35

2.1K 275 5
                                    

Sejak Joshua tinggal satu apartemen dengannya, Alex jadi jarang bekerja saat weekend tiba. Bukan untuk beristirahat, melainkan menemani pria itu untuk ke pergi mana-mana. Ya, meski Joshua harus memaksanya terlebih dahulu. Untung saja Alex mudah dipaksa. Apalagi hari ini, saat ia harus mengantar Vernon ke Jenewa untuk kembali ke Korea Selatan. Joshua berdalih kalau Alex akan sulit menemui Vernon di masa mendatang jadi ada baiknya mengantar pria itu di bandara bersamanya.

Dan Alex terhasut.

Ketiganya kini berada di dalam mobil yang disewa Alex atas permintaan Joshua yang ingin mengantar Vernon sendiri. Tentu saja, Vernon dan Joshua yang membayar. Joshua sebagai pengemudi karena Alex tidak bisa mengemudi sama sekali. Sedangkan Vernon akan terbang dalam waktu yang lama jadi ia tidak diperbolehkan lelah.

"Setelah mengantarku, kalian mau ke mana?" Tanya Vernon sembari bermain ponsel. Pria itu memang tidak bisa lepas dari ponselnya, meski selama berlibur Joshua bisa melihatnya agak mengurangi intensitas kebiasaan tersebut.

"Pulang."

"Jalan ke Jenewa."

Joshua dan Alex bertatapan sekilas. Keduanya punya jawaban yang berbeda. Alex, tentu saja ingin pulang, tapi Joshua berkata lain.

"Kami akan ke Jenewa." Kata Joshua tegas. Ia melirik Alex di kursi belakang yang melotot tidak setuju.

Melihat dua manusia di dekatnya tengah beradu lewat tatapan, Vernon tertawa kecil. Ia ingin sekali menggoda mereka, tapi tahu kelakuannya akan menimbulkan suasana yang tidak enak di dalam mobil, Vernon urung melakukannya.

"Kau tidak akan mengajakku menginap, kan?" Seru Alex harap-harap cemas. Ia menyembulkan kepalanya di antara kursi pengemudi dan penumpang.

"Tidak." Joshua mendesah. "Aku hanya mau ke beberapa tempat saja."

"Jangan kemalaman." Alex memperingatkan.

"Kenapa, sih? Kalian bisa menginap, lho. Lagipula kau besok tidak kerja, kan, Alex? Dan menurutku kau tidak akan puas keliling Jenewa setengah hari saja, Kak." Hasut Vernon sembari menyeringai. Ia mendelik ke arah Alex yang menahan diri untuk tidak mencubitnya.

"Begini, ya, aku tahu Jenewa juga punya banyak tempat menarik untuk dijelajahi. Apalagi bagi pecinta museum. Tapi alangkah lebih baik ia menyimpan waktu berharganya untuk berkunjung ke Zurich atau Lyon. Lagipula kalau hanya menghabiskan waktu di sekitar Lausanne, ku pikir itu tidak memuaskan." Jelas Alex yang disetujui oleh Joshua. "Ya, memang seperti itu rencanaku. Aku juga mau ke München dari Zurich. Mungkin seminggu lebih aku di sana."

"Bahagianya punya paspor Amerika." Alex menggerutu. Sadar paspornya tidak sekuat itu untuk pindah-pindah negara saat berlibur.

Vernon tertawa mencemoh. "Setidaknya pasporku masih bebas visa untuk berkeliling Eropa."

"Aku tahu." Cibir Alex membuat Joshua tersenyum kecil.

"Kalau kau tidak membutuhkan visa aku ingin kau juga ikut ke München, Alex."

Perkataan Joshua membuatnya ditatap oleh Vernon dan Alex dengan intens. Kedua orang itu tampak tidak percaya dengan apa yang mereka dengar dari mulut seorang Joshua hingga pria itu berdehem karena merasa tidak nyaman ditatap terlalu lama. "Ya, aku tetap butuh pemandu yang pintar berbahasa Jerman."

Alex ikut berdehem. Ia lalu meraih tumblr berisi air mineral dan meneguknya perlahan. Kerongkongannya tiba-tiba terasa kering dan jantungnya perlu ditenangkan agar dirinya tidak tampak terlalu gugup.

"Kau sudah pernah ke München, Alex?" Tanya Vernon mencoba mengubah topik.

"Belum. Tapi tahun depan aku ada rencana ke sana untuk menemui sahabatku."

"Oh! Kau ada sahabat di sana?" Tanya Vernon riang. Ia melirik Joshua yang fokus menyetir. Pria itu ternyata sama gugupnya dengan Alex.

"A-ada. Dia Carat juga, by the way."

"Sayang sekali." Joshua menyahut. "Aku berharap bisa dibawa berkeliling. Tapi kalau dia Carat, agak sulit sepertinya."

"Aku Carat." Alex mengerutkan dahi. "Seharusnya aku tidak ikut ke Jenewa, kan?"

"Kau beda, Alex." Vernon tertawa.

"Kalau aku tahu teman satu apartemenku seorang Carat, aku pasti sudah tidak tinggal bersamamu, Alex." Joshua menimpali dan Alex di belakang hanya bisa memutar kedua bola matanya, pura-pura kesal.

Alex paham maksud Joshua, tapi ia ingin sekali bersikap agak menyebalkan hari ini. Lagipula ia tidak setuju dengan keputusan Joshua yang ingin berkeliling Jenewa setelah mengantar Vernon di bandara. Bukan karena lebih suka bekerja di Lausanne. Ia hanya tidak bisa membayangkan dirinya berduaan dengan Joshua seharian tanpa Vernon. Jantungnya pasti akan terkena serangan mendadak terus menerus hari ini.

"Kau harus tahu saat pertama kali sampai di Lausanne, dia menelponku karena ketakutan melihatmu!" Vernon menepuk tangan, ia tampak bersemangat saat mengingat kejadian itu.

Joshua bahkan sampai harus menepuk paha Vernon agar pria itu bisa diam mengunci mulutnya rapat-rapat.

"Aku tahu." Alex mengerucutkan bibir. Ia sudah lelah sampai menyandarkan badannya di punggung kursi.

"Eh, kau mendengarku menelpon Vernon?" Joshus membelalakkan mata tapi Alex segera menggeleng.

"Aku hanya tahu kau takut padaku."

"Dulu, ya." Koreksi Joshua cepat.

"Sekarang bagaimana?" Tiba-tiba Vernon bertanya.

Joshua terdiam. Ia perlahan melirik Alex lewat kaca spion tengah tapi gadis itu juga melihatnya lewat sana. Keduanya bertatapan selama beberapa detik sebelum Joshua harus kembali fokus melihat jalan.

"Bagaimana?" Vernon terdengar menuntut.

"Dia menakutkan ketika menjelaskan jadwal bekerjanya." Jawab Joshua sembari menyeringai kepada Alex lewat kaca itu.

"Eish... aku pulang naik bus saja, ya, setelah mengantar Vernon!"

 aku pulang naik bus saja, ya, setelah mengantar Vernon!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]Where stories live. Discover now