Harga Sebuah ke Sucian

2K 52 8
                                    

  Kondisi terdesak bikin nekad, mungkin itulah yang di alami Tiana saat ini, bukan lagi Jefry yang sibuk mengejarnya seperti kemarin-kemarin tapi sebaliknya Tiana justru ajak bertemu.

Segala macam pikiran, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ataupun dampak coba ia kesampingkan demi tujuan mendapatkan uang dengan segera.

Bukankah Jefry berulang kali menyatakan ketertarikannya hal itu bisa di manfaatkan Tiana, apalagi Jefry sempat menawarnya one night.

Sore ini Tiana tiba di taman kota tempat janji temu dengan Jefry, Tiana gugup menghampiri.

Tak mampu memulai ucapan, ia diam menatap Jefry

"Ada apa, kenapa tiba-tiba ajak ketemu?"

"Apa tawaranmu kemarin masih berlaku."

Jefry menyipitkan mata menatap Tiana mencari kejelasan ia sempat menyesal telah menghina Tiana, tapi kini ia justru semakin bingung

"Beri aku sejumlah uang."

Jefry tersenyum miring mulai memahami arah pembicaraan, ia mengintari mengelilingi Tiana dengan wajah dan gestur begitu merendahkan tatapannya tak jauh dari dada dan bibir Tiana.

Lagi-lagi Tiana tidak peduli hinaan, tak peduli apapun ucapan dan penilaian Jefry pada akhirnya.

"Kenapa Tia?"

"Aku terdesak."

"Iya, aku mengerti semua orang butuh uang, tapi sebagai imbalannya apa yang aku dapat."

Diam, betapa Tiana tau apa yang Jefry inginkan darinya, sekuat tenaga ia menahan agar air matanya tak jatuh

"Aku mau cicipi tubuhmu."

"Kamu mampu membayarku berapa?"

"Dasar CABO! Lo pasang tarif berapa?"

"15 juta."

Tanpa pikir panjang. Setuju, uang tidak sulit baginya

"Baiklah, gue deal ya ntar malam gue kirim alamat."

Tak pernah terbayang desakan ini membuatnya menghambakan diri pada sejumlah uang, memaksa diri melunturkan rasa malu, kesembuhan Ibunya di bayar sangat mahal, tunai dengan mengorbankan kesucian diri.

Malam paling neraka harus ia lalui sedang hatinya bertanya mengapa Tuhan membiarkan?

Rumah sakit

Bayang-bayang kematian adalah lumrah bagi si sakit, begitu pula dengan Shifa penyakit kian serius menggerogoti. Tubuh tak berdaya terbaring lemah dengan selang infus, lebih memprihatinkan bahwa ia berjuang sendiri tanpa orang tua dan saudara maupun para sahabatnya separah itu kondisinya masih saja keras kepala tak ingin menjadikan beban bagi orang di luar diri sendiri.

Namun, seulas senyum tampil hasil pindai dari hatinya yang paling bahagia kala ia menerima kiriman video dari Tari.

Video berisikan babak baru kehidupan sahabatnya menjadi seorang muslimah, Tari menyatakan sebagai pengikut Rasulullah dengan di ucapkannya dengan mantap kalimat Tauhid.

Ingin sekali ia berada di sana memeluk sahabatnya itu dan membisikkan selamat datang di sesi terbaik hidupnya, selamat terlahir kembali.
Ingin sekali ia menyemangati agar Istiqomah dengan pilihannya kini.

Oh..Shifa harapannya untuk sembuh kian membuncah, bagaimana pun dia menjadi saksi hidup perjalanan Tari dari lembah nista kemudian menjemput hidayah menuju hidup lebih mulia, tak terasa bulir hangat kembali jatuh.

***

Sesuai alamat yang di tunjukkan Jefry, kini Tiana berdiri tepat di depan pintu kamar hotel.
Langkahnya semakin berat dua kali sudah ia mencoba mengetuk pintu tapi keraguan menghentikan.

Ini salah, tak seharusnya ia berada di sini bisik batinnya lalu selangkah berbalik arah hendak pergi, namun bayang-bayang Ibunya kembali melintas. Ia butuh uang, ia masih ingin Ibunya.
Dari dalam, pintu di buka, muncul Jefry senyum licik melihat Tiana lalu menggenggam lengan Tiana sedikit menyeret masuk.

"Aku sudah menunggu dari tadi."

Tiana tunduk, tubuhnya gemetar, wajah polos membuat gemas Jefry dengan kasar mencium di bibir refleks Tiana mendorong, pertama kali mendapat perlakuan seperti itu Tiana tak tahan untuk tidak menangis

"Why."

"Aku tidak bisa Jef."

"Jangan berlagak sok suci deh emangnya gue yang pertama!"

Hardik Jefry lalu mengambil uang kesepakatan di atas nakas

"Uangnya udah gue siapin cash, gue tambah 5 juta jadi 20 juta."

Matanya menyipit melihat Tiana tidak merespon uang, begitu enggan melakukan.

"Kenapa sayang nggak mood malam ini, lo tinggal baring doang."

"Aku benar-benar nggak bisa."

"Jangan permainin gue Tia."

Terbayang kembali wajah Ibunya kesakitan, sejumlah tagihan rumah sakit dan lembar resep dari dokter yang belum mampu ia tebus sedangkan sang Ibu harus segera mungkin mendapatkan obat-obatan, lalu di tatapnya nanar Jefry sosok manusia tanpa perasaan.

Sekali lagi Jefry mencengkram lengan Tiana lalu menyeret ke atas ranjang.

Lalu apa kabar Tiana? Pasrah akan alur hidup yang tak bisa ia kendalikan
Malam Jahanam ini akan terasa sangat panjang baginya, satu malam ini akan merubah segalanya.

Rumah sakit

  Shifa mendadak bangun dari tidurnya, bukan karena suara atau sentuhan tapi baru saja ia mimpi buruk. Memimpikan sahabatnya Tiana, melihat Tiana jatuh ke lembah curam tanpa mampu ia tolong.
Mimpi yang terasa nyata, nafas Shifa tersengal, peluh bercucuran di dahi.

Mengapa mimpi seperti itu? Sebelum tidur bukankah yang ia ingat adalah Tari. Hampir sepanjang malam itu Shifa beristigfar dan berdo'a untuk para sahabatnya.

Di rumah sakit berbeda, seorang ibu yang di perjuangkan kesembuhan oleh anaknya menghadapi transisi seorang perawat pria menuntun membaca Kalam Allah di telinga. Seorang dokter dan perawat lain seperti berperang dokter duel dengan defibrilator atau alat kejut jantung perawatan sibuk membaca monitor ICU.

Beberapa saat team medis itu melakukan yang terbaik, terakhir dokter memeriksa denyut nadi, menyalakan senter membuka kelopak mata mengonfirmasi reflek cahaya mata dan meraba area leher dengan jari.

Dokter menggeleng, team medis dokter dan perawat dengan raut wajah sedih bernafas masygul lalu perawat membuka ventilator pasien, infus dan selang makan.

Paling terakhir beban team medis adalah menyampaikan berita duka.

Jangan lupa vote ya!
 

Ayam Kampus Story (Completed)Where stories live. Discover now