72. Think with logic.

Depuis le début
                                    

“Gue sibuk! Cepet pulang!” ujarnya beranjak dari kursi bar. Cowok itu berjalan cepat membuat dirinya mencebik kesal.

“Hmm, lo masih inget perjanjian kita?” ujar cewek itu terkekeh sinis. Cowok itu kembali mematung, dia berhenti melangkah ketika mendengar ucapan itu. Dia mengepalkan tangannya kuat lalu menghela napasnya. Cowok itu menoleh ke arah cewek itu.

“SHUT UP! GUE UDAH MUAK!”

Cewek itu tertawa mendengar kata-kata itu.

“Terserah hmm kalo lo mau semuanya kebongkar,” ujar cewek itu tertawa seraya mengangkat bahunya. Mendengar itu dia menghela napasnya. Tanpa memedulikan ucapan sang cewek, dia memasuki mobil hitamnya dengan tatapan datar.

“Hmm, lo masih bertahankan sama perjanjian kita?”

Seolah tuli, cowok itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan kencang. Membuat sang cewek tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kalut sang cowok.

“Lo bisa diem kan?” ujar cowok itu dengan tatapan kosong.

“Gimana yaa??” ujarnya mengetuk-ngetuk dagu penuh drama. Cowok itu menajamkan matanya. Mobilnya kini berdecit ketika dia menghentikan laju kecepatannya.

“TUTUP MULUT LO!” ujarnya dingin. Tatapannya fokus pada jalanan. Cewek itu tersenyum ke arah cowok itu. Dia tertawa kencang.

“Iya, seperti yang lo mau. Asalkan lo masih ngikutin perjanjian kita hmm?”

Dia yang mendengar ucapan cewek itu hanya terdiam dengan tatapan kosong. Dia memikirkan sesuatu lain. Namun, dengan segera dia menghela napasnya panjang.

•••

“Semua cowok sama aja,” ujar Asya melirik tajam ke arah meja sebelahnya. Siapa lagi kalau meja yang diduduki Vano dan teman-temannya.

“Dia ngulah lagi? Gak minta maaf? Salah lo apa sih, Key? Sumpah gue nggak tahu. Segitunya Vano sama lo,” ujar Salma menolehkan arah pandangnya ke arah Vano. Keysa hanya tersenyum kecil. Bukan apa, bahkan dia tidak tahu kesalahannya apa. Yang pasti terakhir dia tahu, Vano terlihat marah ketika dirinya menyuruhnya untuk mengantarkan Aletta saat itu karena Aletta lebih membutuhkan dirinya. Tapi mengapa sampai segitunya?

Keysa hanya menggedikkan bahunya. Dia kembali memahami bukunya. Lagipula dia harus fokus ujian kan?

Ting!

Vano
Goodluck dan maaf
Read

Keysa tersenyum sekilas. Namun, tatapannya kembali datar. Dia berdiri lantas pergi dari hadapan teman-temannya. Membuat mereka menautkan alisnya bingung.

“Kemana?”

“Perpustakaan.”

"Lah? Tumben rajin!" ujar Asya membuat teman-temannya berdecak.

“Alhamdulillah daripada elo nggak ada hijrahnya. Sekali kali jadi pinter, nggak ada ruginya, Sya.” Mendengar itu Asya berdecak kesal. Keysa bungkam. Cewek itu berjalan pergi dari kantin. Menimbulkan tatapan berkerut di dahi Vano. Namun, tatapannya tetap saja datar tanpa ekspresi. Cewek itu menatap tubuh Vano sekilas. Vano sedang duduk tegap dengan di sampingnya seorang Aletta Rinjani yang tengah menatap wajah Vano dari dekat. Dan Vano, cowok itu biasa saja. Tidak memedulikan bagaimana keadaan hatinya saat ini. Sungguh miris.

Gue pergi dari sini karena gue nggak kuat.

Sumpah. Gue nggak kuat.

Lo masih cinta nggak sih sama gue?

Dadanya berdebar kencang. Kata kata dalam benaknya itu menyelimuti pikiran Keysa. Keysa menghela napasnya. Cewek itu memasuki perpustakaan. Berjalan menuju rak penuh buku-buku mata pelajaran.

Pokoknya gue harus fokus.

Gue harus bisa sukses.

Kenapa nggak dari dulu gue jadi cewek baik? Yang selalu nurut orangtua? Kayaknya nggak susah banget.

Please. Kali ini fokus ya, Key! Ga usah mikirin Vano. Itu bikin lo tambah sakit Key!

Dengan pikiran yang terus menjerumus. Keysa mendudukkan dirinya di kursi kosong perpustakaan. Cewek itu membaca buku paket bahasa Indonesia yang diambilnya lalu kembali fokus.

Dia menarik napas dalam-dalam ketika seseorang tiba-tiba berada di sampingnya dengan senyumnya yang melebar. Keysa berdecak kesal.

“Kenapa sih lo selalu ngikutin gue, Vin? Bisa nggak sih lo berhenti ngikutin gue. Gue lagi berusaha fokus.”

Kevin tertawa. “Kan lo tau gue sering ke perpus. Hahahaha, lupa lo?”

Keysa menghela napasnya. Memang, Kevin selalu pergi ke perpustakaan. Dan dia tahu itu. Namun, yang dilakukannya hanyalah membaca komik. Tidak ada hal yang dilakukan untuk belajar.

“Lo cuma baca komik! Mending nggak usah di perpustakaan juga.”

“Di sini sepi, jadi gue leluasa bacanya. Fokus juga. Kalo di kantin rame, Key!” ujar Kevin tertawa.

“Ya udah jangan di samping gue bacanya!”

“Kenapa? Itu hak mas K-e-v-i-n,” ujarnya seraya mengeja.

“Oya, lupa. Alasan lo nggak ngebolehin gue duduk di sini karena takut Vano cemburu yaaaaa? Hayo ngaku!” ujar Kevin. Cowok itu terkekeh sendiri mendengar ucapannya.

Keysa mendesahkan napas panjang. “Gue cuma pengen paham materi buat nanti, itu alasan paling spesifiknya.”

“Alasan bualan.”

“Ud–”

“Mana ada bahasa Indonesia dihafalin. Aneh, anak mana tuh? Planet sagitarius,” ujar Kevin menatap buku paket yang ada di depan Keysa. Keysa memukul lengan Kevin membuat cowok itu tertawa.

“Benerkan omongan gue? Bahasa Indonesia kok dihafalin, Sejarah, Sosiologi, PPKN baru itu dihafal. Bahasa Indonesia itu dicari pake logika, penerapan, pemahaman. No salty-salty!

“Alay!”

“Bener kok! Gue bilang bener ya! Nanti soal yang muncul pasti kek teks terus isinya apa blablabla!” ujar Kevin lagi.

“Terserah gue, Kevin.”

“Cara belajar lo salah. Makanya gue bilang biar bener” ujar Kevin.

“Ter–”

“Ya udah terserah lo, gue kan cuma bilang kalo itu dipikir pake logika. Jangan pake hati mulu kaya cinta lo,” ujar Kevin terkekeh. Cowok itu berdiri lalu melengos pergi tanpa menunggu balasan Keysa.

Keysa menatap punggung tegap Kevin yang kini menjauhinya. Dan tatapannya kembali diam tanpa ekspresi ketika melihat seseorang yang kini tengah menatapnya dengan wajah yang dingin dan datar. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.

“Lo udah minta maaf tapi ngulangin kesalahan yang sama?” ucapnya dingin. Tatapannya kosong tanpa sebab. Mendengar itu gema di dadanya semakin berpacu. Keysa kembali tercekat tanpa berbicara apapun.

•••

TBC

Saya tahu kalian paham bagaimana menghargai penulis. Btw jangan lupa follow dulu ya

KEYVANO [Selesai] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant