34 🌻🌻 Merasa Dicurangi

29.5K 3.9K 1.3K
                                    

🌻🌻🌻🌻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


🌻🌻🌻🌻

Dinara meninggalkan unit apartemennya dengan perasaan tak menentu saat sengaja menguntit Arya dengan penanda yang dia ciptakan sendiri. Arya si titik hijau bergerak mendekati Diana, dan tak butuh waktu lama bagi dua titik itu untuk berdekatan lagi. Seperti kemarin, seperti waktu-waktu yang lalu, dan karena Dinara sedang hamil—pasti karena itu, dia benar-benar kesal.

Mematikan benda penunjang untuk mengawasi sang suami adalah jalan keluar terbaik, tercepat dan teraman saat ini. Dia juga memutuskan untuk berhenti mengawasi Varrel, entah saat ini saja atau untuk seterusnya. Kegiatan itu tidak baik untuk kesehatan mentalnya sebagai wanita hamil. Dinara tidak pernah dihadapkan pada pekerjaan yang membuat hati dan pikirannya repot begini.

Jadi, dia keluar dari tempat tinggalnya dengan Arya menuju kediaman Melia. Ada banyak hal yang harus diurus, bertemu Haikal salah satunya, juga mengkaji ulang pekerjaan baru ini dengan Hauna.

“Mbak nggak makan?”

Dinara menolehkan kepala begitu melihat sang ibu muncul dari luar rumah. Tidak ada siapa-siapa selain Eceu siang ini, Danish entah ke mana, Melia tentu saja mengurus usahanya, tapi berhubung Haikal akan datang ke sini maka mereka memutuskan untuk berkumpul.

“Nggak lapar, Ma.”

Dinara menjawab ibunya pelan, selera makan yang kemarin sudah membaik belakangan jadi kacau lagi. Hanya minuman sereal yang bisa ditelannya pagi ini, sebuah apel untuk mengganjal perut saat makan siang, dan entah apa asupan makan malamnya nanti. Semoga masakan Danish atau kemurahan hati Arya membelikan salmon mentai kegemarannya bisa membujuk selera makan itu kembali.

“Mau mama masakin? Mbak mau apa? Mas Haikal masih di jalan, ya? Masih lama katanya?”

Dinara melirik arloji di pergelangan tangan, niatnya memeriksa waktu terkini, tapi dia malah terkenang suaminya. Arloji ini sepasang dengan milik lelaki itu, dia membelinya lewat Pramudya saat ulang bulan pernikahan mereka yang ketiga.

“Mbak?” tegur Melia, kontak saja Dinara terlonjak. Laju detak jantungnya meningkat.

“Ngabarin berangkat dari satu jam yang lalu.” Alisnya berkerut, Dinara menahan napas ketika merasakan dadanya berdebar tidak normal, kulit perutnya mengencang, menimbulkan sensasi tidak nyaman. Untuk meredakan serangan itu tangannya bergerak mengelus-elus perut, berusaha membujuk dan menenangkan seseorang yang mungkin terganggu di dalam sana.

Melia mendekat dan membuat Dinara sedikit bergeser, ikut meletakkan telapak tangan di perutnya. “Kenapa? Cucunya oma kenapa? Ibunya lagi banyak pikiran, ya?”

“Nggak, Ma.” Dia menyangkal cepat. “Kurang tidur aja semalam.”

“Udah kena serangan insomsia lagi, Mbak?”

Dinara mengangguk. Dia tidak sepenuhnya berbohong, dirinya memang kurang tidur. Berulang kali mencoba resep omelet buatan Danish untuk sarapan pagi suaminya, dan semuanya berakhir di tempat sampah. Bahkan yang sudah terhidang di meja makan, karena Arya pergi begitu saja, melewatkan jam sarapan. Dia bertemu dengan Diana pagi-pagi buta.

DINARA [Tersedia Di Gramedia] ✔Where stories live. Discover now