23

2.3K 290 3
                                    

Joshua

Sebentar lagi kami merapat
di dermaga

Pesan Joshua membuat Alex lebih cepat mengayuh sepedanya. Ia tengah berbaring di apartemen, menikmati waktu sendirinya setelah bekerja hingga sore hari di Palais de Rumine saat pesan itu masuk. Alex sudah berjanji untuk menjemput Joshua dan Vernon dari Lausanne-Ouchy untuk menikmati kudapan malam di Bar Les Arches. Bar yang tiba-tiba ingin didatangi Joshua dan Vernon karena lokasinya yang tepat berada dibawah Jembatan Grand Point. Jembatan kokoh yang sudah ada sejak abad ke-sembilanbelas di sisi jalan Place de l'Europe.

Sebenarnya Alex tidak setuju dengan Bar itu. Ada banyak tempat yang lebih bagus dari Les Arches, tapi kedua manusia itu keukeuh karena ingin berfoto di sana sembari menikmati pemandangan dan live music sampai jam 12 malam.

Begitu sampai di Pelabuhan, Alex memanjangkan leher. Ia memperhatikan kerumunan orang yang keluar dari pintu pelabuhan dan tidak lama menemukan Joshua bersama Vernon celingukan mencarinya. Segera Alex menghampiri kedua orang itu dengan sepedanya.

"Kenapa kau bawa sepeda?" Joshua mengernyit menatap Alex yang gelagapan.

"Aku takut telat menjemput kalian." Jawab Alex sejujur-jujurnya. Ia merasa tidak enak dengan pertanyaan Joshua tersebut. Tapi ia akan lebih tidak nyaman lagi kalau membuat Joshua dan Vernon menunggunya datang menjemput.

"Jadi, bagaimana caranya kita ke Les Arches?" Tanya Joshua retoris, sedangkan Vernon--seperti biasa--diam memandang kedua orang itu.

"Kalian bisa naik bus, nanti aku susul dengan sepeda." Jawab Alex santai tapi Joshua menggeleng. "Ini sudah jam setengah sepuluh, Alex. Cepat! Kita ke apartemen dulu."

"Tap--"

"Aku juga lebih ingin ke apartemen dulu untuk menaruh tas." Sela Vernon segera. Ia bisa melihat wajah Alex yang meringis dan Joshua yang menghela napas panjang.

Di tengah perdebatan itu Vernon sebenarnya bingung mengapa Joshua harus kesal dan mengapa Alex keukeuh membawa mereka ke Les Arches sesegera mungkin. Makanya ketika ia dan Joshua pulang ke apartemen menggunakan bus--dan Alex harus mengayuh sepedanya sendiri--ia bertanya kepada Joshua.

"Kenapa mood-mu jadi seperti itu, Kak? Lagipula Lausanne bukan tempat yang mengerikan. Alex sudah biasa pulang malam bukannya?"

"Aku tidak tahu." Jawab Joshua sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak kesal, ia sebenarnya hanya khawatir kepada Alex saja. Meski sudah biasa pulang malam, ia tetap khawatir apabila terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap gadis itu.

"Lirikan matamu tadi membuatnya takut, loh!"

"Aku tahu." Joshua menghela napas. "Alex harusnya sadar kalau dia perempuan."

"Terus? Emantisipasi wanita, Kak. Dia hebat dan aku pikir kau tidak perlu mengkhawatirkannya." Kata Vernon dengan senyum teramat lebar, ia bahkan mengacungkan jempol membayangkan sosok Alex yang baru dikenalnya beberapa hari terakhir.

"Tetap saja dia perempuan!"

"Heh..." Vernon mendesah. "No wonder our Mr. Gentleman."

~~~

Les Arches penuh dengan manusia, mereka seakan lupa kalau besok hari senin. Hari pertama mereka harus kembali bekerja di minggu yang baru. Tidak terkecuali Alex. Ia sempat lupa dengan fakta itu dan mengiyakan ajakan Joshua ke Les Arches sebagai pemandu dan juru bicara saat memesan sesuatu di sana. Begitu mengingat esok adalah hari senin, Alex hanya bisa berdoa agar besok ia tidak tepar dan bisa bangun pagi seperti biasanya.

"Jadi, besok kalian ke Bern naik apa?" Tanya Alex setelah seorang pramusaji meninggalkan meja setelah mereka memesan makanan.

"Kereta." Jawab Joshua. "Jadwalnya siang. Biar sampainya bisa ke Kota Tua dan malamnya ke Gedung Parlemen."

"Jangan lupa ke Aare River. Pemandangan lampu di sekitar sungai itu bagus sekali." Alex merekomendasi.

"Ke Bern pastinya harus ke Rumah Einstein!" Seru Vernon tak mau kalah.

Alex terkekeh. Ia menganggukkan kepala. Ada banyak tempat menarik yang bisa mereka datangi di Bern. Bukan hanya Kota Tua, Gedung Parlemen, Museum ataupun Sungai Aare, tapi juga Taman Beruang, Kebun Mawar, dan Gurten. Favorit Alex adalah Gurten karena dari pegunungan itu ia bisa melihat pemandangan Kota Bern dan merasakan naik Trem ke atas gunung.

"Kau serius tidak bisa ikut, Alex?" Tanya Joshua untuk kesekian kalinya sejak mereka sampai di Les Arches--sejak mereka membuka topik tentang Bern.

"Bisa kalau aku menjadi Amoeba." Jawab gadis itu setengah bercanda dan Vernon tertawa mendengar candaannya. Tetapi, tidak dengan Joshua yang masih berharap datangnya keajaiban bahwa Alex bisa ikut perjalanan mereka di Bern selama 3 hari.

"Aku tidak bisa, Joshua. Liburanku masih lama sekali." Kata Alex kali ini agak lebih serius karena Joshua tidak tertawa sama sekali. Pria itu memangku wajahnya, menatapnya dengan Vernon bergantian.

"Sayang sekali." Joshua mendesah.

"Ya, sayang sekali. Kapan lagi kau bisa pergi berlibur dengan dua orang idol favoritmu." Vernon menggerak-gerakkan alisnya membuat Alex menahan tawa sedangkan Joshua menyikutnya agar tidak membuat keributan di tempat itu.

"Kalian harus ke sini saat aku liburan. Aku rela menjadi pemandu wisata kalian keliling Swiss."

"Kalau dibayar aku mau." Ujar Vernon segera dibalas Alex dengan decakan lidah. "Harusnya aku yang dibayar!"

Entah karena terganggu dengan candaan Vernon dan Alex, Joshua hanya bisa menghela napas. Pria itu bersandar di kursinya, mendengarkan tawa Alex dan Vernon yang bersahutan. Ia tidak mengira kalau dua orang itu cocok satu sama lain. Joshua bahkan merasa sangsi dengan Vernon yang saat di Korea sering menyuruhnya untuk menjauhi Alex--tapi kini pria itu malah tampak dekat dengan Alex, seakan melupakan keberadaannya.

"Di Evian kalian hanya ke Palais de Lumière? Sisanya makan? Serius?" Alex membelalakkan mata saat mendengar cerita Vernon tentang perjalanan mereka ke Evian-Les-Bains.

Joshua menggeleng. "Kami sempat ke Source Cachat, Eglise Notre Dame, Town Hall... ya, tidak semua tempat bisa dikunjungi, sih. Kebanyakan kami memang menikmati wine dan makanan khas Perancis di sana."

"Ooh... sayang sekali, sekarang tidak ada jadwal exhibition di House Gribaldi. Tempat itu juga punya sentuhan masa lalu yang keren."

"Lebih sayang lagi kami hanya ke Evian saja. Coba bisa menjelajah lebih jauh." Vernon mengerucutkan bibir dan Joshua segera menepuk punggungnya. "Kalau kau bisa tinggal lebih lama, kita bahkan bisa hiking ke Gunung Alpen."

"Harusnya kau meyakinkanku lebih serius  Kak." Kata Vernon menggoda Joshua. Yang digoda hanya bisa menggelengkan kepala.

 Yang digoda hanya bisa menggelengkan kepala

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]Where stories live. Discover now