suaraku. Suasana menjadi hening setelahnya. Menggunakan sisi profesionalitasnya, ia dengan cepat menguasai keadaan.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang