Oh Tia

1.6K 61 8
                                    

Usai

Jefry melihat bercak darah di seprai putih hasil dari perbuatan iblisnya, lalu berganti melihat Tiana yang kesakitan hanya air mata tanpa henti berderai, tak dapat di kira kadar penderitaan sang gadis malang.

Raut wajah Jefry berubah, tatapannya sendu ke Tiana wanita tempat ia lampiaskan hasratnya.

Tuhan, apa yang barusan aku lakukan?
Baru saja aku menodai gadis ini, aku menghancurkannya!

Sesal hatinya mendapati kemurnian Tiana yang sudah ia rusak

"Maafkan aku Tia."

Di tepis Tia ketika tangan Jefry mencoba mengusap bahunya

"Aku benar-benar minta maaf, aku nggak tau kalau...

Tiana seolah tak ingin mendengar kata sesal Jefry, ia memunguti pakaian lalu ke toilet, tubuh lelah dan sakit terlihat jelas kala berjalan sempoyongan. Usai berbenah keluar dan mendapati Jefry juga sudah rapi. Meraih uang di atas nakas pemberian Jefry dengan cucuran air mata dan hati hancur, ia sukses menjual diri, lalu pergi tanpa berpaling ke arah Jefry.

Rasa bersalah mendera Jefry, tidak seharusnya seperti ini tapi pertanyaan berkecamuk demi apa Tiana mau melakukan itu? meski sesungguhnya Tiana tak menginginkan tergambar jelas ia tak henti menangis.

Keluar hotel Tiana menyetop taksi dan intruksi ke alamat rumah sakit, sedangkan Jefry berusaha mengejar Tiana.

Di lorong rumah sakit perawat menatapnya iba. Ibunya adalah langganan di rumah sakit itu membuat Tiana saling mengenal beberapa orang Perawat dan Dokter.

"Sabar ya mbak, Ibu sudah nggak sakit lagi."

Apa arti ucapan perawat barusan? Tiana mempercepat langkah menemui Ibunya

Ia melihat perawat baru saja menutup jenazah Ibunya dengan kain putih.

Syok, menghampiri memastikan hal yang tidak ia di inginkan, kepergian Ibundanya membuat dunia Tiana seketika gelap gulita, ia jatuh pingsan.

Tak percaya bahwa Ibunya telah pergi selamanya, orang yang paling di kasihi dan di cintainya. Dan yang paling menyesakkan bahwa pengorbanan dengan menggadaikan ke suciannya berakhir sia-sia.

*

Nova mengusap bahu Tiana maksud menguatkan, mereka kini di hadapan gundukan tanah merah, mereka berada di pemakaman, Tiana, Nova dan Tari menabur bunga sebagian pelayat meninggalkan area pemakaman sedangkan Tiana terlihat enggan beranjak tatapannya kosong ke arah pusara sang Ibu.

"Udah Tia, Ibu sudah tenang, Ibu sudah tidak sakit lagi."

Tari merangkul Tiana menghapus sisa air mata Tiana

"Sudah sayang, semua akan baik-baik saja, kamu nggak sendirian ada gue, Nova dan Shifa."

Akhirnya bujukan Tari, Tiana bersedia pulang sebelum itu Tiana mencium nisan Ibunya

Tak jauh dari situ ada Jefry memerhatikan Tia, rasa berdosa membuatnya selalu ingin menyambangi Tiana, keadaan buruk gadis itu makin ia perburuk tadi malam.

*

Shifa yang baru saja mendapat kabar duka dari Tiana melalui obrolan di group WA ia menangis sejadinya, ada sesal ia tak ada di sisi sahabatnya ketika sahabatnya butuh dukungan. Terkulai tak berdaya di ranjang rumah sakit. Apa yang akan di pikirkan para sahabatnya atas ke tidak hadirannya.

"Sedihlah secukupnya kalau kamu menangis kayak gini akan berpengaruh pada penyakitmu."

Dengan lembut Dokter muda itu menyeka air mata Shifa dan meraih ponsel dalam genggaman Shifa

"Tolong patuhilah Shifa, jangan main ponsel."

Shifa hanya mengangguk atas teguran Dokter yang telah berapa kali ia langgar intruksinya

"Bukan melarang, tapi sekarang ini kamu jangan berpikir terlalu berat."

"Baik Dok."

"Istirahatlah, karena sore nanti akan di lakukan terapi biologis."

Sekali lagi Shifa mengangguk, sebelum dokter berlalu darinya ponsel yang ia ambil dari Shifa ia taruh di laci meja.

*

Berusaha untuk tidak menangis lagi, meski bayang-bayang Ibunya masih jelas, ia harus mencoba terbiasa sendiri.

Melamun usai Tari dan Nova pamit, tapi terusik oleh suara notifikasi pesan.

Rupanya dari Jefry meminta agar bertemu dan saat ini pria itu berada di depan, Tiana teringat uang dari Jefry masih utuh, ia bergegas menemui Jefry dengan perasaan campur aduk.

"Ada apa kenapa lo kesini."

"Gue pastiin ke adaan lo."

"Untuk apa? Pastinya lo sudah tau gimana sedihnya kehilangan Ibu, belum lagi harga diri yang udah lo hancurin."

"Gue benar-benar minta maaf Tia."

Air mata kembali tumpah, ia mengambil uang lalu di kembalikan pada pemilik awal, Tiana  mengembalikan melempar dengan kasar, uang dengan jumlah lumayan banyak mengenai dada lalu jatuh berhamburan.

"Aku tidak butuh uangmu lagi, aku bukan perempuan yang menjual diri."

Tiana menyeka air mata lalu berbalik badan hendak pergi, tapi Jefry keburu menghentikan, berlutut tepat di hadapan Tiana.

"Aku benar-benar minta pengampunan Tia, mohon di maafkan."

Begitu tulus terlihat ia tak ragu berlutut dan lelehan air mata.

"Maafkan aku Tia, aku terhasut omongan."

Jefry bersimpuh hendak mencium kaki Tiana, tapi di tepis Tiana mundur untuk menghindari.

"Jangan sentuh."

"Apa pun kulakukan untuk menebus dosaku padamu Tia."

"Apapun yang kamu lakukan tidak akan merubah apapun Jef, pergi lah."

"Kenapa nggak bilang semua tentang kamu dan Ibumu sebelumnya."

Tiana tertawa dalam tangis kalimat Jefry kembali menyulut kekesalannya

"Pernah kamu bertanya? Pernah kamu kasi kesempatan buat aku ngomong, bahkan aku pernah menamparmu karena kau keterlaluan menghinaku, tapi tetap saja kau menganggapku pelacur hanya dari omongan orang."

Speechless, benar ucapan Tiana semua karena ia mengambil hati persepsi mahasiswa-masiswi biang kerok permasalahannya.
Gadis baik-baik akhirnya jadi korban, sebelumnya ia sangat menyukai Tiana seharusnya ia bertahan pada perasaannya tapi malah setuju dan ikut pada penilaian orang lain.

"Saat itu aku sangat kesulitan Jef, jalan yang salah pun aku tempuh untuk Ibu tetap hidup tapi aku tak kuasa melawan takdir, semua sia-sia."

Sebelum malam naas itu seharusnya ia bertanya apa yang di alami gadis itu hingga kesalahan fatal tak perlu ada. kini yang tersisa hanya penyesalan.

Tiana melangkah tanpa di hentikan lagi oleh Jefry, tinggal seorang pria yang meratapi penyesalan.

Vote ya guys, part-part akhir loh!

Ayam Kampus Story (Completed)Where stories live. Discover now