Dunia Sam seakan berhenti berputar. Ia menatap kosong kertas yang ada di tangannya. Sam menatap dokter itu dengan sendu. "Kalau memang harus merelakan janin itu apakah bisa istri saya untuk hamil lagi nantinya?"

Dokter itu mengangguk. "Bisa, tetapi umumnya, butuh waktu dua minggu hingga dua bulan untuk bisa mengembalikan siklus menstruasi, menyeimbangkan hormon kehamilan, dan menyegarkan tubuh. Jadi selama itu anda belum bisa untuk berhubungan intim dulu. Tetapi tenang saja, selama kualitas sperma anda dan sel telur istri anda bagus dan matang pasti bisa mendapatkan momongan lagi. Saya perlu keputusan ini dengan waktu secepatnya, kita tidak bisa membiarkan ibu Adyba dengan keadaan yang seperti itu terus."

Sam menghela nafas panjang, ia mendongak, mungkin sebentar lagi air matanya akan menetes. Sam mulai menggenggam pena yang sudah disediakan di situ, mulai menandatangani persetujuan itu dengan nafas yang memberat. Matanya berkaca-kaca saat tanda tangan itu sudah terbubuh dengan sempurna di atas kertas itu. "Lakukan yang terbaik untuk istri saya, Dok."

***

Sam menghela nafas panjang. Dikecupnya terus punggung tangan Dyba yang terasa dingin dalam genggamannya ini. Tetes demi tetes air matanya turun, ia tidak tau harus bilang apa nanti ke Dyba.

Kadang Sam berpikir mengapa ia baru menikah dua bulan sudah diberi ujian seperti ini dari yang maha Kuasa? Mengapa Allah mengambil anaknya yang bahkan ia dan Dyba belum tau keberadaannya?

Tadi dokter memutuskan untuk melakukan terapi operatif. Itu dilakukan  karena sisa janin masih tertinggal di dalam rahim dan menyebabkan perdarahan tak kunjung berhenti. Sam menyaksikannya sendiri, bagaimana janin 7 minggu memang masih sangat mungil-- seukuran buah kersen itu diangkat dari rahim Dyba. Air mata Sam menetes terus menerus saat ia berada di ruang operasi tadi. Seharusnya, buah hatinya itu otaknya sedang berkembang dalam kecepatan yang luar biasa, menghasilkan sel-sel baru setiap menit. Ia juga sedang mulai membentuk gigi, langit-langit mulut, dan sendi, tetapi malah ini yang terjadi.

Para orang tua juga masih shock terhadap ini semua. Mereka masih tidak menyangka. Mereka hanya bisa terduduk diam di belakang Sam, memandangi punggung Sam yang sedari tadi bergetar itu. Mereka melihat bagaimana rapuhnya seorang Sam. Mereka melihat bagaimana tidak percayanya Sam terhadap kejadian yang menimpanya ini.

Sam mengelus pipi Dyba, masih ada selang oksigen yang terpasang di hidung wanitanya. Sam berdiri, ia mengecup dahi Dyba. Air matanya turun ke pipi Dyba saat ia mengecup dahi itu.

"Sayang, yang kuat, kita hadapi ini bersama. Maaf aku gak bisa ngejaga anak kita. Maaf aku gak bisa mempertahankan anak kita."

Andrew berdiri, ia merangkul bahu Sam. Sam langsung memeluk papanya itu. "Pa, kenapa ini terjadi?"

Andrew mendongak menahan air matanya yang akan jatuh, ia paham rasanya. Andrew menepuk-nepuk bahu anaknya itu. "Yang kuat, papa tau kalian pasti bisa ngelewatin ini semua. Papa cuma bisa ngasih support kamu sama Dy aja. Kamu juga harus bisa nguatin Dyba karena Dy yang paling terpukul walaupun papa tau kamu pasti terpukul juga. Ikhlasin anak kamu, kasian dia di surga ngeliatin papanya nangis kayak gini. Ini bukan salah kamu, bukan salah Dyba, berhenti nyalahin diri kalian."

Sam menarik nafasnya panjang, ia melepas pelukan dari papanya. "Tadi, adek udah di makamin sama temen-temennya, Pa. Sam tadi nanya sama dokternya, terus kata dokternya di rumah sakit ini udah disediain makam untuk bayi yang keguguran di bawah 4 bulan. Bentuknya adek bahkan masih kecil banget, Pa."

Andrew menarik Sam ke pelukannya lagi saat lelaki itu kembali menangis. Sam berbisik, "Harusnya adek lagi aktif tumbuh, Pa."

Andrew hanya bisa menepuk-nepuk punggung Sam untuk menguatkan lelaki itu. Ia ngerti, janin itu bahkan belum genap 2 bulan, dan itu berarti masih amat kecil. "Iya, papa paham. Udah Sam, ikhlasin adek di sana. Adek nanti sedih loh liat papanya nangis terus kayak gini."

"Sam, itu Dyba." Perkataan papanya itu langsung membuat Sam melepas pelukannya. Sebelum ia berbalik badan, ia sempat menghapus sisa air mata yang ada di pipinya.

Sam menggenggam tangan Dyba, menatap wanita itu dengan sendu. "Ada yang sakit?"

"Aku hamil, ya?"

***

Jujur ini part paling berat yang pernah ku tulis, air mataku ngerembes terus pas nulis part ini (>_<)

Sampai jumpa di part selanjutnya
(❁'◡'❁)

Jangan lupa vote and comment
Terima kasih yang udah mau baca, vote, and comment ceritaku ♡♡

17 September 2020

DySam (After Marriage)  [Selesai]Where stories live. Discover now