34 🌻🌻 Merasa Dicurangi

Bắt đầu từ đầu
                                    

“Banyakin tidur siang kalau gitu, mama takutnya tekanan darah Mbak jadi nggak normal karena kurang tidur. Jangan terlalu banyak kerja, coba obrolin lagi beban kerja Mbak sama Hauna.”

Beban kerjanya bahkan tidak seberapa, Dinara justru jenuh dengan pekerjaan barunya. Mengawasi Varrel si pemuda canggung membosankan, ditambah kegilaannya menguntit Diana dan Arya. Hal yang tidak sehat untuk mentalnya, dia harus berhenti melakukan kegiatan itu demi kesehatan calon bayi.

Harusnya Dinara tidak perlu uji nyali. Mestinya dari awal dia tidak perlu tahu soal ini, agar mentalnya sehat, agar tidurnya nyenyak, agar dia bisa makan dengan nikmat. Bukan begini, mengetahui segalanya justru membawa banyak petaka.

Bunyi bel dan langkah Eceu yang tergopoh membuka pintu menginterupsi perhatiannya, Dinara segera berbenah, dia tidak boleh terlihat lemah. Hanya butuh beberapa detik, sosok Haikal muncul di hadapannya. Mereka saling bertatap nanar, sama-sama menahan napas, sampai Haikal memutus kontak lebih dulu dan tertuju pada perutnya yang mulai membesar.

“Maaf mengganggu waktunya.” Haikal membuka obrolan pertama kali setelah mereka berkumpul di ruang tamu. Berkas-berkas yang terdiri dari surat perjanjian serah terima gadai, juga sertifikat kepemilikan tanah dan sawah tergeletak di atas meja yang memisahkan mereka.

“Mama di ruang tengah.” Melia memutuskan untuk meninggalkan Dinara berdua dengan Haikal, pasti belum bisa merasa aman dan nyaman setelah beberapa waktu lalu mereka sempat diterpa masalah.

“Nggak mau panggil Danish dulu, Neng?” Haikal bertanya.

“Buat apa?”

“Kita butuh orang ketiga sebagai saksi sekaligus pelindung kamu.”

Dinara mendengkus kecil. “Mas mau dipukul lagi ya sama dia?”

Haikal terkekeh, tidak menolak tapi tidak menyetujuinya juga. Dengar-dengar dia terluka cukup parah setelah Danish menemukan dan menghajarnya habis-habisan. Namun melihatnya saat ini, Haikal tampak sehat-sehat saja. Dia enak dilihat, seperti dulu saat Dinara baru mengenalnya. Bohong kalau dia mengatakan Haikal bukan salah satu lelaki tampan di muka bumi ini hanya karena sudah menikah dengan Arya. Dinara hanya mengabaikan fakta itu dan tidak terlalu fokus padanya.

“Mas baru ada dana 400 juta, jadi nebus sertifikat yang ini dulu, ya.”

Keduanya memulai diskusi penebusan aset yang digadai keluarga Haikal demi menebus uang tabungan Dinara yang terpakai. “Dua lagi semoga bisa ketebus akhir tahun ini. Atau Neng Dinar mau ambil aja?”

“Buat apa?” Dinara mengerutkan alis. “Sumedang bukan kampung halaman aku.”

Walau tadinya pernah jadi salah satu tempat tujuan mereka berlibur setelah menikah.

“Ini masih di kecamatan terpencil, Neng. Jauh dari kota dan hiruk pikuk keramaian, enak buat healing, siapa tahu Neng butuh tempat buat menenangkan diri.”

“Di kampungnya Mas Haikal?” tembak Dinara cepat dan pria itu tertawa.

Tanah sawah yang digadai keluarga Haikal padanya berlokasi di kampung halaman lelaki itu, daerah Tanjungkerta – Sumedang, dilihat dari peta memang cukup terpencil, mungkin bagus membangun vila di sana, tapi membayangkan berlibur di kampung mantan tunangan tentu lain cerita. Dinara tidak memiliki cita-cita mulia seperti itu.

Mereka menggadai tiga sertifikat tanah dengan nilai aset di atas 1 miliar. Dinara juga menerima pengembalian uang tunai sebelum ini karena uang tabungan yang terpakai oleh Haikal memang cukup besar. Hari ini, lelaki itu berhasil mengembalikan uangnya lagi dengan menebus salah satu sertifikat tanah milik orangtuanya yang tergadai. Masih ada dua yang tersisa, namun nilainya paling besar hanya 600 juta saja.

DINARA [Tersedia Di Gramedia] ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ