Kisah Tari

2.4K 92 0
                                    

  Dari yang melihat sepertinya dia sedang melamun, duduk menyendiri menopang dagu.
Tapi yang sebenarnya Tari sedang berfikir keras ada hal yang mengganjal di pikirannya yaitu tentang Barry dan Sonia, dua hari lalu tanpa sengaja ia melihat Barry dan Sonia tengah berbincang, ada apa dengan Barry dan Sonia? Apa mereka punya hubungan, jika mengingat dengan ke dua orang itu, Sonia sendiri sangat membencinya, Sonia selalu berprasangka bahwa Tari dan Davin tunangannya bermain di belakangnya. Sonia cemburu buta pada Tari.
Sedangkan Barry oh..manusia bejad itu masih mengintai Tari masih menginginkan Tari sebagai perahan. Karenanya Tari menjual apartemen tujuan bukan hanya di alokasikan sebagai modal usaha membuka salon, juga agar Barry tidak menemuinya dan memaksa Tari melayani hidung belang.
Barry sulit menemui Tari sehingga mengharuskan menyambangi Tari ke kampus beberapa kali Tari kucing-kucingan seperti bermain petak umpet menghindari Barry untungnya Tari selalu lebih dulu melihat Barry, ketimbang Barry melihatnya lebih dulu itu sebabnya Tari bisa menghindar.

"Ngelamun aja, biasanya paling hebring mikir apa sih?"
Teguran Nova mengacau pikirannya.

"Gue mau ke kampus."
Meraih tas lalu pergi begitu saja mengacuhkan sahabatnya.

"Tuh anak kenapa? Di tanya apa, jawabnya apa.

Hanya menganggap Tari lagi pms dengan tingkah uring-uringan, salon yang mereka kelola dari pagi hingga jelang siang ramai pengunjung, tapi Tari ogah-ogahan tanpa semangat. Tanpa beban melihat rekannya kewalahan.

Menyusuri koridor kampus tanpa sengaja Tari berpapasan dengan Sonia sosok yang dari tadi berada di pikirannya, Sonia tersenyum ke arahnya tapi entah apa maksud senyuman itu. Sedangkan, Tari tidak menampik ia memilih menghindar, masuk ruang kelas, hanya ingin menghabiskan waktu membaca buku sambil menunggu jam kuliah.

Sesaat kemudian, setelah membaca beberapa lembar buku matanya mulai lelah, mengalihkan pandangannya dari buku ke luar halaman kampus. Matanya tertuju seseorang yang sedang berdiri melihat ke arahnya dia Barry entah berapa lama sudah ia berdiri di sana.

Sebulan lebih sejak Barry memaksa Tari menerima klien, baru kali ini mereka bertemu, Tari bergegas langkah terbaik menghindar dan sembunyi, terus saja ia setengah berlari meninggalkan kampus. Menyeberang jalan, sedangkan Barry mengejar langkahnya kian cepat sesekali Tari menoleh kebelakang memastikan jarak Barry dan dirinya.

Tari kembali menyebrang jalan menuju areal pertokoan, mungkin di sana lebih mudah bersembunyi dengan masuk ke salah satu toko, nafas terengah mengerahkan segala tenaga untuk pergi dari Barry biarlah ia hilang bak ditelan Bumi dari jangkauan Barry, tapi belum masuk ke salah satu toko terdengar suara mobil di rem mendadak, Tari menyaksikan ke jadian di belakangnya dari pantulan kaca pintu toko. Seseorang tertabrak mobil. Perlahan Tari menoleh sang korban tabrak tergeletak tak berdaya orang-orang mulai berkerumun hendak menolong korban hingga membatasi pandangan Tari dari korban.

Sejenak Tari terpaku, tak coba mendekat seperti yang lain sepersekian menit di dengarnya kabar bahwa korban telah menghembus nafas terakhir.

Benarkah? Bahkan Barry baru beberapa menit lalu tersenyum licik padanya, Barry masih mencoba menjeratnya. Tapi kini ia sudah terbujur kaku telentang di tengah jalan menjadi korban tabrakan.

Dia coba kuat, membawa langkahnya mendekat ke garis polisi ia ingin memastikan sendiri ke tiadaan Barry, melihat untuk yang terakhir kali lelaki yang pernah di cintainya.
Sampai akhirnya mobil ambulan membawanya pergi.

Air matanya tumpah. Entah, apa karena tangis sedih kehilangan Barry atau justru bahagia berarti tiada lagi orang yang mengekang kebebasannya, tiada lagi manusia yang sewenang memperlakukan seperti bukan manusia.

                           ***

Hingga malam ini peristiwa siang tadi masih terus terbayang, kejadian berlalu begitu cepat ada rasa sesal merasuk di hatinya jika tadi ia tidak berusaha menghindari Barry mungkin Barry tidak sampai tertabrak mobil dan masih hidup. Adakah sebab kematian Barry karenanya? Kristal bening kembali jatuh.

Tentang Barry, satu persatu kenangan itu muncul ke permukaan, Tari merasakan bagai de javu Bagaimana pun dulu mereka adalah sepasang kekasih yang saling menyayangi bermimpikan hidup berdampingan cinta sampai mati. Tapi, petaka diantara mereka di mulai ketika Barry terlena dengan obat-obatan Barry menjadi pecandu narkoba lalu kecanduan alkohol naasnya, juga melibatkan kekasihnya, Tari yang awalnya selalu di manja berubah menjadikan Tari perahan memaksa Tari melayani pria-pria borjuis yang butuh belaian

Meski berulang kali Barry bersimpuh memohon maaf pada Tari, tapi kuatnya dampak narkoba dan alkohol permintaan maafnya hanya tinggal bualan semata. Dan sang kekasih pun  berakhir tragis.

"Sudahlah, jangan di pikirkan terus ntar sakit loh!"

Shifa mengingatkan, seharian Tari menolak makan minum semenjak pulang dari kampus lalu menceritakan kisah hari ini, lalu masuk ke kamar dan tak kunjung keluar.
Shifa menyambangi menawarkan makanan

"Tapi aku tidak lapar."

"Jangan menyiksa diri, jangan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi semua sudah jalan takdir, sesuatu yang buruk di pisahkan Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik."

Shifa mencoba menghibur, Tari memaksa senyumnya mencoba mencerna perkataan Shifa.

"Tari, jika kamu melihat orang yang  kuat mungkin dulu ia pernah begitu sakit, ada orang yang terlihat tabah mungkin dulu pernah merasakan sedih, ada orang sangat tegar mungkin dulunya teramat rapuh, ada orang bijaksana mungkin dulu pernah menelan kekecewaan,
Yang baik pernah buruk.
Semua ada proses.
Menyesal? Mungkin. Tapi jangan larut dunia dan isinya hanya tempat untuk kita belajar dan beribadah.
Bersabarlah, yakin akan ada harapan hidup lebih baik"

Tari mengangguk, menenggelamkan wajahnya di pelukan Shifa, ada selaksa kepuasan di hati Shifa setelah Tari melunak.

Usai romansa dekapan hangat sahabat mata Shifa tertuju pada kepulan asap tipis di balik meja ada apa di sana?

"Tari, sepertinya ada asap di bawah meja Tar."

Tiba-tiba Tari memegang erat pergelangan tangan Shifa

"Nggak ada apa-apa di sana Shifa."

"Tadi aku liat seperti ada asap.'

"Tidak, tidak ada."

Tari panik gelagapan mencoba menghentikan Shifa, tapi rasa penasaran Shifa tak terbendung ia menghampiri meja. Dan, yang di dapati di balik meja itu ada Nova. sedang merokok, jadi asap itu berasal dari rokok yang di hisap Nova. Melihat Shifa Nova buru-buru menyulut rokok yang telah pupus setengah ke dalam asbak.

"Kamu masih merokok."

"Oh..Shifa I am not free from addiction"

"Jadi saat kamu lagi pengen merokok kamu disini."

Nova mengangguk lalu memasang wajah bersalahnya. Shifa berganti melihat Tari seperti Shifa merasa ada konspirasi kecil antara ke dua sahabatnya.

"Tari berhasil mengatasi aku belum, tapi aku berusaha dulu aku merokok sampai sebungkus sehari sekarang cuma beberapa batang kok."

Shifa mengangguk tanda ia memahami sahabatnya ia percaya yang di katakan Nova bahwa ia berusaha lepas dari candu rokok.

"Tapi selain rokok gak ada candu- candu lagi kan? Gak obat gak alkohol."

"Nggak ada, sumpah."

Aku Nova dengan ngangkat tangan menunjukkan dua jari.

"Baiklah, aku pulang dulu sudah malam. Tari kamu makan ya."

Tari mengangguk, melihat Shifa hingga ia hilang dari pandangan, bertapa Shifa seperti mukjizat, betapa Tari dan Nova beruntung mengenalnya selalu ada membantu, mengarahkan, menegur yang keliru hidup mereka lebih tertata sejak Shifa selalu andil.

Jangan lupa Voment. Tekan bintang pojok kiri bawah.
Terimakasih.

Ayam Kampus Story (Completed)Where stories live. Discover now