#40 - Brother Is Always Here

15 4 0
                                    

Jun menghela napas lelah. Suri akhirnya tertidur setelah dua jam menangis histeris di dalam pelukannya. Ia tak tahu apa yang terjadi di rumah sakit, tapi ia yakin itu pasti ada hubungannya dengan Raka. Tadi ia juga belum sempat bertanya karena kalau adiknya sudah dalam mode begitu, pasti akan susah mengajaknya bicara.

Jujur, hal ini mengingatkannya dengan kejadian di masa lalu. Kalau Raka benar-benar penyebabnya, ia tak akan segan-segan membuat perhitungan.

Keesokan paginya Suri sudah kembali seperti sedia kala dan hal ini benar-benar di luar ekspektasi Jun.

"Dek, mau dianter sama Mas?" Jun menawarkan diri dengan harap-harap cemas.

Suri menggeleng, lalu menyuap bubur ayam yang tadi dibeli Jun dengan santai. "Nggak, Mas. Suri naik ojol aja?"

Jun terkesiap. "Tumben banget."

"Ya, nggak apa-apa, sih. Mas kan juga harus selesain project, kan?"

"Iya juga, sih," kata Jun, ragu masih menguasai. Namun, begitu melihat wajah Suri yang auranya normal-normal saja membuatnya agak tenang. "Ya udah, tapi nanti pulang sekolah Mas yang jemput."

Suri membuat gestur 'OK' dengan tangannya.

"Oh ya, Dek," cetus Jun tiba-tiba. Dahinya mengerut dalam. "Kamu pakai make-up?"

Suri terkikik. "Ih, Mas Jun bisa peka. Keren banget! Tapi cakep, kan?"

Jun mengangguk-angguk setuju. "Cakep. Udah kayak selebgram kamu."

Suri menyengir puas. "Hehe, makasih."

Dalam hati Suri lega Jun tak membahas masalah ia tiba-tiba menangis setelah menyambangi kamar rawat inap Raka.

Perjalanan ke sekolah bersama ojol, Suri habiskan hanya dengan bermain ponsel. Dia sama sekali tak menaikkan wajah meski ia berkali-kali diajak mengobrol oleh si abang ojol. Bahkan tadi ia tak sudi untuk sekadar menoleh ke arah rumah Raka.

"Sur,"panggil Dessy ketika Suri baru saja tiba.

"Apaan?" sahut Suri ogah-ogahan.

Dessy tak membalas. Yang ia lakukan cuma memandangi Suri dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kenapa liat-liat? Gue tahu gue cakep," ucap Suri agak ketus.

Dessy tertawa-tawa. "Ecieee ... tumben banget pakai makeup. Mana menor banget lagi. Kayak tante-tante lo!"

Suri terkesiap dan tanpa sadar langsung mengeluarkan cermin kecil dari kantong roknya. "Masa, sih?"

"Bohong." Sambil menyengir geli Dessy mengusap liptint di bibir Suri dengan tisu basah miliknya. "Cuma bibir lo aja yang warnanya ketebelan. Selebihnya lo udah cantik, kok. Nggak kelihatan

menor. Gue nggak nyangka lo jago banget make-up."

"Gue kan pinter. Tinggal liat tutorial langsung bisa," ucap Suri sombongnya bukan main, tapi Dessy tahu dia hanya bercanda.

"Iya, deh, iya," balas Dessy sambil mencubit pipi Suri hingga si empu pipi marah-marah. "Btw, lo ngapain makeup-an segala sih? Biasanya juga pakai bedak bayi. Emang siapa yang mau diliat?"

Suri mengangkat bahu santai. "Lagi pengen aja."

Dessy menaikan sebelah alis. Ada satu hal yang tak diketahui Suri, bahwa sebenarnya Dessy bisa menebak jika ada yang disembunyikan temannya itu. Namun ia tak ingin mengorek lebih jauh. Biar saja Suri yang menceritakannya sendiri—itu juga kalau Suri mau.

"Oh ya, hari ini lo jadi kan nginep ke rumah gue, kan? Nggak ada kelas les privat, kan?" tanya Suri.

"Lo tahu jadwal gue, kan? Hari ini gue nggak ada jadwal ngajar. Besok baru ada."

Two RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang