Part 10 - Wake Up, Please!

Start from the beginning
                                        

"Terus? Ngapain lo sampe segininya?"

"Maksud lo?"

"Seorang Althaf nggak pernah peduli sama cewe yang nggak dikenal. Apalagi sampe nunggu semaleman dan ngerepotin orang lain."

Althaf tahu lelaki itu menyindirnya. Ia menghela napasnya pelan. Berusaha untuk tidak terpengaruh. Harusnya ia sudah terbiasa dengan mulut pedasnya.

"Seorang muslim berkewajiban membantu saudara muslim yang lainnya," Althaf mencoba memberikan sebuah alibi.

Lelaki itu tertawa sinis. Ia cukup mengenal Althaf. Dan jawaban itu, hanya salah satu dari sekian banyak alasan klasik.

"Membantu sampe  ngelupain  adiknya  sendiri? Kamar VIP? Bela-belain jaga semaleman?" lelaki itu kembali melontarkan sebuah sindiran telak.

Althaf terdiam. Tidak memiliki jawaban untuk sebuah kritikan yang menghampiri pendengarannya.

"Abi tau?" tanya lelaki itu  lagi.

Althaf menggeleng, "Abi jangan sampe tau. Biar gue yang ngurus semuanya."

"Mustahil."

"Raf, please."

Lelaki itu menoleh. Mengamati raut muka Althaf yang terlihat lelah. Pandangannya tertuju kepada celana berwarna cream yang terlihat ada bercak darah di bagian lututnya.

"Gue mungkin bisa nyembunyiin, tapi nggak pegawai rumah sakit ini"  jawab lelaki itu seraya mengalihkan pandangannya ke depan.

Althaf kembali bungkam. Semua perkataan lelaki itu memang benar. Biarlah. Urusan Abi sama Umi nanti biar dirinya yang bertanggung jawab. Untuk sekarang, kesehatan perempuan itu paling penting.

"Lo bisa hubungin keluarganya. Temennya. Selesai. Nggak perlu sampe segininya," lelaki itu menyugar rambutnya ke belakang, mencoba memberikan solusi.

Althaf kembali menghela napasnya, "Lo nggak ngerti."

"Terserah" ujar lelaki itu final. Tak ingin berdebat dengan Althaf lagi. Tangannya bergerak melepas tas bahu yang melingkar indah di tubuhnya sebelum merosotkan badannya bersandar ke sofa.

"Sorry ngerepotin lo."

"Sans."

***

Sang mentari kembali merangkak naik. Seolah siap memberikan semangat kehidupan baru kepada siapapun yang terkena sinarnya. Semburat cahaya perlahan memasuki sebuah ruangan yang sarat akan bau obat. Memercikkan kehangatan kepada seorang perempuan yang lelap dalam tidurnya.

Perlahan, kesadarannya mulai berkumpul membentuk sebuah ingatan yang mendorong untuk kembali ke dunia nyata. Mata indah itu perlahan bergerak. Mencoba mengenali sensasi asing yang disekelilingnya. Ingatan demi ingatan silih berganti berkelebat dalam pikirannya. Berdesakan merebut perhatian.

Setelah susunan ingatan telah sampai di akhir kejadian, bola mata berwarna coklat terang itu akhirnya memaksa kelopak untuk terbuka. Dinding putih. Sekeliling yang asing. Dan sekujur tubuh yang terasa berbeda.

Sebuah dentuman rasanya hadir di kepalanya begitu ia mencoba bergerak. Punggung yang terasa ngilu, dan badan yang menjadi kaku.

'Ada dimana gue? Kenapa badan gue jadi kaya gini?'

Sekelumit ingatan kembali hadir, termasuk sebuah hantaman keras dari belakang saat tubuhnya tak sengaja terhuyung ke tengah jalan raya akibat kakinya yang terkilir. Setelah itu, Nasha tak mengingat apapun. Dan sekarang ia tahu, bahwa dirinya berada di rumah sakit.

Nasha mencoba menggerakkan kepalanya. Melihat siapa yang membawanya ke tempat ini. Dentuman di kepalanya kembali terasa. Namun, ia mencoba mengabaikan hal itu. Pandangannya jatuh kepada seorang lelaki yang duduk merosot di atas sofa dengan ponsel yang berada dihadapannya.

Nasha mencoba bergerak, hingga menarik perhatian lelaki yang berada tak jauh dari brankar. Lelaki itu meletakkan ponsel dan beralih memperhatikannya. Saat itu, Nasha sadar, bahwa lelaki itu, adalah lelaki yang ia benci, sekaligus ia hindari.

"Udah sadar lo?" suara itu terdengar dingin. Membuat Nasha sedikit terkesiap.

Nasha membuang muka, "Kenapa sih lo nyelametin gue lagi?" desisnya tajam.

Lelaki itu terlihat menautkan alisnya sejenak, sebelum kembali dengan ekspresi dinginnya. "Harusnya lo bersyukur, cewe aneh!" cerca lelaki itu datar.

"Gue nggak nyuruh lo nyelametin gue! Dan gue udah bi-"

Nasha tak melanjutkan ucapannya tatkala pintu ruangannya terbuka. Seorang lelaki masuk dengan membawa plastik berisi makanan dan aneka camilan. Belum lagi buah yang lebih dari satu macam.

"Lo udah sadar?" Lelaki yang baru saja datang itu langsung menghampiri Nasha dengan tangan yang masih penuh belanjaan. Ekspresi lega tergambar di wajahnya.

Nasha menautkan kedua alisnya bingung. Ada dua orang berwajah sama disini. Nasha melihat keduanya bergantian. Sama. Identik. Apa dirinya sedang berhalusinasi karena ketidaksukaannya? Nasha kembali membandingkan keduanya. Dan ia menemukan perbedaan pada tatapannya. Satu tajam seperti belati, satunya teduh seperti payung.

"Dia saudara kembar gue, Asyraf." jelas lelaki yang baru datang itu.

Kini Nasha mengerti, yang ia kira Althaf tadi, ternyata adalah Asyraf. Pantas saja tatapannya berbeda. Keduanya memang sama persis. Sepertinya identik. Tetapi, Nasha tidak peduli.

"Gimana keadaan lo?" tanya Althaf lagi. Tangannya sibuk memgeluarkan makanan dan melempar beberapa snack ke arah Asyraf.

Nasha kembali membuang muka, membuat Althaf mengernyit bingung, "Gue udah pernah bilang kan sama lo?! Berhenti ikut campur dalam hidup gue!"

Althaf menghela napasnya sebelum menjawab, "Lalu ngebiarin lo mati kehabisan darah di bawah mobil?"

"Apa peduli lo?! Lo bukan siapa-siapa gue! Nggak usah sok khawatir sama gue!" Nasha merasakan kepalanya kembali berdenyut hebat.

"Apa menurut lo gue se nggak punya hati itu sampe ngebiarin seorang cewe mati konyol?" Althaf kembali bertanya dengan raut muka tenang, meski dalam hati ia kesal setengah mati.

"Gue nggak peduli apapun alasan lo! Gue mau keluar dari sini!"

Nasha menyentakkan infus yang berada di punggung tangannya. Ia memaksakan dirinya untuk duduk meski denyutan di kepalanya semakin menjadi serta rasa nyeri yang ada di punggungnya. Dirinya tidak peduli. Ia harus keluar dari rumah sakit ini secepatnya.

"Nasha! Lo baru dioperasi!" Sentak Althaf panik.

"Gue nggak peduli!"

Nasha mencoba menggerakkan kakinya untuk turun dari ranjang. Tapi nihil, ia tak merasakan apa-apa. Berulangkali ia mencoba menggerakkan, tetapi tetap saja. Kakinya tidak bergerak.

'Apa yang terjadi? Kaki gue! Kenapa sama kaki gue?!'
.
.
.
Tbc

🌸🌸🌸

Holaaa!! Nasha Althaf update lagi gaes!!

Siapa yang nungguin? wkwkw

Jangan lupa vote and comment ya 😉

See you in next part! 😉

UnpredictableWhere stories live. Discover now