36 🌻🌻 Penawar Racun

32.5K 3.8K 1.7K
                                    

🌻🌻🌻🌻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌻🌻🌻🌻

“Tika, ini gue bayar utang. Lunas, ya?”

Semua mata di ruang tengah kantor itu teralihkan pada suara Henny yang tiba-tiba saja menyerahkan lembaran uang pecahan baru—masih bau mesin kalau kata Luluk, sementara yang diberi uang-uang itu justru melongo. Tika mati kutu.

“Utang yang mana nih?” tanya Tika sembari menggaruk kepala. “Kan lo nggak punya utang sama gue,” sambungnya.

“Santai, gue bayar dulu aja. Ngutangnya belakangan.” Henny tersenyum miring sambil mengibaskan tangan dengan gaya angkuh. Dan setelahnya, tentu kehebohan kembali memenuhi ruangan itu.

Arya tersenyum, pada akhirnya dia bisa tersenyum lagi setelah akhir-akhir ini merasa tertekan hingga rasanya ingin mati. Berada di antara Diana dan Dinara sangat tidak mudah, tapi semua itu segera teratasi karena dia sudah mengakui segalanya. Di hadapan Dinara terutama, meski agak kecewa karena bukan raut cemburu yang didapat setelah mengakui hal itu susah payah.

Dinara tetaplah Dinara yang sejak dulu Arya kenal. Si masuk akal, si profesional. Arya terlalu berlebihan memikirkan kesehatan dan perasaan wanita itu selama menutupi kehadiran Diana di antara mereka. Nyatanya, Dinara tidak seperti itu. Dia terlihat biasa-biasa saja, bahkan tidak terlihat kaget sama sekali ketika Arya mengatakannya untuk kali pertama. Entah Arya harus sedih atau lega.

“Sombong! Yang baru gajian sombong amat. Berasa bisa berangkat umroh hari ini juga, hu!” Dian meledek rekan-rekannya yang memang sering kedapatan menyombong setelah menerima transferan gaji bulanan.

Terutama para lajang junior seperti Lita, Tika, Henny, pulang kantor mereka akan menyambangi banyak toko kemudian memublikasikan kegilaannya itu di status dengan berbagai barang hasil buruan. Dan tak tanggung-tanggung, Tika akan menyombongkan diri pada sobat-sobatnya di kampung, lalu mengunggah kalimat seperti, “Uang banyak, utang nggak punya, sampai muak belanja. Entah harus gimana lagi hidup ini, susah banget ngabisin tabungan.”

Saking seringnya siklus ini terulang, Arya sampai hafal kebiasaan pegawainya itu. Oh, apakah ini terjadi atas kesalahannya juga? Apa... Arya menggaji mereka terlalu besar? Kalau dia melakukan pemotongan gaji, apa trio berisik itu akan tetap melakukannya?

“Mbak Luluk, gimana? Kita hari ini mau ke Kokas, ada sale di outlet BBW. Gue pengen beli mist yang Magic in the Air. Yang pake BBW di sini kan cuma gue sama mbak Luluk.” Lita bersuara, sementara yang diajak bicara pura-pura tidak mendengar, fokus pada ponselnya.

“Menurut gue ya, BBW yang itu wanginya mirip banget sama VS Velvet Petals, malah lebih strong and long last VS lah. Ngapain coba jauh-jauh ke Kokas ngincer diskonan doang, kayak difficult people aja.”

“Ini mentang-mentang baru pada gajian terus kalian udah ngerasa keren banget pake Jakselish, ya?” Dian menembak Tika yang mengomentari obrolan Lita. Tapi kalau dipikir-pikir benar juga, biasanya mereka berbincang dengan bahasa Indonesia yang baik, kenapa hari ini ada gado-gado tiap mereka buka suara?

DINARA [Tersedia Di Gramedia] ✔Where stories live. Discover now