#23 - Ketika Sesuatu yang Buruk Datang

18 3 0
                                    

Dessy terkejut setengah mati ketika ia menemukan Suri yang menangis di dalam kelas. Ia buru-buru menghambur ke sahabatnya itu lalu memeluknya erat. "Sur, lo kenapa?" tanyanya khawatir. Beruntung ia datang sendirian, karena kalau tidak, pasti teman-temannya sudah heboh karena mendapati kondisi Suri yang begitu berantakan seperti ini.

"Kak Wildan brengsek! Gue benci banget sama dia! Gue benci banget!" seru Suri di sela-sela isak tangis.

Dessy tak segera membalas perkataan Suri. Yang ia lakukan adalah menenangkan gadis itu sampai tangisannya reda. Setelah beberapa menit berlalu yang bisa terdengar olehnya adalah sesenggukkan lirih yang masih konstan keluar dari mulut Suri.

"Feel better?" tanya Dessy sambil mengangkat wajah Suri. Diusapnya dengan lembut wajah Suri yag sembab. "Kita ke toilet dulu, yuk. Sekalian cuci muka dan ganti baju mumpung belum ganti pelajaran. Nanti kalau anak-anak yang lain balik ke kelas dan lihat lo begini, mereka bisa ngoceh-ngoceh nggak jelas."

Suri mengangguk pelan dan dengan lunglai ia mengikuti Dessy dari belakang. Dessy sendiri begitu tahu Suri kesusahan berjalan, ia pun dengan senang hati menggandeng lengan sahabatnya itu.

"Lo bisa cerita setelah lo siap cerita. Gue yakin ada sesuatu yang terjadi saat gue tinggalin lo berduaan sama Pak Wildan tadi," ucap Dessy sambil mengelus pelan kepala Suri.

Suri memandang Dessy dengan tatapan sulit diartikan. Baginya, Dessy bukan hanya sekadar sahabat, dia adalah saudari yang telah ditakdirkan Tuhan untuk terus berada di sisinya meski di saat yang paling sulit sekali pun. "Thank you," lirihnya.

.

.

.

Adnan misuh-misuh setelah tahu bahwa ternyata Raka benar-benar bolos hari ini. Huh, dasar tidak setia kawan. Padahal hari ini ada kuis kimia. Kalau tidak ada Raka di sampingnya, bisa dipastikan dia bakal dapat nilai di bawah lima.

Ketika bel pergantian pelajaran berdering, Adnan makin belingsatan di atas kursi. Kimia itu adalah salah satu pelajaran yang dibencinya! Argghh ... ke mana Raka saat ia membutuhkannya?!

Pintu kelas tiba-tiba saja terbuka. Adnan langsung komat-kamit semoga kuis nanti soalnya tidak terlalu sulit.

"Guys, sorry ganggu kalian."

Adnan melongo saat tahu yang datang bukanlah guru kimia, melainkan Pak Tobing, wali kelas mereka, beserta Windry, sang ketua kelas, yang tadi bertugas untuk memanggil guru pelajaran selanjutnya.

"Kenapa, Win?" tanya salah satu siswi.

"Begini, anak-anak. Ada kabar duka yang datang dari salah satu teman sekelas kita," jawab Pak Tobing.

Kelas seketika gaduh. Adnan sendiri tanpa sadar menahan napas. Jangan-jangan, kabar ini datang dari Raka.

Raut wajah Pak Tobing mereka berubah sedih, pun begitu dengan Windry. "Tadi, Bapak dapat telepon dari ibunya Raka. Dia—"

"Raka? Kenapa sama Raka, Pak?!" Adnan spontan berseru nyaring dan seketika semua mata tertuju kepadanya.

Pak Tobing pun melirik Adnan sambil berdecak karena kata-katanya dipotong. "Makanya, denger omongan bapak dulu sampai selesai." Ia kemudian mengalihkan kembali atensinya pada seluruh siswa. "Kabar yang bapak dapat dari ibunya Raka, Raka kemarin sore kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit."

Mendengar penjelasan dari wali kelasnya, Adnan merasa dirinya telah gagal sebagai seorang teman dekat.

"Jadinya, gue punya usul, gue selaku ketua kelas sama Pak Tobing bakal jenguk Raka pas istirahat nanti," ucap Windry. "Jadi, siapa dari kalian yang mau ikut?"

Two RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang