True friend

910 48 3
                                    

Tari berada di ruang konsultasi Dokter, rasa ingin tau tentang kondisi Shifa membawanya ke ruangan itu.
Berhadapan dengan Dokter wanita sebenarnya ia cemas jika kabar yang bakal ia dengar tidak mengenakkan.

"Saya senang akhirnya ada yang datang membesuk Shifa."

"Selama ini kami hanya tidak tau kondisi dan keberadaan Shifa Dok, dia juga terus menutupi dari kami tentang penyakitnya untuk kedepannya saya dan yang lain akan rajin menjenguk."

"Syukurlah. Memang harus ada orang yang menguatkan dan mendukungnya melewati masa ia berjuang melawan penyakitnya."

"Lalu bagaimana kondisi Shifa Dok? Apa ia bisa sembuh."

Sang Dokter menarik nafas panjang lalu di hembuskan perlahan "Dari kacamata medis kecil kemungkinan untuk dia bisa sembuh."

"Ya, Allah.' lirih Tari sambil mengusap dada.

"Kangkernya sangat agresif dan telah menjalar ke organ vital lain."

"Lalu kemungkinan terburuknya Dok?' Tari menatap mata Dokter rasanya hanya ingin mendengar harapan."

"Penyakit kangker stadium akhir, tubuhnya sangat lamban merespon obat, kondisi tersebut kemungkinan terburuk adalah kematian."

Tari mengusap dada " Rupanya telah separah itu  Dok."

"Dari diagnosa medis karena penyakit itu Shifa tidak akan lama untuk bertahan hidup, tapi sekecil apapun harapan kita harus tetap optimis."

Dokter mengusap punggung tangan Tari melihat sahabat dari pasiennya menitikkan air mata

"Tolong, tetaplah berada di sisinya, hibur hatinya, jika ada ke inginan kecilnya bantulah ia mewujudkan."

"Aku dan yang lainnya akan berusaha Dok."

"Dan, oh ya! Dengar-dengar dari pihak administrasi jaminan kesehatan dari pemerintah sudah limit di pakai Shifa. Sebenarnya harus di sampaikan pada walinya, tapi Shifa tak ada wali untuk menanggung, Shifa menjanjikan penjualan rumah untuk biaya rumah sakit hanya minta waktu sampai rumahnya laku terjual."

"Baiklah Dok, saya akan mencari jalan keluar."

Seperti lengkap sudah penderitaan Sahabatnya. Jatuh sakit, tidak ada keluarga dan uang. Tari benar-benar merasa sesak di dadanya merasai penderitaan Shifa.

***

Tiana kembali memasang papan penawaran penjualan rumah yang sebelumnya ia copot pasca wafatnya Ibunda.

Kembali membutuhkan uang untuk membantu pengobatan Shifa, akhirnya rumah yang semula batal di jual ia tawarkan lagi.

Di tempat terpisah Nova sibuk memilah pakaian dan perhiasan yang layak jual kemudian ia potret dan dia apload di sosial media di jual secara online.

Begitupun dengan Tari beberapa buah tas branded kini bukan hanya sekedar koleksi, mungkin tanpa ia sadari tas brand ternama itu bernilai investasi, sekarang bisa di rasakan manfaatnya.

Para gadis yang berupaya untuk kesembuhan sahabatnya, kini berkumpul di salon, pelanggan terakhir juga selesai treatment. Nova mengeluarkannya amplop dari dalam tasnya lalu ia letakkan di atas meja.

"Gue ngumpulin keuntungan dari salon ini seminggu dan hasil jual barang pribadi gue."

"Gue juga ada tapi nggak banyak." sambung Tari juga meletakkan uang di atas meja.

Sedangkan Tia tak ada yang bisa ia sodorkan

"Aku nggak ada yang bisa aku kasih! Rumah yang aku iklankan belum ada yang tanya. Maaf ya guys."

"Nggak apa-apa juga kali, yang jelas kita berusaha untuk Shifa."ujar Nova sambil menepuk-nepuk bahu Tiana.

"Astagfirullah." Pekik Tari membuat Nova dan Tiana bersamaan menoleh.

"Ada apa sih?" Tanya Tia.

kita harus ke rumah sakit, Shifa tidak sadarkan diri, barusan Dokter Wa gue." Sambungnya dengan kepanikan.

Tanpa banyak kata mereka lalu bergegas, perjalanan ke rumah sakit hingga masuk ke lorong-lorong rumah sakit rasanya begitu panjang di lalui sahabat-sahabat Shifa. Panik, cemas menebar firasat.

Ingin sesegera mungkin berada di samping Shifa memastikan bahwa Shifa baik-baik saja.

Tiba di ruangan mereka dapati Dokter membantu Shifa minum, rasa lega ke tiga gadis itu ketika Shifa menoleh tersenyum pada mereka.
Menghampirinya Shifa dengan nafas tersengal dan sedikit berpeluh.

"Kenapa Shifa?"

"Maaf, aku kirim Wa mungkin buat kalian panik."

"Ada apa Dok dengan Shifa?" Lirih Tari

"Shifa pingsan tadi, ia mengalami dehidrasi hanya sedikit makan juga kurang minum sedangkan cairan infus saja untuknya tidak cukup, itulah sebabnya sampai ia pingsan."

"Shifa kenapa lo bandel sih! Kalau kayak gitu kapan kamu bisa sembuh?"

"Maaf sampai merepotkan dan bikin kalian khawatir, kalau aku banyak minum akhirnya aku juga akan ke toilet lebih sering tentu akan merepotkan suster."

"Ya ampun Shifa!" Pekik Nova sambil menepuk jidat.

Kesan polos Shifa, maksud baik Shifa kali ini malah membuat sahabatnya sedikit kesal, tak habis pikir ia menolak makan-minum hanya karena tidak enak hati.

"Justru jika Shifa tidak makan-minum kondisinya akan jauh lebih buruk itu lebih merepotkan, jadi jangan berpikir merepotkan para perawat karena itu memang sudah menjadi tugas perawat."

Dengan lembut Dokter menasehati sedangkan Shifa tertunduk menelaah ucapan Dokter ada rasa bersalah timbul

"Maaf, saya tidak akan mengulangi lagi."

Masih! dalam kondisi apapun Shifa tetap sama ia memikirkan hal terbaik untuk orang lain sedang diri sendiri juga butuh perhatian.

Ayam Kampus Story (Completed)Where stories live. Discover now