3

3.9K 438 4
                                    

"Kak, kau beneran tidak mau pulang sekarang!? Bagaimana bisa kau tinggal dengan fans sendiri? Gila!"

Vernon memekik tidak percaya, suaranya terdengar agak khawatir dan Joshua makin miris dengan keadaannya sendiri. Ia baru saja bercerita soal Alex yang ternyata fansnya, meski gadis itu tidak mengakui. Ia sendiri bingung harus bagaimana apalagi ia sudah mengeluarkan kocek yang dalam untuk membeli tiket dan sewa apartemen di Lausanne. Bagaimana bisa ia berada di negeri mahal ini pikir Joshua, menghabiskan uang untuk bertemu dengan fansnya sendiri.

"Aku lihat minggu depan. Sayang, uangku sudah terbuang, masa aku tidak jalan-jalan di sini?"

"Tapi kau sadar, kan, Kak!? Kau tinggal dengan fans! Apa kau tidak takut kalau dia memotretmu malam-malam? Apa kau tidak takut dia akan memberitahukan keberadaanmu di Lausanne kepada temannya?"

Pertanyaan beruntun itu membuat bulu kuduk Joshua meremang. Ia tiba-tiba membayangkan hal buruk itu di kepalanya. "Yaa! Bisa tidak menakutiku, tidak?"

"Aku tidak menakutimu, Kak! Aku bicara fakta! Aku mewanti-wantimu sebelum ada berita yang bilang kau dikuntit oleh penggemar di Swiss!"

"Vernon, please don't overact. I do afraid, tapi aku baru bisa memutuskannya besok. Kau doakan aku dapat tiket murah untuk kembali ke Seoul."

"Amen! Akan ku carikan sekaligus! Kalau mau kau bisa pinjam uangku dulu, Kak. Ini demi keamananmu!" Kata Vernon lalu memutuskan hubungan telepon setelah Joshua mengucapkan terima kasih.

Dengan frustasi Joshua melemparkan ponselnya ke atas kasur. Ia mengacak pinggang sembari menatap kamar barunya yang tampak minimalis, rapi dan nyaman itu. Kalau saja ia tidak bertemu Alex, mungkin sekarang ia akan sibuk membanggakan diri karena berhasil mendapatkan apartemen bagus dengan harga murah di Swiss (murah apabila dibandingkan dengan apartemen lain). Perlahan, Joshua berjalan ke jendela kamar, ia menggeser jendela itu sedikit untuk memasukkan udara segar dari luar.

Dibalik semua kejadian yang dialaminya hari ini, ada satu kesyukuran yang hinggap di hati Joshua. Kesyukuran itu berupa pemandangan indah danau Jenewa atau Lac Lèman dalam Bahasa Perancis dicampur sedikit pemandangan kota yang tampak kecil dari bangunan apartemennya.

Sayangnya ia tidak boleh berlama-lama di sana.

~~~

Mamie Manola menelpon Alex begitu gadis itu pulang dari restoran. Kondisi apartemen sepi meski Alex tahu Joshua sedang ada di kamarnya, mungkin sedang beristirahat karena jet lag. Alex bukan tipe orang ekstrovert yang mudah bergaul, ia malah kikuk dan masih agak takut dengan Joshua. Bukan takut akan dilecehkan seperti apa yang ia ancam kepada Mamie Manola, melainkan takut Joshua merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Sejujurnya Alex ingin mengubah masa lalu, ia ingin pura-pura tidak mengenal Joshua--tapi tidak mungkin tidak kaget melihat pria itu datang sebagai roomate-nya.

"Aman terkendali." Kata Alex singkat dengan Bahasa Perancis yang agak terbata-bata.

"Bagaimana Joshua? Dia baik, kan? Apa ku bilang! Kau pasti akan menyukainya." Seru Mamie riang, Alex tersenyum kecut. Ia bahkan sudah menyukai Joshua sebelum bertemu dengan pria itu. Menyukainya sebagai seorang idol, lebih tepatnya.

"Ya... sepertinya begitu. Aku tetap harus menjaga diri, Mamie."

"Kau sudah besar, Alex. Tidak perlu khawatir dengan hal-hal seperti itu. Nikmati masa mudamu!" Kata Mamie membuat Alex menahan sumpah serapah di ujung lidah.

"Okelah, Mamie. Aku tutup, ya. Hati-hati pulangnya besok."

"Oui. Selamat malam Alex."

"Selamat malam Mamie." Ucap Alex kemudian melempar ponselnya ke atas sofa. Bukannya ke kamar untuk berganti baju, Alex malah beralih ke dapur, membuka kulkas dan memotong apel dan pir.

Sudah menjadi kebiasaannya ngemil buah di malam hari karena ia terlalu lelah untuk menyiapkan makan malam. Hanya sesekali ia makan malam, itu pun kalau dapat jatah sisa kitchen tempatnya bekerja. Hidup di Lausanne sebagai pekerja dan mahasiswa memang agak susah, apalagi dengan biaya hidup yang mahal. Alex sendiri tidak pernah sadar kalau tubuhnya makin mengurus sejak merantau jauh dari Negaranya.

Saat Alex asyik memotong-motong buah, pintu kamar Joshua terbuka. Dari dapur, Alex bisa melihat dengan jelas wajah bantal Joshua. Pria itu tampak sangat kelelahan, tapi tetap terlihat tampan di mata Alex.

"Mau... buah?" Tanya Alex ragu. Ia mendorong piring berisi beberapa potong buah apel.

Tapi Joshua menggeleng. Pria itu berjalan mengambil gelas dan meminum banyak air. "Kau... punya mie instan?"

"Hmm... untuk saat ini kau bisa makan mie instanku." Ujar Alex sembari membuka laci di atas westafel tempatnya menaruh mie instan. Ada banyak jenisnya sampai Joshua sempat terpukau.

Sebenarnya, Alex merasa sedikit tidak ikhlas untuk membagi harta karun itu kepada Joshua, tapi berhubung pria itu baru sampai di Lausanne dan Alex terlalu lelah untuk menyiapkan makan malam, diikhlaskannya saja stok mie instannya selama sebulan itu kepada Joshua.

"Aku ambil Ramyeon, ya. Panci dan mang--"

"Ada di laci sebelahnya. Kau bisa mengecek semua laci, Mamie Manola meminjamkan kita banyak peralatan masak." Kata Alex cepat, menyembunyikan rasa sedih karena stok mie instannya berkurang satu hari ini.

Joshua mengangguk paham. Tanpa banyak tanya, ia segera memasak Ramyeon. Dibalik rasa sedihnya, Alex tak menduga kalau Joshua ternyata terlalu diam dan tertutup sebagai seseorang bertipe ekstrovert. Ia bertanya-tanya, apakah Joshua merasa tidak nyaman dengan kehadirannya? Apakah Joshua tidak menyukai Kota Lausanne karena berbeda dengan apa yang diekspetasikannya? Kalau dipikir-pikir, Alex jadi tidak nyaman membuat Joshua seperti itu. Buru-buru ia menyelesaikan kegiatannya dan segera membasuh talenan serta pisau di westafel.

"Aku permisi ke kamar, ya." Pamit Alex sembari membawa piringnya ke kamar. Tidak lupa ia mengambil tas dan ponsel yang tergeletak di atas sofa, meninggalkan Joshua yang memasak sendirian di dapur.

Bagi Joshua, ia tidak pernah merasa sesenang ini untuk ditinggal sendirian sebelumnya. Kehadiran Alex membuatnya was-was. Sepeninggal gadis itu ia menjadi lebih rileks bahkan hampir bersenandung karena bisa makan mie instan di malam hari. Kapan lagi coba, ia bisa bebas dari diet ketatnya?

 Kapan lagi coba, ia bisa bebas dari diet ketatnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang