Sesal

1.1K 59 11
                                    


  Semua jelas berbeda tanpa Shifa. Mungkin Nova tanpa Shifa masih di profesi dunia malam, ragu untuk mengeksplor diri yang sebenarnya ia mampu merias, mempercantik orang lain buktinya dari belajar otodidak kini mengambil kelas untuk menambah ilmunya dan sedikit demi sedikit menggapai mimpi menjadi make-up artist profesional yang punya banyak pelanggan.

Mungkin Tari juga demikian jika tanpa Shifa ia tetap manusia yang tak punya arah tanpa mengenal Tuhan kini ia seorang muslimah dan mencoba peruntungan di bisnis fashion dengan mendesain busana syar'i. Ya! Mimpi Tari menjadi menjadi designer.

Kedua sahabatnya kini menemukan passion masing-masing

Satu lagi sahabatnya ialah Tiana gadis yang usianya paling muda, entah berapa kali sudah Shifa menolongnya  mulai mencegahnya terjun sebagai wanita penghibur hingga selalu membantu merawat almarhum Ibunya.

Gadis-gadis itu berada di salon kebetulan tengah hari ini lagi kosong pelanggan, mereka tanpa kesibukan membuat larut dalam pikiran masing-masing.

Namun dalam diamnya mereka sebenarnya memikirkan Shifa.

Pertanyaan, dimana Shifa? Tak satupun mengetahui keberadaannya, menghubungi ponselnya pun tidak tersambung. Tidak biasanya ketika di butuhkan ia tak ada.
Sama ketika Ibu Tiana meninggal seminggu yang lalu Shifa tak muncul.

"Tia di luar ada Jefry cariin lo."

Nova memberi informasi keberadaan Jefry. Tiana beranjak malas menemui Jefry, Tari dan Nova saling pandang tak mengerti akan kedatangan Jefry

Melihat Jefry, Tiana menyambangi langsung masuk ke mobil, bicara dalam mobil lebih bebas berdua membahas apapun.

"Ada apa! Ngapain lo kesini?"

"Gue nggak bisa berhenti mikirin lo."

"Terus?"

"Kasih gue kesempatan untuk menebus kesalahan."

"Sudahlah Jef. Kejadian malam itu bukan kesalahan lo semua, gue yang datang nawarin diri. Sekarang gue coba melupakan tapi jangan buat gue berat dengan lo selalu nyamperin."

"Gue nggak bisa Tia, gue sayang banget sama lo."

Dari sakunya Jefry mengeluarkan sebuah kotak dan bisa di tebak itu adalah kotak cincin, lalu di sodorkan di hadapan Tiana.

"Menikahlah denganku Tia."

Hanya sejenak Tiana menatap cincin bertahta permata, seperti tidak ada magnet atau daya tarik baik ucapan Jefry atau cincin itu, kemudian Tiana mengalihkan pandangan keluar jendela mobil.

"Apa yang berbeda setelah pernikahan Jef? Kesalahan yang pernah kita lakukan tidak akan terhapus atau berubah menjadi baik hanya dengan menikah."

Penolakan dari Tiana membuat Jefry tertunduk lesu cincin yang tadi di sodorkan kembali ia masukkan ke dalam saku.
Lalu tanpa kata lagi Tiana turun dari mobil tanpa di cegah lagi oleh Jefry.
Air mata meleleh tanpa bisa di cegah hatinya masih meneriakkan kesakitan yang menimpa.

Sedang Jefry hatinya menolak untuk tidak menemui Tiana rasa sayangnya menjadi berkali lipat, mungkin bercampur rasa sesal dan kasihan yang terpenting adalah keinginannya yang kuat berada di sisi gadis itu.

***

Tidak tahan, ke tiga gadis tidak tahan untuk tidak mencari keberadaan Shifa.
Dan pada akhirnya Tiana tidak menutupi lagi penyakit yang di derita Shifa Tiana membeberkan pada Tari dan Nova. Merasa bahwa  satu-satunya yang tau keberadaan Shifa adalah Maliq seseorang yang sepantaran dengan mereka, tau jika Shifa sedang berada di rumah sakit.

Maliq ini menjalin hubungan dengan Nova. Maliq adalah satu-satunya orang yang di andalkan dimintai tolong oleh Shifa jika ada keperluan lain di luar rumah sakit. Sama halnya dengan Tiana, Maliq juga terpaksa melanggar janji untuk tidak memberi tau keadaan dan keberadaannya, dengan berbagai pertimbangan tentunya semua untuk kebaikan Shifa.

Karena info dari Maliq kemarin, hari ini Nova, Tari dan Tiana mengunjungi rumah sakit tempat Shifa di rawat.

Hampir sebulan tanpa ketemu sang karib, kini mendapati Shifa terkulai lemah, wajah pucat dan tubuh kurus sangat kontras kondisinya di banding dua bulan lalu.

Melihat satu persatu sahabatnya muncul Shifa tertegun lalu berusaha senyum menyambut.

"Shifa...." Seru Tari girang sambil meraih tangan Shifa

Satu lagi sahabatnya menatap Shifa dengan mata berkaca ya, Nova paling anti melow tapi sekarang sebaliknya air matanya nyaris tumpah

"Kenapa nggak bilang kalau lo sakit," Pertanyaan Nova hanya di balas senyum oleh Shifa kemudian ia menunduk.

"Lo berusaha selalu ada buat kita. Buat gue, buat Tari dan Tia, tapi sebaliknya lo nggak izinin kita ambil bagian apapun tentang lo."

Tak terbendung bulir bening itu akhirnya tumpah, lalu Nova melanjutkan dengan suara gemetar. Entahlah, rasa di dadanya kian bercampur.

"Nggak usah memaksa kuat, lo butuh orang buat ngedukung lo buat jalani ini semua Shifa."

Tiana merangkul Nova dan mengusap bahu menenangkan, tapi sepertinya belum cukup Nova kembali bersuara.

"Jangan terlampau baik, tapi membuat sahabat lo jadi gagal guna, apa yang lo lakuin itu egois."

"Maaf.' Lirih Shifa lemah juga menjatuhkan air mata memahami telah mengecewakan para sahabatnya.

"Maafin kita juga! belakangan masalah-masalah yang muncul membuat kita mengabaikan lo, kita sibuk dengan marah, sedih dan menangis. Tapi, nggak tau kondisi lo lebih parah."

Kemudian Tiana memeluk Shifa dadanya sesak bayang-bayang kehilangan kembali muncul di permukaan batinnya. Wajar, tanah pemakaman Ibundanya masih basah tak ingin terulang perihnya di tinggalkan.
Nova juga memeluk, di susul Tari. Keempat gadis itu saling dekap.
Potret persahabatan yang tulus bahkan Dokter yang melihat tak luput menitikkan air mata.






Ayam Kampus Story (Completed)Where stories live. Discover now