END. KAMU DAN KENANGAN

594 50 32
                                    

☘️☘️☘️

Ini sudah September ketujuh belas, setelah Arjuna meninggalkan dunia. Rasa sakit itu masih ada, tapi mulai sedikit mereda. Luka itu masih menganga, tapi mungkin ia mulai terbiasa. Bulan september tak ubahnya sebuah pengingat, bahwa di bulan ini terjadi peristiwa yang menempatkannya di titik terendah; kehilangan Arjuna untuk selama-lamanya.

Sangat teringat jelas di ingatan Yerika, saat kekasih hati menghembuskam napas terakhir di pangkuannya sendiri. Sakit jika diingat, tapi tak bisa juga untuk dilupa.

Saat itu ia dan Arjuna masih sempat bercanda, tertawa berisik seperti anak kecil. Sesekali Yerika menggelitiki perut Arjuna, sesekali Arjuna menggelitiki leher Yerika, lalu membuat suara kikikan bersama.

“Yerika...”

Tanpa mengalihkan pandangan dari laptop, Yerika menyahut. “hm? Apa?”

“setiap orang pasti punya kata-kata terakhir kan?”

Dahi Yerika mengernyit. “kenapa nanya gitu? Kamu tuh kayak mau meninggal aja mikirin kata-kata terakhir.”

Arjuna tersenyum samar. “memang iya.”

“ih kamu jangan aneh-aneh dong!”

Tangan Arjuna terulur, menangkup tangan Yerika. “saya cinta sama kamu, Yerika.”

Saat Arjuna meninggalkan dunia, dunia Yerika juga hancur. Tinggal menunggu esok hari untuk Arjuna operasi dan sembuh, tapi Tuhan sudah mengambilnya lebih dulu. Manusia memang hanya bisa berencana, tetap saja yang memegang kendali adalah Sang Maha Kuasa.

Bahkan saat acara pemakaman, rasa sesak di dada Yerika tak bisa mereda, malah semakin menyesakkan. Yang Yerika lakukan setelah acara selesai adalah menangis di atas gundukan tanah yang masih basah itu, rasanya ingin membawa Arjuna kembali ke dekapannya, ke sisinya.

“tidak peduli seberapa banyak kamu menyiramnya, bunga yang telah mati tidak akan pernah tumbuh kembali,” ujar Jefri, kala itu.

Yerika mengusap wajahnya lagi, menghapus air matanya. Jika dulu ada tangan lain yang mengusapnya, kini ia harus mengusap sendiri, bertahan sendiri menjalani hidup dengan bayang-bayang Arjuna. Tangannya meraih ponsel, ia membuka aplikasi instagram milik Windi, wanita itu kini menjadi psikolog sekaligus motivator. Di postingannya banyak kata-kata menginspirasi, Yerika sangat terbantu dengan itu. Dengan seksama, Yerika mendengarkan rangkaian kata yang keluar dari mulut Windi.

“perpisahan pasti terjadi,”

“direncanakan atau tidak,”

“ikhlas atau tidak,”

“siap atau tidak,”

“perpisahan itu pasti terjadi.”

Air mata, tak bisa terbendung lagi. Lagi-lagi menangis, kisahnya bersama Arjuna cukup indah, hanya akhirnya saja yang menyedihkan.

“suatu waktu, saya nanya ke teman saya. Apa sih perasaan yang paling gak enak, paling gak nyaman, yang pernah kamu rasain? Dia jawab; di saat kamu bener-bener rindu sama seseorang, tapi sadar gak akan bisa ketemu sama seseorang itu lagi,”

“teruntuk kamu yang sedang terluka karena perpisahan, semangat ya! Semoga lekas sembuh lukanya, dan juga mendapatkan pemyembuh. Kamu berhak bahagia!”

Yerika mengulas senyum tipis.

Tiba-tiba saja terdengar langkah kaki yang cukup ribut, pelakunya adalah putra Yerika, Arjuna Andreas. Arjuna membawa secarik kertas berisikan puisi yang baru saja ia tulis. “mama! Aku lagi bikin puisi untuk lomba, aku bacain ya, menurut mama bagus atau enggak,” ujar si anak.

Tentu saja Yerika mengangguk.

Teruntuk kamu yang selalu mampu tersenyum dan menyembunyikan air mata,
Aku mengerti betapa inginnya kamu berlari dan berteriak sekencang-kencangnya,
Betapa inginnya kamu meneteskan air mata yang sudah tertahan di pelupuk mata,
Betapa inginnya kamu lega, bebas, tanpa beban di kepala,

Karena ini tentang kerasnya dunia yang selalu menghantam tubuh dan pikiranmu,
Namun kamu menyembunyikan semua seakan tidak terjadi apa-apa,
Seakan semuanya tengah baik-baik saja,

Senyummu begitu teduh dan menawan,
Terimakasih ya orang hebat,
Iya kamu hebat,
Hebat sekali,
Untuk malam ini, tidur yang cukup,
Dan biarkan tubuhmu beristirahat dengan nyenyak.

“gimana ma? Bagus gak?”

Yerika mengangguk cepat. “bagus sayang, bagus banget, pasti menang deh!” ujar Yerika memberi semangat dan kepercayaan diri.

Si anak memeluk Yerika. “Arjuna sayang mama...” ujar Arjuna.

Iya, kedua Arjunanya sangat menyayangi dan mencintai dirinya, kenapa ia harus menangis setiap hari? Nanti kedua Arjunanya bisa sedih.

***

Saat malam, Yerika menyempatkan mampir ke rumah orangtuanya. Selain menjenguk, ia juga ingin ke kamar Arjuna, melepas rindu dengan menghirup wangi khasnya. Sebelum membuka pintu, Yerika mengetuk terlebih dahulu, seraya sang empunya ada di dalam. “Arjuna, aku masuk ya...” bisik Yerika sambil membuka pintu kamar Arjuna.

Ia tidak ingin menangis lagi, walaupun kenyataannya sangat sesak, tapi tidak boleh lagi. Yerika memeluk erat guling yang terletak rapih di atas kasur dengan selimut abu-abu itu.

Di kamar ini, Yerika dan Arjuna pernah belajar bersama.

Di kamar ini, Yerika dan Arjuna pernah tidur bersama, walaupun Arjuna tidur di bawah.

Di kamar ini juga, Arjuna melamar Yerika secara tidak langsung dengan alibi ingin bertanggung jawab untuk anaknya.

Arjuna dan leukimianya, secara tidak langsung memberikannya salah satu pelajaran tentang hidup.

Dan juga, mengubah cita-cita yang awalnya ingin menjadi menteri, langsung memutar balik dan mengambil jalan lain, yaitu dokter spesialis kanker.

Ia, Yerika tahu rasa sakitnya ditinggal pergi manusia berharganya karena ulah penyakit leukimia itu. Setidaknya, ia bisa membuat banyak orang terbebas dari belenggu maut, juga duka yang datang tak kenal waktu.

— END —

YEYYYY!!!

DAH YA SEGITU SAJA, TAK ADA BONCHAP BLA BLA BLA.

ENOUGH OKAY, ENOUGH!

TERIMAKASIH YANG SUDAH BACA!

Leukimia | Xiaojun Yeri ( ✔ ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang